Mohon tunggu...
Febi Febriyanti
Febi Febriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wonderful Life in Kampung Adat Cirendeu

28 Juni 2022   21:30 Diperbarui: 28 Juni 2022   22:30 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung Adat Cireundeu, bukan merupakan nama kampung adat yang asing lagi di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Kampung ini berada di kelurahan Leuwigajah, kecamatan Cimahi Selatan, kota Cimahi, provinsi Jawa Barat, tepat letak kampung adat Cireundeu ini berada di sebuah lembah yang diapit Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Seperti namanya asal-usul penamaan kampung adat Cireundeu diambil dari kata “ci” yang dalam bahasa sunda berarti cai atau dalam bahasa indonesia yang berarti air, dan “reundeu” yang merupakan nama sebuah pohon. Sehingga nama Cireundeu ini diambil karena wilayah nya yang memiliki banyak pohon reundeu. Kampung adat Cireundeu merupakan kampung adat yang memiliki masyarakat yang cerdas dalam mengelola kehidupan sehari-harinya, prinsip-prinsip kehidupan yang dipegang oleh masyarakat kampung Cireundeu dari masa ke masa tidak menjadi penghalang zaman, melainkan memberikan dampak positif dalam pola kehidupan. Dari segi bahasa keseharian masyarakat baik orang tua, maupun anak-anak dalam komunikasi menggunakan bahasa sunda sebagai bentuk menjaga budaya.

Salah satu hal yang menjadikan kampung adat Cireundeu dikenal oleh banyak masyarakat umum karena makanan pokok utama warga sekitar kampung Cireundeu bukan merupakan beras atau nasi, melainkan makanan pokok utamanya yaitu singkong. Bukan tanpa alasan singkong menjadi makanan utama warga kampung adat Cireundeu, hal ini tentu berkaitan dengan beberapa faktor seperti sejarah pada masa penjajahan dan letak geografis kampung Cireundeu. Terdapat salah satu kalimat yang menjadi gambaran singkong sebagai makanan pokok utama kampung adat Cireundeu.  “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.” (Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat). Melihat dari bagaimana masyarakatnya yang disiplin menjaga budaya serta alamnya dalam hal ini masyarakat Cireundeu dapat dikatakan mandiri dalam kehidupan pangan sehari-hari, karena masyarakat kampung Cireundeu biasa mengonsumsi apa yang mereka tanam.

Persoalan tata ruang di kampung Cireundeu sudah menjadi hal yang sangat di pentingkan dan bukan menjadi hal yang aneh bahkan tabu lagi dalam masyarakat, sebab perhatian tersebut merupakan bentuk penjagaan alam sekitar. Dalam proses keseharian tanam-menanam tumbuhan seperti singkong salah satunya, tidak dilakukan di sembarang tempat terdapat lahan khusus dalam menanamnya, lahan tersebut yakni Hutan Baladahan sebagai hutan garapan, atau hutan yang diperuntukan menanam atau berkebun. Karena kampung Cireundeu memiliki 3 hutan selain hutan baladahan, hutan lainnya yang terdapat di kampung Cireundeu yakni hutan larangan dan hutan tutupan, alasan tidak semuanya dijadikan hutan garapan yakni guna menghindari pengikisan tanah, longsor, dan banjir, serta untuk menjaga sumber air, oksigen yang bersih, dan keutuhan alam yang dibutuhkan mahluk hidup untuk kehidupan. Oleh karenanya terdapat aturan-aturan tertentu ketika memasuki suatu hutan tersebut, salah satunya yakni menanggalkan alas kaki ketika memasuki hutan.

Masyarakat kampung Cireundeu bukanlah masyarakat yang tertutup akan perkembangan zaman, hal ini tergambar dalam prinsip yang dipegang oleh masyarakat Cireundeu yakni “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” yang berarti “Ngindung Ka Waktu” yakni tetap warga kampung adat menjaga budaya dan adat istiadat leluhur , dan “Mibapa Ka Jaman” yang berarti tidak melawan zaman atau tetap mengikuti perkembangan zaman. Masyarakat kampung Cireundeu bahkan sangat peduli akan pendidikan anak-anak, hal ini terlihat dari adanya Sekolah Dasar yang berada di dalam wilayah kampung Cireundeu, bukan hanya itu terdapat pula bentuk sekolah kecil, bahkan di dalamnya terdapat layanan wifi gratis yang diberi oleh Diskominfo Jabar. Sekolah ini di fasilitasi untuk anak-anak kampung Cireundeu dalam mempelajari aksara sunda juga kesenian daerah, yang biasanya dilakukan tiap 1 minggu sekali yakni di hari minggu. Hal ini dilakukan guna menjaga kebudayaan dengan praktik secara langsung agar budaya tersebut tidak hanya dikenal dalam bentuk teori. Tidak hanya itu banyak pula anak-anak dari kampung Cireundeu yang sudah menjadi sarjana dan bekerja diluar kampung Cireundeu. Salah satu nasihat yang diberikan oleh orang tua kampung Cireundeu pada anaknya yakni salah satunya “kembali ke rumah harus dekat dengan alam”. 

Solidaritas antar masyarakat kampung Cireundeu sangat terasa mulai dari hal kecil seperti anak-anak yang masih banyak memainkan permainan tradisional bersama tanpa gangguan teknologi ditengahnya. Kemudian terlihat pula dalam suatu upacara adat yang akan dilakukan, dimana seluruh elemen masyarakat ikut membantu dalam prosesnya, bahkan menurut salah satu sesepuh kampung adat Cireundeu salah satu yang membuat kampung Cireundeu diberi penghargaan terkait dengan toleransi umat beragama yakni semangat gotong royong masyarakat yang tidak terhalangi oleh perbedaan ajaran ataupun agama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun