Mohon tunggu...
febi dwi putri
febi dwi putri Mohon Tunggu... -

menulis , menginspirasi, dan membumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kesombonganku

29 Juni 2013   10:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:15 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin lidah tak benar-benar fasih menuturkannya, atau mungkin hati yang kerap berdusta

Kesombongan semakin menjadi-jadi

Bergejolak membabi buta, tak ada yang berani menyampaikannya

Hanya kemarahan semata yang membuat lisannya melontarkan kata itu,

Dia selalu begitu, tak sungkan menyampaikan semuanya

Aku gambaran kerasnya dia, dia tau siapa aku

Seolah-olah sangat mengenalku ,

Sayangnya hanya satu sisi saja

Ada harapan yang muncul setiap kali dia mulai bersuara

Berharap dia mengenalku sepenuhnya, melihat ke dalam siapa aku

Aku yang juga tak mengenalnya dan dia yang tak juga mengenalku

Siapa yang harus di jadikan kambing hitam dalam perseteruan ini

Toh kita sama-sama bersalah,

Bila hukum tuhan berkata lain, haruskah ku tetap sujud pada dia

Toh bukan salahku sepenuhnya! Ku tegaskan itu,

Tapi kau memaksaku untuk tetap bersimpuh

Heran, apa kau tau aku dan dia

Aku menyangsikannya, tapi kau bersikukuh mengenal kami

Dan balik menegaskan agar aku berlutut...

Wajahmu merah padam , bibirmu membentuk segurat kekesalan

Masih bergeming, aku masih tak mau

Kau benar-benar sombong! Kata itu balik keluar

Semakin tak mengerti, aku semakin menggila

Sudahlah , kau memang anak yang tak tau diri!

Keras sekali ucapanmu, sama seperti dia

Aku yakin kalian bersekongkol, ingin menjatuhkanku

Sepertinya hidupmu penuh dengan pengkhianatan, kau balik menyerang

Kini dia tak sendiri, manjadi mereka semakin kuat dan aku mulai melemah

Salahlkah aku?

Ya, serempak sekali mereka

Apa?

Kesombongan !

Yang semakin menjadi, dia berkata

Yang tak mau mengalah pada kebenaran kau menambahkan

Lalu...

Bersujudlah minta ampunan,

Hati yang mulai mengeras bila dibiarkan akan membatu

Butuh waktu yang lama mengukirnya kembali,

Dan kau pikir kau punya kesempatan?

Umurmu ,bukan milikmu

Kau tau? Aku mengangguk

Kau merasa telah memberikan segalanya bukan? Masih mengangguk

Itulah kesombonganmu, sudahkah kau paham

Aku ragu , mengangguk dan menggeleng

Menjadi pilihan yang sulit

Aku sangat mengenal siapa yang mereka sebutkan, dan baru menyadarinya

Itu aku,aku, aku

Dia benar, dia memang selalu benar

Dan kau selalu mendukung kebenarannya

Lalu, apa yang akan aku lakukan?

Sujudlah, mohon ampunanNya

Menangis dan permohonan maaf

Tak kan menutupi luka dihatinya

Kau sadar bukan?

Bahkan bila seisi dunia memusuhimu

Kau paling tau siapa yang akan tetap mendekapmu!

Dia dia hanya dia

Dan kau meragukannya!

Kau terlalu angkuh

Walau hanya untuk menyapanya,

Memanggil sayang padanya

Kau manusia yang angkuh

Aku ? aku kah itu???

Doa ku tak cukupkah itu?

Kau kira cinta hanya berbatas  doa?

Kau lupakan cinta itu sebagai kata kerja!

Kau, benar-benar bodoh

Sudah cukup, !

Aku, bukan seperti itu

Ya, kau lah itu...

Masih tak sadar juga

Tuhan, yang Esa

Tempat semua hati berlabuh, semua permohonan di lontarkan

Tuhan,yang Pemurah

Kasih yang tak pernah memilih kekasihnya

Masih bisakah, aku memohon?

Pantaskah aku memohon?

padaMu, padaMu

Wahai sang pembolak balik hati

Penguasa alam ini

Aku, masih banyak berdosa

Banyak nista dan mungkin sangat hina

Sudihkah Engkau, menerima doa ku?

Ampuni kesombonganku,keangkuhanku

Pada dia, pada dia

Dia ibuku...

Cinta kasihku,

Yang tak pernah bisa aku sampaikan

Dalam tindak tandukku

Aku lukai dia dengan mulut tajamku

Dia ibuku...

Yang selalu aku doakan kebaikan untuknya

Namun tak bisa ku jaga perasaannya

Masih pantaskah aku meohon ampunanMu?

Dia ibuku...

Yang setia mendoakanku

Telah ku goreskan banyak luka di hatinya

Masih pantaskah aku?

Dia ibuku,

Yang jujur aku memohon padaMu

Untuk selalu melindunginya, ampuni aku Tuhanku

Ampuni aku Tuhanku, ampuni aku

Beri kesempatan untukku bahagiakannya

Sekali saja dengan tuturku, aku mengharap ampunan dariMu Tuhanku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun