Mohon tunggu...
F Daus AR
F Daus AR Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Penggerutu

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Cerpen yang Melangkahi Waktu (Bagian 3)

17 Januari 2020   09:07 Diperbarui: 17 Januari 2020   09:27 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi (2020)

Di luar Metamormofosis, cerpen Anjing-anjing Liar dan Orang-orang Arab menampilkan kecanggihan Kafka bercerita jika dikembalikan pada masanya. Kita hanya bisa mengukur itu sebagai pemberontakan Kafka dari posisi kita saat ini bahwa, Kafka telah mengutak-atik dongeng dan cerita yang dialami masyarakat di zaman dia hidup. Cerpen ini juga menunjukkan betapa pengaruh Kafka mengilhami penulis selanjutnya dalam mengembangkan struktur dan narasi.

_

Bila mengingat kembali, di kisaran tahun 2002 atau 2003 cerpen Putu Wijaya mengentak pikiran. Setidaknya itu yang saya alami bila membandingkan cerita yang lumrah dibaca di pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Bom (Balai Pustaka: 1992). Demikian judul kumcer mungil itu yang berukuran 11,5 cm x 17,5 cm. Sayang, kumcer ini raib. Kemudian saya menemukannya kembali di salad satu toko buku di Makassar di tahun 2013. Saya bahagia sekali menjumpainya tergeletak di atas meja bersama sejumlah buku yang lain. Tanpa pikir panjang saat itu, buku itu saya raih dan menciuminya.

Terdapat 17 cerpen. 13 judul di antaranya hanya berjudul satu suku kata. Sampai di tahun 2012, saya menempatkan cerpen Merdeka yang saya baca di buku sisipan program Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) 2003. Di tahun itu program SBSB yang dipelopori majalah Horison ini singgah di Makassar dan menyaksikan langsung Putu Wijaya membacakan cerpen Merdeka. Seru sekali.

Namun, setelah berjumpa kembali dengan kumcer Bom, bukan judul salah satu cerpen yang terangkum. Entah mengapa kumcer tersebut dijuduli demikian. Penjelasan di lembaran pengantar dijelaskan kalau Bom diterbitkan untuk melengkapi kumcer Putu yang telah diterbitkan sebelumnya oleh Balai Pustaka yakni: Lho, Gres, Geer, dan Dor.

Cerpen berjudul Protes melampaui imaji protes sosial Putu Wijaya di cerpen Merdeka. Di cerpen itu Putu meneror ketenangan berpikir kita bagaimana membaca situasi sosial yang bisa jadi kita menjumpainya juga di sekitaran kita hidup.

_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun