Mohon tunggu...
Febi Cika Kamellia
Febi Cika Kamellia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Hukum Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resiliensi Perempuan Penyintas terhadap Kekerasan dalam Pacaran

27 Mei 2024   00:01 Diperbarui: 27 Mei 2024   00:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tinju Agresi Penyalahgunaan - Foto gratis di Pixabay - Pixabay

Perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran memiliki dampak yang berbeda-beda pada  tiap  individu. Resiliensi dapat membantu mengurangi efek tidak menyenangkan dari pacaran kekerasan. Resiliensi adalah kekuatan utama karakter positif yang membantu meningkatkan kekuatan emosional dan psikologikal. Mereka yang mampu menjadi resilient telah melalui proses dan didukung oleh sifat resiliensi mereka. Tahapan  resiliensi  yang  dilalui  oleh  perempuan sebagai korban  melibatkan  tujuh  aspek  yaitu regulasi  emosi,  pengendalian  impuls,  analisis  kasual,  efikasi  diri,  optimisme,  empati  dan pencapaian (Reivich & Shatte, 2002). 

Dalam  proses  menjadi  individu  yang resilien,  subjek  melalui  empat  tahapan:

  • Tahap Succumbing

Pada tahap succumbing, korban menanggapi kekerasan dengan pasrah dan menerima, lalu menangis sendiri atau bersama teman. Tangisan memiliki efek yang secara langsung dapat membuat seseorang merasa lebih baik dan merasa lega. Menumpuknya emosi  negatif  yang  dikeluarkan melalui tangisan dipercaya dapat membuat individu merasa lebih baik.

  • Tahap Survival

Pada tahap survival, korban mulai lelah dengan hubungan yang tidak kunjung membaik, dan kekerasan yang dilakukan pelaku menjadi lebih kuat dan lebih parah. Semua subjek menunjukkan alasan mereka tetap hidup karena rasa sayang. Korban memilih setia kepada pasangan karena mengharapkan sikap pelaku berubah. Pada tahap ini diperlukan dua aspek resiliensi: analisis kausal dan efikasi diri.

  • Tahap Recovery

Pada tahap recovery, korban mendapatkan dukungan dari teman atau keluarga selama tahap pemulihan. korban mendapat dukungan untuk berhenti mengingat kejadian buruk yang dilakukan pelaku. Dalam tahap pemulihan, optimisme diperlukan karena masih menyisakan efek dari kekerasan yang dialami selama berpacaran. Harapan akan membuat orang menggambarkan bahwa apa yang mereka alami saat ini akan berubah menjadi lebih baik di masa depan.

Orang-orang yang penuh harapan dan optimis mampu meningkatkan peluang untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi orang yang kuat. Orang-orang yang dekat dengan mereka mendapatkan saran dan pengaruh saat mereka membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan.

  • Tahap Thriving

Pada tahap thriving, korban akan menerima jika ada kerabat yang ingin menceritakan kekerasan yang mereka alami selama pacaran. Subjek menanggapi dengan mendengarkan, memberi saran, dan menawarkan bantuan. Pada saat ini, keadaan subjek telah membaik, bahkan mungkin lebih baik daripada sebelum insiden kekerasan.

Resiliensi sebagai cara seseorang dapat berhasil mengatasi stres. Untuk mencapai thriving dan penyintas, korban memiliki elemen yang bisa membantu ia melewati tahapan resiliensi. Pengenalan terhadap rasa sakit, penderitaan, dan perjuangan adalah bagian dari proses menjadi orang yang kuat (Munawaroh & Mashudi, 2019).

Media banyak menyiarkan berbagai kasus kekerasan dalam pacaran. Dalam sebuah kasus yang terungkap di Surabaya, seorang mahasiswa laki-laki melakukan pemerkosaan pada pacarnya karena terlalu sibuk dengan aktivitas kampusnya yang menyita waktu korban. Berita tentang pelaku yang membakar pacarnya karena cemburu muncul lagi hanya dua bulan setelah kejadian. Dua kasus ini hanyalah segelintir dari banyak kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), yang menunjukkan bahwa advokasi diperlukan untuk mencegah lebih banyak korban meninggal.

Berikut contoh bentuk kekerasan pada perempuan dalam pacaran, yaitu:

  • Kekerasan Fisik

Memukul, Mengguncangkan, Mendorong, Menggigit, Melempar barang ke pasangan, Menggunakan senjata untuk menyerang pasangan.

  • Kekerasan Psikologis

Mengabaikan perasaan pasangan, Menghina pendapat atau prinsip pasangan, Membentak menggunakan kata kasar, Mencaci maki.

Memaksa melakukan hubungan seksual, diancam oleh pelaku untuk menyebarkan video hubungan seksual mereka jika tidak menuruti keinginan pelaku. Maka korban mendapatkan kekerasan berupa memenuhi segala kebutuhan dalam bentuk materi ketika kencan dengan pelaku.

  • Kekerasan Ekonomi

Meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.

  • Pembatasan Aktivitas

Larangan berkomunikasi dengan teman laki-laki, Memasang aplikasi pelacak, Diatur dalam berpakaian, Dikontrol melalui social media.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekerasan terhadap perempuan pacaran termasuk pemahaman patriarki yang masih kuat, sifat temperamental kebiasaan yang tidak sehat seperti memakai narkoba, minum miras, dll.

Upaya penanganan tidak hanya berlaku bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran saja, tetapi suatu upaya penanganan menjadi hal yang sangat penting bagi pelaku kekerasan tersebut. Upaya penanganan bagi pelaku kekerasan termasuk menelusuri apa yang mendorong mereka untuk melakukan kekerasan, seperti peristiwa buruk atau trauma yang mendorong mereka untuk menyelesaikan konflik atau hal lainnya dengan kekerasan. Upaya penanganan juga mencakup memberikan pelaku konseling atau psikoterapi dari psikolog atau psikiater untuk membuat mereka sadar akan bahaya yang disebabkan oleh perbuatannya, baik bagi mereka sendiri maupun pasangannya.

Pemerintah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) pada tahun 2016 untuk mengetahui tentang pengalaman hidup perempuan dengan usia 15 tahun ke atas yang mengalami kekerasan. Dilaporkan bahwa 33,4% perempuan usia 15-64 tahun telah mengalami kekerasan fisik 18,1% dan kekerasan seksual 24,2% selama hidupnya. Di antara banyaknya kasus kekerasan pada perempuan, tingkat kekerasan fisik yang dialami perempuan belum menikah adalah 42,7%, dan tingkat kekerasan seksual yang paling sering dialami perempuan belum menikah adalah 34,4%.

Besar jumlah angka tercermin dalam kasus yang nyata terjadi di lingkup masyarakat. Kasus dan data yang ada membuktikan bahwa kekerasan dalam pacaran adalah permasalahan serius yang perlu ditangani segera. Perlu ada kesadaran bahwa kekerasan dalam pacaran bukanlah hal yang biasa. Kesadaran ini tidak muncul secara kebetulan. Mereka yang rentan menjadi korban kekerasan dalam pacaran harus dapat mengakses informasi tentang masalah ini.

Salah satu hak asasi manusia yang universal adalah hidup aman dan bebas dari kekerasan. Untuk perempuan korban kekerasan, pemerintah telah menyediakan berbagai layanan, seperti pengaduan, kesehatan, bantuan hukum, penegakan hukum, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, dan pendampingan tokoh agama. Layanan pengaduan menempati urutan tertinggi, dengan 1655 layanan (37%), diikuti oleh layanan kesehatan, dengan 830 layanan (19%). Layanan lain dengan urutan tertinggi adalah bantuan hukum dan penegakan hukum.

Jangan ragu dan takut; segera laporkan kepada pihak berwajib jika Anda atau orang terdekat mengalami kekerasan dalam pacaran.
Menghentikan kekerasan terhadap perempuan adalah langkah penting menuju kesetaraan gender dan memungkinkan perempuan berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan. Karena perempuan berperan penting dalam menciptakan generasi yang akan datang, kita harus melindungi perempuan dari kekerasan untuk memastikan generasi muda yang sehat dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun