Mohon tunggu...
Arif Hidayat
Arif Hidayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepucuk Surat dari Universitas Sosial

28 Juli 2017   16:24 Diperbarui: 31 Juli 2017   01:49 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami ini juga seperti si Bleki. Kau masih ingat anjing besar yang suka meraung dengan muka sangar dari balik pagar Da Ujang tiap kali kau lewat? Ya, jangankan kau, atau aku, Da Ujang sendiri sampai sakit kepala karena ia pun tak luput dari umpat serapah si Bleki. Anjing itu tak bisa bedakan Da Ujang dengan kita, kecuali Da Ujang datang membawa bubur kerak nasi atau goreng ubi dari warung Wan Menan. Kau paham maksudku? Tak perlulah kau tertawa. Meski si Bleki kusebut-sebut, kami jauh dari kata malas.

Sudah kukatakan bukan, kampus ini adalah kampus komitmen dan ketekunan? Sedari pagi ini, sampai larut malam nanti ketika mata kami perih, kemi terus belajar. Inilah rutinitas harian kami. Tak ada alasan untuk berleha-leha. Ketika sendirian di kamar, di acara-acara resmi, di walimahan, bahkan di rumah duka, sang guru tetap kami sapa. Kami tanpa kenal waktu terus menyambangi majelis sang guru untuk materi baru yang tentunya mesti segera kami sebarkan. Kalau tidak, Like and Share kami juga berhenti sampai di situ. Ini musibah kawan. Skor popularitas kami bisa turun di kampus ini! Dan kalau popularitas kami turun, kami kesepian. Karena di luar sana, jangankan angkat suara, kawan pun kami ibarat tak punya.

Maka kami rela mati-matian mengejar rating dan tingkat popularitas. Semakin populer, semakin banyak kau dapatkan pendengar. Apapun yang kau katakan, Like and Share akan datang berhamburan. Banyak tentunya yang kebakaran jenggot. Bagusnya, meskipun mereka tak suka paling tidak mereka ikut menyebarluaskan ucapanmu untuk dihujat dan dimaki-maki oleh mahasiswa lain. Tak masalah, yang ada ya popularitasmu semakin melangit. Ada juga sebenarnya yang cara berpikirnya salah. Mereka biasanya berakhir menyedihkan, tanpa sempat diwisuda. Kau pasti sering mendengar keributan yang sering terjadi di sini. Benar, ada yang sampai bunuh diri karena terus dirundungi. Kebanyakan anak-anak baru yang cepat populer namun tak tahan hujatan. Bodohnya mereka. Wah ada juga yang ditangkap aparat lantas dipenjara karena ucapannya bikin yang kelas super-populer mati kutu. Aku ya, kalau sudah populer macam itu aku lebih suka cari aman saja. Mereka mestinya belajar dari si Bleki. Siapapun yang lewat, menyalaklah. Kau aman selagi masih di balik pagar. Kau boleh menyalak meskipun orang itu Da Ujang, tapi diamlah ketika kau lihat goreng ubi di tangannya.

Ah, kulihat keningmu terlipat. Kau bingung? Atau cemas? Haha, pikirkanlah kawan. Bukankah kampusku ini luar biasa? Tak terarik-kah kau kepadanya? Tak cuma tebar kebaikan yang bisa kau kerjakan di sini. Kau akan jadi bagian dunia yang penuh misteri sekaligus begitu telanjang. Heboh namun asik. Suaramu bisa terdengar berbagai penjuru dunia. Bahkan kalau kau berpandai-pandai kau bisa jadi juru bicara penguasa dan hidup sentosa. Segenap provider data juga akan semakin kaya raya kalau kau ikut serta. Bukankah ini juga suatu kebaikan?

Orang-orang menyebut kampus kami kampus Internet. Kelasnya internasional, antar-bangsa. Mereka juga menyebutnya kampus Sosial. Aku sadar itu tak sepenuhnya benar, tapi buat apa kebenaran kalau kau bisa dapatkan kepuasan dan ketenaran? Kau setuju kan, kawan? 

Buat apa kau berlelah-lelah memikirkan pendidikan di sekolah purbamu. Untuk apa kau pikirkan anak bangsa. Tahukah kau anak bangsa yang kau pikirkan itu kebanyakan justru hidup bahagia di kampusku?

Sudahlah, aku harus ke kampus. Ngomong-ngomong, kau dapat salam dari Prof. Google dan keluarga. Prof. Google adalah guru besar yang kukatakan tadi. Anaknya banyak, cantik-cantik, dan pintar. Mereka adalah guru-guruku di sini. Yang paling asik adalah Miss Facebook (paling supel), Miss Whatsapp (supel juga, tapi agak pemalu), Miss Instagram (paling anggun), Miss Twitter (ini yang paling cerewet kawan, tapi tetep asik!), dan Miss Porn, sang primadona.

Oh, aku hampir lupa. Kalau kau tertarik, kau tak perlu bawa-bawa kertas buruk yang kau namakan Ijazah itu. Cukup kau sediakan gadget lima ratus ribuan (tentunya kalau gadgetmu makin mahal keberadaanmu makin diperhitungkan) dan paket data (harian tak masalah, tapi minimal mingguanlah, biar ga keliatan terlalu kere -- Peace!)

Psstt... satu lagi. Di kampus ini banyak banget kaum hawa banting harga! Di luar sana kau mesti banting tulang untuk sekedar kenalan. Di sini? Jangankan nama, tanpa kau minta pun kadang sampai isi baju mereka pajang! 100% Gratis!

Wah, aku bahkan belum menanyakan kabarmu. Maaf kawan, tapi rasanya aku tahu. Kau pasti sedang kebingungan.

Kutunggu kedatanganmu, kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun