Terik matahari menyengat kulit
Sinar kuningnya menyinari bumi
Hiruk piruk kendaraan terdengar bising
Mobil motor berseliweran tak henti-henti
Tak terpikirkan aku akan tinggal di sana
Takdir tak terduga telah menyeretku
Sehingga terpaksa meninggalkan halaman rumah
Dua bola mata merah memandang kepergianku
Iris cokelatnya berkaca-kaca berkilauan
Kebahagiaan dan kesedihan merundung bersamaan di sana
Masih jelas ku ingat mata itu
Oh, Ibu... Oh, Ayah ...
Terima kasih atas izin dan keridhoanmu
Aku akan menjadi manusia lebih baik
Hamba lebih baik
Anak yang bisa menghantar ke dalam kebaikan
Menuntut ilmu, memanfaatkan waktu
Menghafal, mempertahankan
Beribadah bertilawah, berdoa berusaha
Bangkit dalam kegagalan, menginjak kemalasan
Berangkat di pagi yang hangat, pulang di malam yang dingin
Gedung-gedung tinggi bersinaran lampu
Malam yang gelap, beribu bintang bergemerlap
Bulan terang menemani kesunyian
Tak terasa sudah dua bulan berlalu ...
Di kota asing ini, menjadi tempatku menetap
Orang-orang dari berbagai kota yang jauh, kini menjadi satu keluarga
Belajar, bertugas, tertawa ria bersama-sama
Ucapan syukur terlontar tak henti-henti dari bibirku
Untuk Tuhan Yang Esa dan Maha Kuasa
Karean-Nya, kehidupanku menjadi lebih baik
Karena-Nya, apa yang ku cita-citakan terwujud.
Terima Kasih, Ya Allah ...
_____
By: Febbfbrynt
Jakarta Selatan, 03 November 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H