Mohon tunggu...
Febe Julia Maharani
Febe Julia Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Perpajakan Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Budaya Wayang Kulit Sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia di Tengah Gempuran Budaya Virtual

8 Desember 2024   22:07 Diperbarui: 8 Desember 2024   22:18 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang terkenal karena kekayaan budayanya dimana setiap suku atau etnis memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Keberagaman budaya telah menjadi identitas nasional bangsa Indonesia yang dikemas dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Budaya merupakan suatu kebiasaan turun temurun yang harus dilestarikan secara konsisten oleh generasi penerus supaya budaya tersebut tidak hilang sehingga budaya telah menjadi salah satu identitas nasional bangsa Indonesia yang menjadi pembeda antara bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya. Namun sayangnya, budaya yang diterapkan di Indonesia bukanlah hanya budaya lokal asli Indonesia saja namun ada budaya asing yang masuk ke Indonesia akibat adanya tren globalisasi. Budaya asing yang masuk ke Indonesia ini menjadi ancaman tersendiri bagi budaya lokal terlepas dari keberadaannya yang menunjukkan adanya kemajuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya bukanlah suatu larangan asalkan budaya tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, namun tidak menampik bahwa masuknya budaya asing menjadi ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia (Syarbaini, 2010).

Ancaman yang dimaksud adalah ketika secara perlahan budaya asing menggeser keberadaan budaya lokal dan membuat generasi muda saat ini mengesampingkan pelestarian budaya lokal karena menganggap bahwa budaya asing jauh lebih mengikuti perkembangan zaman dan lebih modern (Hibatullah, 2022). Padahal melestarikan budaya lokal termasuk ke dalam salah satu implementasi dari nilai-nilai sila ketiga Pancasila. Inilah yang menjadi problematika utama dalam bidang kebudayaan di Indonesia. Banyak sekali budaya-budaya yang mulai tidak dikenal oleh generasi penerus karena tidak ada lagi pihak yang mempelajari dan melestarikannya. Salah satu budaya yang mulai hilang ditelan masa adalah wayang kulit.

Wayang kulit adalah budaya seni yang berasal dari Jawa yang pertama kali dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga dimana pada saat itu wayang kulit digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarluaskan agama Islam (Alfaqi, 2022). Tokoh dalam wayang kulit dikemas dalam cerita-cerita inspiratif yang penuh dengan nilai-nilai budaya, moral, serta pesan yang luhur seperti nilai gotong royong, kebersamaan dan kesatuan, keadilan, serta nilai budi pekerti lainnya. Setiap tokoh dalam wayang kulit memiliki karakternya masing-masing yang mengindikasikan beragamnya sifat manusia. Dulunya, pagelaran wayang kulit begitu banyak diminati oleh masyarakat sebagai salah satu hiburan, bahkan pegalaran wayang kulit bisa diselenggarakan satu malam penuh pada acara-acara tertentu. Namun sayangnya, setelah memasuki era revolusi industri dan masuknya berbagai budaya asing terutama tren budaya virtual, eksistensi wayang kulit seakan tenggelam dan tidak lagi dikenal masyarakat terutama oleh generasi muda saat ini.


Pembahasan

Budaya merupakan salah satu unsur dari identitas nasional yang sifatnya dinamis karena terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan seiring kemajuan zaman. Konsep identitas nasional berasal dari dua kata dasar yaitu "identitas" dan "nasional". Identitas berasal dari kata "identity" dalam bahasa Inggris yang artinya adalah ciri khas. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas artinya adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri. Kata nasional berasal dari kata "national" dalam bahasa Inggris yang artinya adalah connected with a particular nation. Sedangkan dalam KBBI, nasional artinya kebangsaan, berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jika dikaitkan dengan ketatanegaraan maka identitas nasional merupakan ciri-ciri atau karaktertistik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya (Sormin et al., 2021).

Beberapa alasan Identitas nasional diperlukan oleh bangsa Indonesia adalah (1) sebagai ciri-ciri atau karakteristik yang nantinya akan membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya; (2) identitas nasional penting bagi kelangsungan hidup negara; (3) identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia karena dengan mengenal identitas maka akantumbuh rasa saling menghormati dan menghargai. Identitas nasional memegang urgensi yang sangat penting sebagai pembeda sekaligus sebagai ajang untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap warga negara sehingga budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia tidak akan mampu menggeser kedudukan budaya lokal yang telah menjadi identitas nasional bagi bangsa Indonesia (Zulfa & Najicha, 2022).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa budaya merupakan salah satu unsur dari identitas nasional karena melalui budaya, negara luar dapat dengan mudah mengenali Indonesia karena ciri khas kebudayaannya yang begitu kental. Budaya dari segi etimologis berasal dari bahasa Sanskerta yaitu "budh" yang artinya adalah mengetahui atau mengerti. Sedangkan apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka budaya diartikan sebagai "keseluruhan pila niai, kepercayaan, perilaku, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu masyarakat" (Ratna, 2007). Menurut Edward B. Tylor, budaya merupakan sekumpulan perangai abstrak dan kompleks yang merupakan gabungan antara nilai, kepercayaan, moral, pengetahuan, hukum, serta kebiasaan yang diterapkan oleh sekelompok manusia sebagai anggota masyarakat. Kemudian menurut Kroeber dan Kluckhohn, budaya adalah sebuah warisan bernilai sosial yang memuat hasil pemikiran seni, hukum, serta adat yang mengandung nilai ciri khas di dalamnya (Boroch, 2018). Terakhir, menurut Ruth Benedict, budaya merupakan pola perilaku yang dilakoni oleh suatu masyarakat sebagai bentuk pengaruh dari masyarakat pendahulunya (Sedyawati, 2006). Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu hal yang abstrak dimana mengandung nilai, adat istiadat, pemikiran, kebiasaan, dan pola hukum yang menjadi peninggalan dari generasi sebelumnya untuk diterapkan secara turun temurun atas dasar kepercayaan.

Salah satu budaya lokal yang masih terus dilestarikan hingga sekarang adalah wayang kulit. Wayang berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah bayangan. Hal ini dikarenakan pada pagelaran wayang yang terlihat oleh penonton hanyalah bayang-bayang dari wayang kulit saja. Diperkirakan usia wayang kulit telah mencapai lebih dari 1000 tahun karena kisah mengenai seorang dalang yang mendapatkan upah setelah menggelar pagelaran wayang tercatat dalam Prasasti Raja Balitung yang berkuasa pada 899-911 M (Winaja, 2017). Meskipun tergolong budaya yang sudah ada sejak lama, pagelaran wayang hingga kini masih terus dilestarikan meskipun mulai sepi peminat. Wayang yang diperkenalkan kepada masyarakat bukanlah hanya kerajinan tangan yang terbuat dari kulit untuk kemudian digerakkan oleh seorang dalang saja melainkan wayang membawa sifat penokohan yang menyimpan banyak nilai-nilai dan karakter kehidupan. Selalu ada kisah dan pesan yang hendak disampaikan melalui pagelaran wayang seperti nilai-nilai luhur kehidupan, pemberantasan kejahatan dan penyiksaan, serta kebaikan yang selalu menjadi pemenang diakhir sebuah peperangan (Purwanto, 2018). Dalam dunai perwayangan dikenal tokoh-tokoh seperti Pandawa, Punokawan, Duryudhana, dan masih banyak lagi yang masing-masing memiliki wataknya sendiri.

Namun sayangnya, di era yang serba modern ini generasi muda seakan melupakan budaya-budaya lokal yang berusaha untuk dipertahankan oleh generasi pendahulunya, termasuk di dalamnya adalah budaya wayang kulit. Generasi muda lebih menyukai menonton serial drama atau film yang tayang diberbagai platform media sosial daripada harus pergi untuk menonton pagelaran wayang kulit di sanggar budaya yang dinilai membosankan. Wayang kulit tidak lagi dianggap menarik oleh generasi muda sehingga secara perlahan wayang kulit mulai tersingkirkan keberadaannya. Alasan yang memicu lunturnya eksistensi wayang kulit diantaranya adalah (1) generasi muda yang tidak memahami alur cerita yang dibawakan oleh dalang dengan menggunakan bahasa jawa; (2) rasa jenuh dan bosan saat menonton pagelaran wayang. Adanya anggapan bahwa pembawaan dalang tergolong kuno dan tidak diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya modern sehingga dianggap ketinggalan zaman; dan (3) Adanya anggapan bahwa pagelaran wayang kulit identik dengan pagelaran orang tua yang tidak cocok untik golongan generasi muda. Anggapan ini muncul karena tidak dapat dipungkiri bahwa di era saat ini peminat dari pagelaran wayang kulit hanyalah orang tua yang memang sudah mengenal wayang kulit sejak kecil (Tjahyadi et al., 2019).

Alasan-alasan tersebut bermuara pada adanya anggapan bahwa wayang kulit adalah budaya tradisional yang tidak mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak mengherankan jika eksistensinya mulai luntur. Perlu ditemukan solusi yang efektif supaya wayang kulit tidak semakin tergantikan dengan masuknya budaya-budaya asing lainnya. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah mengemas cerita perwayangan ke dalam sebuah video animasi interaktif yang dapat ditonton dimana saja dan kapan saja. Disebutkan sebelumnya bahwa generasi muda menganggap bahwa wayang kulit adalah budaya kuno yang tidak mampu bersinergis dengan kemajuan teknologi sehingga untuk mematahkan anggapan tersebut, wayang kulit dapat dikemas dalam balutan perkembangan teknologi berupa video animasi interaktif. Bentuk modernisasi dari wayang kulit adalah dengan menyuguhkan penampilan wayang kulit dalam ruang virtual yang begitu lekat dengan generasi muda saat itu. Memang benar bahwa anak tidak dapat memegang wayang secara langsung namun setidaknya generasi saat ini paham bahwa wayang adalah budaya lokal bangsa yang harus dilestarikan dengan harapan adanya modernisasi ini dapat meningkatkan minat generasi muda dalam menggali pengetahuan mengenai budaya lokal tekait.

Realitas Virtual  atau Virtual Reality (VR) adalah sebuah teknologi yang menyajikan realitas maya seakan-akan menjadi suatu realitas yang nyata. Pada penggunaannya, pengguna VR akan dihadapkan pada sebuah ruang virtual yang merupakan manipulasi lingkungan 3D sehingga lingkungan yang virtual tersebut tampak seperti nyata. Pengalaman yang didapatkan dari metode VR akan jauh terasa lebih nyata jika dibandingkan dengan hanya sekadar menonton televisi atau video saja karena pengguna didesain untuk bisa menyentuh, melihat, atau merasakan apa yang ada di dalam ruang virtual secara nyata (Saurik et al., 2018). Teknologi Realitas Virtual berbasis mobile akan diperkenalkan sebagai media interaktif yang dapat membuat pengguna dapat merasakan berada di dimensi virtual pertunjukan atau pagelaran wayang tanpa harus hadir secara langsung pada pertunjukan tersebut. Melalui VR ini, pengguna dapat menyaksikan pagelaran wayang dan sebelumnya pengguna akan diajak untuk mengenal lebih dalam tokoh-tokoh wayang yang digambarkan di dalam pertunjukan.

Namun ada beberapa hal yang harus digaris bawahi bahwa untuk melestarikan wayang kulit sebagai salah satu kebudayaan Jawa Tengah tidak bisa jika hanya dilakukan dengan mengenalkan wayang kulit menggunakan video animasi interaktif. Anak-anak generasi muda zaman sekarang tetap perlu untuk melihat dan mengenal bentuk asli dari wayang kulit. Hal lain yang dapat diupayakan adalah (1) melakukan kunjungan kebudayaan ke pagelaran wayang kulit dimana kunjungan tersebut dimasukkan sebagai salah satu agenda wajib dalam dunia pendidikan; (2) membuka ekstrakulikuler yang berkaitan dengan wayang kulit dimana nantinya generasi muda dipersilahkan untuk membuat pagelaran wayang sendiri; dan (3) berkunjung ke berbagai museum wayang kulit untuk sekadar mengetahui rupa perkembangan wayang kulit dari masa ke masa (Widiawati et al., 2022). Diharapkan dengan pelaksanaan upaya demikian secara berkelanjutan akan mampu mempertahankan budaya wayang kulit sebagai salah satu identitas nasional bangsa Indonesia.


Penutup

Identitas nasional merupakan unsur-unsur yang menjadi pembeda antara bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya sehingga pembeda tersebut menjadi identitas tersendiri bagi suatu bangsa. Salah satu unsur dari identitas nasional adalah keberagaman budaya Indonesia yang telah menjadi rahasia umum di seluruh dunia bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaannya. Budaya yang ada saat ini merupakan warisan budaya dari jaman nenek moyang atau yang disebut dengan budaya lokal. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, budaya lokal mulai tersingkirkan dengan berbagai budaya modern yang lekat dengan budaya virtual.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa video animasi interaktif dapat digunakan untuk memperkenalkan wayang kulit kepada para generasi muda namun untuk melestarikan wayang kulit upaya itu saja tidak cukup, melainkan generasi muda harus diajak untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit sendiri atau berkunjung ke berbagai museum guna mengetahui sejarah di balik budaya wayang kulit. Mengintegrasikan budaya wayang kulit dengan perkembangan teknologi menjadi hal penting yang harus diperhatikan baik oleh pemerhati kebudayaan, pemerintah, maupun generasi muda supaya wayang kulit tidak punah eksistensinya jika dibandingkan dengan kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia.


Referensi

Alfaqi, M. Z. (2022). EKSISTENSI DAN PEROBLEMATIKA PELESTARIAN WAYANG KULIT PADA GENERASI MUDA KEC. RINGINREJO KAB. KEDIRI. Jurnal Praksis Dan Dedikasi (JPDS), 5(2), 119--128.

Boroch, R. (2018). Antropological Theory of Culture---Research Report. Tomsk Journal of Linguistics and Anthropology, 2(20), 120--126.

Hibatullah, F. A. (2022). Pengaruh globalisasi terhadap pembangunan karakter generasi muda bangsa Indonesia. Jurnal Pendidikan Dasar Dan Humaniora, 10(1), 1--9.

Purwanto, S. (2018). Pendidikan Nilai dalam Pagelaran Wayang Kulit. TA'ALLUM: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 1--30.

Ratna, I. N. K. (2007). Estetika Sastra dan Budaya. Pustaka Pelajar.

Saurik, H. T. T., Purwanto, D. D., & Hadikusuma, J. I. (2018). Teknologi Virtual Reality untu k Media Informasi Kampus. Jurnal Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer (JTIIK), 6(1), 71--76.

Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. PT Raja Grafindo Persada.

Sormin, Y., Furnamasari, Y. F., & Dewi, D. A. (2021). Identitas Nasional Sebagai Salah Satu Determinan Pembangunan Dan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 7278--7285.

Syarbaini, S. (2010). Implementasi Pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Graha Ilmu.

Tjahyadi, I., Wafa, H., & Zamroni, M. (2019). Kajian Budaya Lokal. Pagan Press.

Widiawati, B. H., Hasim, N., & Murcahyanto, H. (2022). Pelestarian Seni Budaya Daerah Sasak Melalui Program Ekstrakulikuler. ABSYARA: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 3(1), 100--109.

Winaja, I. W. (2017). Transformasi Kearifan Lokal dan Pendidikan Karakter dalam Pertunjukan Wayak Genk Blonk. CAKRA PRESS.

Zulfa, A., & Najicha, F. U. (2022). URGENSI PENGUATAN IDENTITAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI SOCIETY 5.0 DI ERA GLOBALISASI. Jurnal Kalacakra, 3(2), 65--71.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun