Suhu AC yang sangat dingin di sebuah ruang kelas, membuat beberapa orang di dalamnya menggigil kedinginan. Namun, hal ini tidak mengganggu salah seorang mahasiswi yang kini tengah menunduk, sedangkan tangannya sibuk menggerakkan sebuah pena yang membuat noda tulisan di atas binder. Â
Tiba-tiba, kepala gadis itu terangkat. Raut wajahnya berkerut rumit seolah terpikir sesuatu yang menyusahkannya.Â
"Ah! Aku masih tak percaya!" serunya tiba-tiba.Â
Untung saja, teman-teman sekelasnya fokus pada kegiatannya masing-masing, sehingga mereka tak mendengar apa yang dia katakan kepada dirinya sendiri. Tentu saja jika mereka mendengar, mereka akan kebingungan dengan tingkahnya yang aneh dan berbicara sendiri.
"Kenapa bisa aku ada di sini?" gumamnya pelan sembari mengedarkan pandangan ke setiap sudut kelasnya. "Padahal, baru kemarin aku mati-matian bekerja di sebuah pabrik, namun kenapa sekarang aku malah berada di Jakarta dan kuliah di sini? Apa takdir tak terduga ini tiba di waktu sesingkat itu?"
Merenung dengan pikiran melayang, gadis itu lantas menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Sudahlah. Kepalaku semakin pusing jika semakin ku pikirkan."Â
Tak menghiraukan perhatian teman-teman yang mulai memperhatikannya dengan tatapan aneh dan heran, gadis itu melanjutkan menulis materi di papan  yang tak sempat ia tulis.
***
Renia Meilani, Mahasiswa baru di sebuah sekolah tinggi agama Islam itu, masih tidak percaya dengan kehidupannya yang berubah 180°. Bisa terhitung hari sebelumnya, Renia masih bersantai-santai di rumahnya setelah di berhentikan kerja di sebuah pabrik besar daerah tempat tinggalnya. Reina berniat akan membuat surat lamaran kerja untuk mencari pekerjaan di tempat lain, namun takdir berkata lain.
Gadis berusia 18 tahun itu, sama sekali tidak pernah berniat untuk kuliah setelah memasuki dunia kerja. Setelah dia lulus SMA, bahkan sebelum Graduation, gadis itu sudah berkeinginan untuk mencari uang sendiri. Menjadi keberuntungannya, gadis itu langsung di terima di sebuah pabrik pakaian yang cukup besar. Setelah habis kontrak dengan pekerjaan itu, Renia di berhentikan kerja pada saat mencapai lima bulan bekerja di sana.
Masih ingat dengan jelas oleh Renia, hari Kamis tanggal 25 Agustus, dia menganggur di rumahnya. Antara senang bisa rebahan di kebiasannya cape-cape kerja, dan sedih karena merasa monoton dan bosan. Akhirnya, dia memutuskan membuat lamaran kerja untuk hari Senin tanggal 29 Agustus-nya.
Di tengah Reina santai, dia hanya meng-scroll Tik Tok dan melihat-lihat akun Instagram-nya. Tiba-tiba, ada seseorang yang mengajaknya kuliah begitu saja. Tentu saja Reina tidak akan mau dengan mudah, terlebih jika memikirkan biayanya nanti. Namun ternyata, seseorang itu mengajak dia kuliah di tempat yang gratis sepenuhnya. Percaya? Tentu tidak. Renia berpikir, mana mungkin ada kuliah gratis? Terkecuali beasiswa. Dia yang berprestasi biasa-biasa saja tidak akan mungkin mencapai beasiswa itu.
Lagi-lagi, takdir berkata lain. Entah bagaimana, bujukan dan ajakan seseorang itu membuat Renia berubah pikiran tiba-tiba. Minat kuliah yang awalnya 0%, berangsur-angsur berangka, berbelasan persen, bahkan sampai 50% lebih. Seseorang itu memberikan semua yang berkaitan dengan kampus itu, sehingga keyakinan Renia semakin kuat. Sampai pada keputusannya bulat untuk kuliah.
"Siapa orang ini? Mengapa menganggu periode pengangguran ku?" Renia berdecak sembari menatap kesal pada sebuah nomor di WhatsApp-nya. Senyum di bibir gadis itu langsung melengkung saat membayangkan dia memasuki dunia perkuliahan. Namun, perkataan di mulutnya tidak sesuai dengan ekspresinya. "Heh, dengan semudah itu kamu merubah pikiranku yang hanya kerja, kerja, dan kerja? Bagaimana bisa sih? Hmm ... Padahal aku masih ingin mencari uang sendiri."
Perjuangan dan perjalanan Renia ke Jakarta, sampai dia di terima di kampus itu, cukup berat. Terutama meminta izin kepada kedua orang tuanya. Tentu saja sebagai orang tua, mereka tidak akan semudah itu percaya bahwa ada perkuliahan gratis, apalagi tempatnya di luar kota. Terlebih, Renia adalah seorang gadis. Bagaimana mungkin mereka membiarkan putrinya itu tinggal di luar kota sendirian?
Cukup sulit bagi Renia untuk membujuk kedua orang tuanya saat itu, karena ia sudah sepenuhnya percaya bahwa kampus gratis tersebut benar-benar ada. Karena Renia sudah di tes secara online oleh salah seorang dosen kampus tersebut.
Di saat keputusannya benar-benar bulat untuk pergi pada hari Senin tanggal 29, pada hari Sabtunya, Renia sama sekali belum mendapatkan izin ibunya. Cukup stres untuknya karena posisi Renia tidak bisa mundur di saat tesnya sudah lulus, dan tidak bisa maju karena persoalan izin. Dengan do'a dan permohonan kepada Allah, pada hari Ahad, Renia mencoba meminta izin ibunya dengan teramat lembut dan baik. Akhirnya, ibunya luluh dan mendukung. Hati Renia melambung bahagia. Matanya berkaca-kaca dengan senyum semringah di bibirnya. Pada saat itu juga, Renia langsung menyiapkan semua barangnya untuk di bawa pergi ke luar kota--Jakarta.
Dini hari, Senin tanggal 29. Renia berangkat dari kota asal bersama ayahnya. Lalu, dua jam kemudian, dia sampai di Jakarta pada pukul empat pagi.
Melihat kampus dengan bangunan tinggi di hadapannya, Renia masih tak percaya dia akan berkuliah di sini. Impian tak terduga, singkat, namun nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H