Salah satu poin penting dalam disertasi Poppy adalah bagaimana kapitalisme dalam industri kecantikan berperan dalam mengontrol kesadaran male beauty influencer terkait praktik transgesi tubuh mereka di media sosial.
Poppy menguraikan bahwa tujuan dari penelitiannya adalah untuk menganalisis secara kritis bagaimana para influencer tersebut memanfaatkan kemampuan transformasi digital dan media sosial sebagai sarana untuk menantang konstruksi sosial yang ada mengenai kecantikan dan gender.
Melalui disertasinya, Poppy juga mengeksplorasi bagaimana teknologi, khususnya media sosial, berperan dalam membentuk tubuh imajiner yang ditampilkan oleh para male beauty influencer.
Menurutnya, konsep tubuh tidak lagi terbatas pada entitas biologis, tetapi dapat dimodifikasi dan ditransformasikan melalui teknologi, sehingga menjadi simbol perjuangan melawan norma-norma sosial yang dominan.
Mengacu pada Teori Cyborg Donna Haraway
Dalam kajian teoritisnya, Poppy merujuk pada teori cyborg dari Donna Haraway, yang menjelaskan bagaimana tubuh manusia dapat dimodifikasi dan disatukan dengan teknologi.
"Konsep ini sangat relevan dalam konteks male beauty influencer, yang memanfaatkan teknologi untuk membentuk tubuh ideal versi mereka sendiri di ruang digital," jelas Poppy.
Kontroversi dan Reaksi Publik
Disertasi Poppy menarik perhatian karena mengangkat topik yang dianggap kontroversial, khususnya terkait dengan gender dan kecantikan.
Di satu sisi, male beauty influencer dianggap melanggar norma tradisional yang selama ini mendikte standar kecantikan dan identitas gender di Indonesia.
Di sisi lain, mereka justru dilihat sebagai agen perubahan yang mampu mendobrak stereotip dan memperluas diskursus mengenai gender di ruang publik.