Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak dan gas bumi, batu bara, mineral, serta hasil perkebunan dan kehutanan. Namun, selama ini Indonesia cenderung mengekspor sumber daya alam tersebut dalam bentuk mentah atau setengah jadi. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang diperoleh Indonesia relatif rendah, sementara negara-negara lain yang mengolah sumber daya tersebut menikmati keuntungan yang lebih besar.
Bagi pemerintah Indonesia, kebijakan hilirisasi adalah salah satu metode untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan daya saing ekonomi negara. Hal ini sejalan dengan pendapat Ndruru dan Zulian (2023) dalam penelitiannya yang berjudul  "Dampak Hilirisasi Nikel Pemerintah Indonesia Terhadap Uni Eropa" menjelaskan bahwasannya bagi Uni Eropa, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia menimbulkan berbagai kerugian bagi wilayah mereka, karena pembelian nikel tidak dapat dilakukan selama proses hilirisasi nikel yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia.
Salah satu sektor yang berpotensi besar untuk dikembangkan adalah industri Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas bumi yang besar, tetapi sebagian besar diekspor dalam bentuk mentah. Dengan membangun pabrik-pabrik petrokimia, Indonesia dapat mengolah minyak dan gas menjadi produk-produk bernilai tinggi seperti plastik, karet sintetis, pupuk, dan bahan kimia lainnya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi besar di sektor pertambangan dan mineral. Kebijakan hilirisasi dapat mendorong pembangunan pabrik-pabrik pengolahan bijih besi, tembaga, nikel, dan mineral lainnya menjadi produk setengah jadi atau bahkan produk akhir. Hal ini akan menciptakan rantai nilai yang lebih tinggi dan memperkuat daya saing industri nasional.
Namun, untuk mewujudkan kebijakan ini, diperlukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur, seperti pembangunan pabrik-pabrik, pelabuhan, dan jalur transportasi yang memadai. Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan insentif dan kemudahan bagi investor, serta memastikan ketersediaan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh industri-industri tersebut.
Tantangan dan Peluang Kebijakan Presiden/Wapres Prabowo-Gibran tentang Hilirisasi dan Pengembangan Industri berbasis Sumber Daya Alam Menuju Indonesia Maju
Tantangan pertama yang harus dihadapi adalah mengubah mindset dari eksportir bahan mentah menjadi produsen produk jadi bernilai tinggi. Ini membutuhkan investasi besar dalam teknologi dan sumber daya manusia untuk membangun pabrik-pabrik pengolahan yang canggih. Selain itu, diperlukan juga perbaikan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan listrik agar rantai suplai dapat berjalan lancar. Hal ini sejalan dengan pendapat Kirana dkk, (2023) dalam penelitiannya yang berjudul "Transformasi Digital terhadap Sumber Daya Manusia sebagai Upaya Meningkatkan Kapabilitas Perusahaan" yang menjelaskan bahwasannya kemajuan teknologi dan industri membutuhkan tenaga kerja yang handal di setiap perusahaan serta perusahaan yang tangguh mampu bertahan menghadapi segala perubahan dan tantangan waktu.
Tantangan berikutnya adalah persaingan global yang ketat. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain yang juga mengembangkan industri serupa. Hal ini sejalan dengan pendapat Romarina (2016) dalam penelitiannya yang berjudul "Economic Resilience pada industri kreatif gunamenghadapi globalisasi dalam rangka ketahanan nasional" yang menjelaskan bahwasannya kemampuan untuk mengubah produk lokal menjadi produk atau karya yang memiliki daya tarik global adalah tantangan dan peluang bagi ekonomi kreatif di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran yang andal, serta standar kualitas dan efisiensi produksi yang tinggi agar produk-produk Indonesia dapat bersaing di pasar internasional.
Di sisi lain, kebijakan ini juga membuka peluang besar bagi Indonesia. Hilirisasi akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam kita. Selain itu, pengembangan industri juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak dan ekspor. Peluang lain yang terbuka adalah diversifikasi produk dan pasar. Dengan mengolah sumber daya alam menjadi produk jadi, Indonesia dapat memproduksi berbagai macam barang yang memiliki pangsa pasar yang luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayuningtyas dan Winahyu (2023) dalam penelitiannya yang berjudul "Analisis Loyalitas Pelanggan Berdasarkan Diversifikasi Produk, Harga, Dan Kepuasan Pelanggan (Studi Empiris Loyalitas Pelanggan Pada Mie Apong Sampurna Gebang Jember)" yang menjelaskan bahwasannya diversifikasi produk dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kinerja bisnis yang ada dengan mengidentifikasi peluang bisnis yang menarik. Langkah ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada komoditas tertentu dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Dalam mewujudkan visi ini, diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Kebijakan hilirisasi dan pengembangan industri berbasis sumber daya alam harus didukung dengan regulasi yang kondusif, insentif fiskal, serta kerja sama dengan investor dan mitra strategis, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan bijaksana, Indonesia dapat menjadi negara maju yang berdaya saing global. Tantangan yang ada harus dihadapi dengan strategi yang matang, sementara peluang yang terbuka harus dimanfaatkan secara maksimal. Hanya dengan cara itulah Indonesia dapat mewujudkan kemakmuran dan kemandirian ekonomi yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H