Kaidah adalah bentuk jamak dari Qawaid dalam bahasa Indonesia disebut dengan aturan atau patokan. Kaidah-kaidah fiqih adalah suatu yang sanbat penting dan menjadi kebutuhan bagi kaum muslimin. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih seorang muslim akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu titik temu dari masalah-masalah fiqih.
Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak atau dalam bahasa Indonesia sesuatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan. Kaidah ini memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam, baik berhubungan dengan fiqh maupun lainnya. Menurut Imam As Suyuthi hal : 51 “Kaidah ini adalah sebuah kaidah pokok yang mencakup semua permasalahan dan tidak keluar darinya kecuali beberapa masalah saja”.
Dasar hukum dalam Al-Qur’an terdapat pada surat Yunus ayat 36 yakni “Dan Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran”. Dasar hukum dalam Hadist berbunyi “Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian dia kesulitan untuk memastikan apakah telah keluar sesuatu (kentut) atau belum maka janganlah dia keluar dari masjid (membatalkan salatnya) hingga dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR Muslim : 362)
Dalam DSN MUI terdapat beberapa Fatwa yang merujuk kepada Kaidah Fiqhiyyah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak. Berikut beberapa Fatwa DSN MUI yang termasuk Kaidah Fiqhiyyah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak :
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia No. 153/DSN-MUI/VI/2023 tentang Pelunasan Hutang Pembiayaan Murabahah Sebelum Jatuh Tempo.
Dalam fatwa ini terdapat kaidah furu’ yaitu “Pada Dasarnya, Segala Sesuatu Dalam Muamalah Boleh Dilakukan Sampai Ada Dalil yang Mengharamkannya.” Fatwa ini Menjelaskan bahwa pelunasan dapat dilunaskan lebih awal dari jangka waktu yang disepakati. Pelunasan ini juga diperbolehkan dilakukan baik atas kehendak nasabah ataupun kehendak Lembaga Keuangan Syariah. Dengan itu, Pengutang dapat dibebaskan dengan utang atas pelunasan yang dilakukan lebih awal.
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
Dalam Fatwa ini terdapat pada kaidah “Kesulitan Dapat Menarik Kemudahan.” Fatwa ini menjelaskan bahwa Obligasi yang tidak dibenarkan menurut Syariah yaitu Obligasi yang bersifat Utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga. Dengan adanya Obligasi Syariah ini masyarakat terbantu dengan tidak dibebankan Bunga ataupun sejenisnya.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional _ Majelis Ulama Indonesia No. 74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan Syariah.
Dalam fatwa ini terdapat pada kaidah “Sesuatu yang Berlaku Berdasarkan Adat Kebiasaan Sama Dengan Sesuatu yang Berlaku Berdasarkan Syara’ (Selama Tidak Bertentangan Dengan Syari’at). Fatwa ini menjelaskan bahwa Penjaminan Syariah diperbolehkan asal berdasarkan pada prinsip syariah. Pada kasus ini banyak sekali masyarakat yang menjaminkan barangnya untuk meminjam uang pada bank syariah. Tetapi jika penjamin telat membayar tagihan atau sering disebut Denda keterlambatan maka denda tersebut akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.
Dari apa yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kaidah fiqhiyyah adalah ketentuan bersifat umum. Kaidah Fiqhiyyah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak ialah suatu kaidah tentang kepercayaan. Maka, banyak pula Fatwa yang merujuk kepada Kaidah Fiqhiyyah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak. Dengan ini, Semoga kita semua dapat menambah wawasan baru tentang Kaidah-kaidah dalam Qawaid.
Febi Ratna Riyani Saputri
Akuntansi Syariah
STEI SEBI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H