“Tragedinya?” tanya Framton, bagaimanapun di desa yang tenang seperti ini sebuah tragedi tampak tak mungkin terjadi.
“Anda mungkin heran mengapa kami tetap membiarkan jendela terbuka pada sore bulan Oktober,” jawab ponakan itu sambil menunjuk sebuah jendela Prancis yang terbuka lebar menghadap halaman rumput.
“Mungkin karena ini waktu yang sedikit hangat sepanjang tahun,” balas Framton. “Tapi apakah ada hubungannya dengan tragedi itu?”
“Di luar jendela itu, di suatu hari pada tiga tahun yang lalu, suami dan dua adik laki-lakinya pergi berburu. Mereka tak pernah kembali. Saat mencari-cari tempat yang tepat sebagai persembunyian dalam perburuan mereka saat itu, mereka bertiga tertelan lumpur hisap. Saat itu sudah memasuki musim panas yang mengerikan, Anda tahu, dan tempat-tempat yang biasanya aman pada waktu lain di sepanjang tahun, saat itu menjadi sangat berbahaya tanpa ada tanda-tanda. Tubuh mereka tak pernah ditemukan kembali. Itu hal yang paling mengerikan.”
Pada saat itu, suara gadis itu kehilangan ketenangannya dan menjadi tergagap-gagap. “Bibi yang malang selalu berharap mereka akan kembali suatu hari nanti. Mereka, dan seekor anjing spaniel kecil mereka yang berwarna coklat yang juga ikut hilang bersama mereka. Dan berjalan memasuki jendela itu sebagaimana biasa mereka lakukan. Itulah mengapa jendela itu tetap dibiarkan terbuka setiap hari hingga menjelang malam. Bibi sayang yang malang… Dia masih sering menceritakan padaku bagaimana mereka keluar. Suaminya mengenakan mantel hujannya yang berwarna putih, dan Ronnie, adik laki-lakinya yang paling kecil, menyanyikan ‘Bertie, why do you bound?’ seperti yang sering dilakukannya jika sedang menggoda Bibi, dan karena cerita-cerita itu Bibi mendapatkan penyakit syarafnya ini.
Tahukah Anda, kadang dalam kesunyian, malam-malam tenang seperti ini, aku mendapat perasaan aneh bahwa mereka akan berjalan memasuki jendela itu…”
Dia terdiam sambil bergidik. Framton lega saat sang bibi bergegas memasuki ruangan dengan penuh penyesalan karena terlambat tiba.
“Kuharap Vera telah menghiburmu,” ujarnya.
“Dia sangat menarik,” balas Framton.
“Kuharap Anda tidak keberatan jendelanya tetap terbuka,” ujar Nyonya Sappleton segera, “Suami dan adik-adikku akan segera pulang dari berburu, dan mereka selalu masuk dari sini. Mereka pergi berburu, jadi mereka akan membuat karpet saya sangat kotor. Namanya juga pria, ya kan?”
Dia mengoceh dengan riang tentang perburuan dan kelangkaan burung, dan prospek bagi bebek-bebek di musim dingin. Bagi Framton, ini sangat mengerikan. Dia putus asa dan hanya sedikit sekali mampu berusaha untuk memotong pembicaraan Nyonya Sappleton yang terdengar horor. Dia sadar bahwa nyonya rumah itu tidak terlalu memperhatikannya, dan matanya tak pernah lepas dari memandang jendela dan lapangan rumput yang terbuka di belakang Framton. Sungguh ketidaksengajaan yang tidak menyenangkan bahwa dia harus membayar kunjungan ini pada sebuah peringatan tragis.
“Para dokter setuju untuk memberikanku istirahat total, menjauhi rangsangan kejiwaaan, dan mencegah apapun yang bersifat kekerasan fisik,” ungkap Framton, yang bersusah-payah berbicara atas delusi panjang bahwa keterasingan total dan kesempatan berkenalan sesungguhnya membutuhkan detil yang paling minim atas penyakit dan kelemahan seseorang, baik penyebab maupun obatnya. “Tentang masalah diet, mereka tidak terlalu sepakat,” lanjutnya.