Mohon tunggu...
Febi Putra Kurniawan
Febi Putra Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - Ilmu alat pengabdian

Mahasiswi UNSRI Jurusan HI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perdebatan antara Realisme dan Liberalisme dalam Hubungan Internasional

12 Maret 2020   15:28 Diperbarui: 10 April 2020   19:07 3914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam perkembangannya, liberalisme memiliki empat bidang pemikiran utama, yaitu liberalisme sosiologis, liberalisme interdependensi, liberalisme institusional, dan liberalisme republikan (Jackson & Sorensen, 1999). Liberalisme sosiologis menandai bahwa tidak hanya ada satu aktor, akan tetapi anggota masyarakat juga ikut terlibat dalam hubungan dunia internasional. Pemikiran kaum liberalis dikenal dengan istilah "pluralisme" (Rachmawati, 2012).

lnterdepedensi liberalis mengacu pada hubungan yang kooperatif, banyaknya kerjasama antar aktor, maka isu-isu kesejahteraan semakin penting untuk meningkatkan kepercayaan kerjasama antar negara. Lalu liberalisme institusional, mengarah kepada fungsi institusi internasional dalam mempromosikan kerjasama antar negara (Jackson & Sorensen, 1999). Dan liberalisme republikan dibangun atas pernyataan bahwa negaranegara demokrasi liberal bersifat Iebih damai dan patuh pada hukum dibandingkan sistem politik Iain. Setiap bidang pemikiran tersebut memiIiki kontribusi terhadap perkembangan paham liberalis.

Tiga tipologi liberalisme muncul kemudian sejalan dengan beberapa hal yang berkaitan dengan peristiwa dan sejumlah kritikan yang diajukan kepadanya. Tipologi tersebut adalah liberal internasionalisme, liberal institusionalisme, dan idealisme (Rachmawati, 2012). Immanuel Kant dan Jeremy Bentham adalah dua tokoh pencetus liberal internasionalisme (Dunne, 2001).

Kant percaya bahwa perpetual peace atau perdamaian abadi dapat menghindari terjadinya koanik. Bentham juga berpendapat bahwa konflik tidak akan pernah terjadi apabila dalam suatu hubungan internasional, tumbuh kesadaran untuk saling menghormati di antara negara yang berkepentingan. Kaum liberal institusional menganggap institusi internasional mampu memajukan kerjasama antar negara. Sebab institusi ini memiliki peran sebagai penyedia informasi dan kesempatan bernegosiasi (Rachmawati, 2012). Seperti liberal internasionalisme, idealisme terbentuk karena adanya usaha untuk menghindari terjadinya perang (Dunne, 2001)

Pada dasarnya, perbedaan asumsi dari kaum realis dan liberalis adalah yang pertama mengenai aktor utama yang terlibat dalam hubungan internasional. Kaum realis menganggap negara sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan internasional. Sedangkan kaum liberalis berpandangan bahwa aktor dalam hubungan internasional tidak hanya negara, namun juga ada aktor non-negara.

Kedua, fokus mengenai apa sebenarnya konteks dari hubungan internasional itu sendiri. Dalam hal fokus yang didalami, liberalisme lebih berfokus pada perdamaian, kerjasama dan perkembangan, sedangkan realisme berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan power.

Dan ketiga. bagaimana seharusnya penyelesaian masalah-masa|ah yang timbul dari hubungan internasional. Kaum realis menganggap cara peperangan adalah cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan masalah, sedangkan jalur damai dan kerjasama akan ditempuh oleh kaum liberalis untuk menyelesaikan masalah.

Kesimpulan:

Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah great debate merupakan titik awal perselisihan yang terjadi dalam rangka menentukan pandangan/pemikiran tentang paham mana yang Iebih bisa diterima dalam pembelajaran HI. Dari perdebatan yang terjadi. muncul ilmuwan-ilmuwan dari masing-masing paham yang menjadikan paham yang mereka anut Iebih kompleks dengan adanya perbaikan dari masing-masing aktor yang berperan.

Penulis beropini bahwa tidak ada istilah menang dan kalah dalam The Great Debate, namun keadaan dunia saat itu memang dirasa Iebih cocok dengan pemikiran kaum realis. Karena itu kaum realis dengan asumsi-asumsinya tersebut akhirnya Iebih mendominasi perdebatan ini. Dengan mengetahui berbagai asumsi dasar dari berbagai kaum, perspektif terhadap hubungan internasional pun akan menjadi semakin luas serta dimungkinkan akan muncul teoriteori baru yang bisa menjadi perdebatan baru terutama dalam kondisi dunia yang semakin kompleks sekarang ini.

REFERENSI:
Jackson, Robert & Georg Sorensen. (1999). Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press Inc., [Chapter 3,4,5].
Locke, John. (1689). "Two Treaties of Government" dalam Jackson, Robert & Georg Sorensen. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press Inc.
Rachmawati, Iva. (2012). Memahami Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo.
Zacher, M. W. & R. A. Matthew. (1995). "Liberal International Theory: Common Threads, Divergent Strands" dalam Jackson, Robert & Georg Sorensen. Introduction to International Relations. New York: Oxford Universitv Press Inc.
Dunne, Tim. (2001). "Liberalism" dalam Baylis, John & Steve Smith (eds.). The Globalization of World Politics an Introduction to International Relations. Oxford University Press, [pp. 163-179].
Dunne, Tim & Brian C. Schmidt. 2001. "Realism" dalam Baylis, John & Steve Smith (eds.). The Globalization of World Politics an Introduction to International Relations. Oxford University Press, [pp. 141-159].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun