Sejak zaman dulu, manusia berkelana untuk menjelajahi lingkungannya, menantang hal-hal yang tidak mereka ketahui. Dari era Aristoteles ke Nietzche, hingga saat ini, kita masih mengajukan pertanyaan yang sama: apa itu kebenaran?
Manusia itu unik; untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Setiap orang lahir dari proses evolusi yang panjang, diciptakan sebagai manifestasi dari semacam gagasan kekuasaan yang kompleks.Â
Apa yang manusia lihat dan rasakan bertahun-tahun yang lalu dan apa yang kita lihat dan rasakan sekarang, tentu berbeda dalam cara kita memahami maknanya. Keyakinan manusia tumbuh seiring perkembangan zaman.
Beberapa orang memegang keyakinan bahwa manusia dilahirkan sebagai halaman kosong, artinya semua pengetahuan kita berasal dari cara kita untuk memahami sesuatu, tabula rasa.Â
Bertentangan dengan keyakinan ini, yang lain menyatakan bahwa kita tidak dilahirkan sebagai halaman kosong. Pikiran kita menyimpan beberapa pengetahuan, disebut sebagai teori innatism. Namun, mana di antara keduanya yang benar? Dan mana yang salah?
Kita mungkin berpikir bahwa apa yang kita miliki saat ini adalah apa yang kita anggap benar. Mirip dengan pendahulu kita, mereka pasti berpikir bahwa apa yang mereka miliki saat itu adalah benar. Jadi, apakah kebenaran itu? Bagaimana kita bisa mendefinisikannya?
Cukup rumit untuk dijelaskan, tetapi kebenaran sejati adalah sesuatu yang memegang nilai fakta; benar dalam segala hal.Â
Kebenaran dan kepercayaan perlu diterima sebagai dua hal yang berbeda, tetapi juga mungkin bagi mereka untuk bersinggungan di beberapa titik.Â
Bukan berarti apa yang semua orang anggap benar atau hanya yang anda yang tahu itu benar. Suatu hal bisa benar karena itu benar.
Pertarungan tentang kebenaran juga berlangsung antara pemerintah dan kaum buruh. Tahun ke tahun seolah tak selesai juga kesalahpaham antarkedua subtansi tersebut.Â