Mohon tunggu...
Febi Putra Kurniawan
Febi Putra Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - Ilmu alat pengabdian

Mahasiswi UNSRI Jurusan HI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perdebatan antara Realisme dan Liberalisme dalam Hubungan Internasional

12 Maret 2020   15:28 Diperbarui: 10 April 2020   19:07 3914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita tau bahwa kaum realis merupakan kaum yang percaya bahwa hubungan antar negara berada dalam anarki internasional, yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan dan tidak adanya pemerintah dunia (Jackson & Sorensen, 1999). Kaum ini menjadikan aktor negara sebagai satu-satunya aktor dalam dunia internasional. Negara sebagai satu-satunya aktor memiliki tujuan untuk mencari kekuasaan. Namun tiaptiap negara tidaklah sama, negara yang dianggap penting dalam dunia politik internasional adalah negara-negara berkekuatan besar (greatpowers).

Kaum realis memahami hubungan internasional sebagai perjuangan negara-negara berkekuatan besar untuk menguasai negara lain, menjaga keamanan negaranya, dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik dunia (Rachmawati, 2012).

lde dan asumsi dasar kaum realis adalah: (1) pandangan pesimis atas sifat manusia; (2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang; (3) menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara; (4) skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti apa yang terjadi di dalam kehidupan politik domestik (Jackson & Sorensen, 1999).
Asumsi ini menunjukkan bahwa isu utama yang dibahas oleh kaum realis adalah politik dan keamanan.

Pada dasarnya, realisme merupakan pendekatan yang memfokuskan pada nilai-nilai dasar politik dari keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara (Rachmawati, 2012). Asumsi ini juga menunjukkan kaum realis memiliki pemikiran bahwa aktor-aktor internasional bersifat kompetitif dan mengutamakan konflik untuk mencapai kepentingannya.

Argumentasi realisme didasarkan dalam tiga hal, yaitu statism, survival, dan self help (Dunne & Schmidt, 2001). Statism menegaskan bahwa negara berdaulat memiliki kedudukan penting sebagai komunitas politik independen. Kemudian survivalmerupakan tujuan alamiah yang dimiliki oleh setiap negara, dimana kepentingan nasional negara yang utama adalah melindungi teritorial wilayahnya.

Para kaum realis beranggapan bahwa tujuan lain diluar surviva/seperti kepentingan ekonomi, lingkungan, dan Iain-Iain, merupakan kepentingan sekunder atau disebut dengan "low politics"(Dunne & Schmidt, 2001). Sedangkan self help merupakan kondisi dimana tidak ada jaminan dari negara Iain atas keselamatan negara yang bersangkutan (Rachmawati, 2012).

Banyak tokoh pemikir internasional yang menganut paham realisme, seperti Thucydides, Niccolo Machiavelli, Hans J. Morgenthau, dan Iain-lain. Thucydides menggambarkan hubungan antar bangsa penuh dengan konf1ik dan kompetisi antara negara kota Yunani Kuno (dikenal dengan kebudayaan Hellas) dengan bangsa-bangsa diluar kebudayaan tersebut (non-Hellas) seperti Macedonia atau Persia (Rachmawati, 2012). Lalu Machiavelli memiliki asumsi bahwa penguasa harus sekaligus menjadi singa dan rubah (Jackson & Sorensen, 1999).

Seorang pemimpin harus bertanggungjawab untuk selalu mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ilmuwan lain yang mewakili pemikiran ini adalah Hans J. Morgenthau. Morgenthau (1985) berbicara animus dominandi, manusia "haus" akan kekuasaan. Selain itu, Morgenthau juga mengatakan bahwa politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan.

Selain itu, studi HI )uga dipengaruhio1eh Jemikiran kaum liberalis. Perspektif liberalisme mulai nuncul ketika Presiden Amerika Serikat saat itu, Woodrow Wilson, mengusulkan ide untuk membentuk sebuah badan kolektif keamanan bersama yang dikenal dengan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) sebagai badan yang dapat menjaga keamanan dunia (Jackson & Sorensen, 1999).

John Locke (1689) dalam bukunya Two Treaties of Government menjelaskan mengenai dua ide dasar liberalisme, yaitu pertama, manusia adalah makhluk yang rasiona| dan oleh karenanya mampu belajar untuk mengenali aturan dan moral. Kedua, setiap manusia memiliki hak alami yaitu hak asasi yang dibawa selak lahir dan dengan demikian maka setiap manusia berhak atas kesempatan yang sama. 

Berbeda dari John Locke, Jackson dan Sorensen (1999) juga mengkategorikan liberalisme atas tiga asumsi dasar, yaitu: (1) pandangan positif tentang sifat manusia; (2) keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfhktual; (3) percaya terhadap kemajuan. Para penganut liberalisme berpendapat bahwa negara bukan satu-satunya aktor dalam hubungan internasional. Sela'm negara terdapat juga aktor nonnegara yang mempunyayi pengaruh di dunia internasional.
Liberal berasumsi bahwa semua negara akan dapat sejahtera jika melalui jalan yang sama, yaitu modernisasi (Rachmawati, 2012). Modernitas membentuk kehidupan baru yang Iebih baik, bebas dari pemerintah yang otoriter dan dengan tingkat kesejahteraan material yang Iebih tinggi. Modernisasi juga dapat meningkatkan ruang lingkup dan kebutuhan bagi kerjasama (Zacher & Matthew, 1995). Pada dasarnya kaum liberal bersifat optimis, yakni bahwa akal pikiran manusia dapat tiba pada kerjasama yang menguntungkan yang pada akhirnya dapat mengakhiri perang (Jackson 8. Sorensen, 1999).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun