“Tidak?” tanya Nyonya Sappleton setelah menguap lebar. Lalu dia mendadak sangat perhatian, namun tidak pada apa yang Framton katakan.
“Akhirnya mereka datang!” teriaknya. “Tepat pada saat minum teh, dan mereka tidak tampak seperti sudah tenggelam dalam lumpur hingga ke mata!”
Framton sedikit gemetar dan berpaling pada gadis keponakan Nyonya Sappleton dengan pandangan yang ingin menunjukkan pemahaman simpati yang dalam. Gadis itu menatap jendela yang terbuka dengan mata terbelalak. Dengan kengerian yang tak terungkapkan, Framton membalikkan badannya dan memandang ke arah yang sama.
Dalam temaram yang pekat, tiga sosok berjalan melintasi halaman rumput memasuki jendela. Mereka masing-masing membawa senapan, dan salah satu dari mereka tenggelam dalam mantel putih panjangnya. Seekor anjing spaniel coklat yang tampak sangat lelah berjalan di dekat kakinya. Tanpa suara mereka mendekati rumah, dan suara serak seorang pemuda memecah kelam, “Aku bilang, ‘Bertie, why do you bound?’”
Framton merampas tongkat dan topinya serabutan, meraih gagang pintu dengan kasar, menghantam jalanan kerikil, membuka paksa gerbang depan dan kabur dengan tergesa-gesa. Dia memacu sepeda menghantam tanaman untuk menghindari tabrakan yang nyaris terjadi.
“Kami datang, Sayang,” ujar pemburu dengan mantel putih, memasuki jendela. “Agak berlumpur, tapi masih kering. Siapa yang meloncat keluar saat kami datang?”
“Pria paling aneh, Tuan Nuttel namanya,” jawab Nyonya Sappleton, “yang hanya bisa berbicara tentang penyakitnya, dan tergagap-gagap tanpa mengucapkan selamat tinggal atau minta maaf karena pergi saat kau tiba. Orang akan mengira dia telah melihat hantu.”
“Kuharap yang dimaksudnya anjing ini,” ujar gadis kecil keponakan itu dengan tenang. “Dia mengatakan dia takut pada anjing. Dia pernah dikejar segerombolan anjing liar sampai ke kuburan di suatu tempat di pinggiran Ganges, dan harus melewati malam itu di sebuah lubang kuburan yang baru digali dengan makhluk-makhluk itu menggonggong dan menyeringai dengan mulut berbusa diatasnya. Cukup untuk membuat siapa saja terganggu syarafnya.”
Nuansa romantis pun memenuhi ruangan itu.
***
Hector Hugh Munro (18 Desember 1870-13 November 1916), dikenal dengan nama pena Saki, dan juga sering disebut H H Munro, adalah seorang penulis berkebangsaan Inggris. Mengawali karir kepenulisan sebagai jurnalis di Westminster Gazette, Daily Express, Bystander, Morning Post, and Outlook. Buku pertamanya terbit di tahun 1900, The Rise of the Russian Empire, sebuah buku sejarah. Novel-novelnya antara lain The Unbearable Bassington, seri The Westminster Alice (sebuah parodi Alice in Wonderland), dan When William Came, subtitle dari A Story of London Under the Hohenzollerns, sebuah novel fantasi tentang masa depan invasi Jerman ke Inggris Raya. Cerpen ini diterjemahkan dari judul aslinya, “The Open Window”, yang termuat dalam situs www.classicshorts.com.
Febby Fortinella Rusmoyo, lahir di Pekanbaru, 14 Februari 1982; alumnus UIN Suska Riau, bekerja di UIN Suska Riau, dan pernah belajar di Sekolah Menulis Paragraf, domisili Pekanbaru. Karya-karyanya pernah dimuat di Riau Pos, Padang Ekspres, Haluan Riau, Sumut Pos; dan puisinya termuat dalam buku Rahasia Hati: Antologi Penyair Muda Riau 2010 yang ditaja oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau.