Mohon tunggu...
Febby Diah
Febby Diah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pewayangan di Indonesia

3 Juni 2016   08:09 Diperbarui: 3 Juni 2016   08:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni Pertunjukan Teater memang sudah tidak asing di Indonesia maupun dunia. Seni teater sendiri merupakan pementasan dari public untuk audience. Arti teater sebenarnya ada dua yaitu arti sempit – seni drama atau kisah dari naskah yang dipertunjukkan – dan arti luas – tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak, tidak hanya cerita kehidupan manusia. Seni Teater Indonesia dibagi menjadi tiga jenis yaitu, Seni Teater Modern, Seni Teater Klasik dan Seni Teater Rakyat.

Wayang merupakan Seni Teater Klasik asli Indonesia yang mulai dikembangkan pada zaman masuknya hindu di Indonesia. Menurut sejarah, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang.Wayang sendiri sangat  berkembang pesat di Jawa dan Bali. Pada tanggal 7 November 2003 lalu, seni perwayangan ditetapkan oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Sebelum kita mengenal agama yang beragam di Indonesia. Agama pertama yang masuk adalah Hindu dan Buddha. Agama tersebut dibawa oleh pedagang India yang hendak pergi ke Cina namun singgah di Indonesia. Orang-orang pribumi yang awalnya menganut animisme dan dinamisme mulai mengikuti ajaran baru tersebut. Banyak cara yang dilakukan untuk menyebarkan ajaran tersebut, dan Wayang merupakan salah satu media yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Hindu pada zaman tersebut. Ramayana dan Mahabharata adalah cerita yang cukup terkenal dari perwayangan pada zaman ini.

Sama seperti Hindu, masuknya agama Islam juga menggunakan seni perwayangan sebagai salah satu media untuk menyebarkan agama Islam. Seperti yang kita tahu, Wali Sembilan merupakan tokoh yang terkenal dalam penyebaran Islam melalui berbagai macam seni. Pada zaman Wali Sembilan, berdasarkan bahan pembuatannya, wayang yang dikenal terdapat tiga macam yaitu, wayang golek (Jawa Barat); wayang wong (Jawa Timur); dan wayang kulit (Jawa Timur). Namun, ada yang cukup bereda dari seni perwayangan yang digunakan untuk penyebaran agama Islam. Ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang dan dibuatlah boneka wayang dari kulit sapi dan hanya bayangannya saja yang dipertunjukan saat pertunjukan. Sedangkan wayang yang digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai islam disebut sebagai wayang Sadat.

Seni perwayangan ini tidak hanya digunakan untuk penyebaran agama Hindu dan Islam. Walaupun tidak terlalu menonjol, seni perwayangan juga digunakan untuk penyebaran agama Katolik di Indonesia. Pada tahun 1960, Bruder Timotheus L. Wignyosubroto merupakan salah satu tokoh yang memiliki misi untuk menyebarkan agama Katolik. Ia menggunakan Wayang Wahyu sebagai wayang yang digunakan  untuk penyebaran  agama tersebut dan mengambil ceritanya dari Alkitab.

Secara lahiriah, kesenian wayang digunakan untuk hiburan dari segi wujud maupun pakelirannya. Namun, dibalik itu semua terkandung nilai adiluhung sebagai santapan rohani secara tersirat. Walaupun memimiliki peranan seni yang sangat dominan, bila dikaji secara mendalam, seni wayang juga memiliki nilai-nilai edukatif. Unsur tersebut ditampilkan dengan simbol dan lambang. Kesenian wayang yang sangat jelas lahir di Indonesia meenyatakan sifat lokal jenius yang dimiliki bangsa Indonesia. Maka, jika terjadi pembauran budaya. Sifat asing yang ada tidak akan terasa. Seperti wayang yang digunakan untuk penyebaran agama asing yang masuk ke Indonesia sebagai contohnya.

Kesenian wayang dalam hubungannya dengan pendidikan kepribadian bangsa tak lepas dari tinjuan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Seperti yang kita tahu, bahwa kepribadian bangsa adalah suatu ciri khusus yang konsisten dari bangsa yang memberikan identitas. Hal ini memang sudah ada jauh sebelum masa reformasi, dan sudah ada dalam setiap pertunjukan wayang yang sudah dipertunjukkan jauh sebelum kita mengenal falsafah negara tersebut.

Asas pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam dunia perwayangan, dikenal tokoh “Hyang Suksma Kawekas” yang tidak pernah diwujudkan sebagai wayang dan diakui sebagai dewa tertinggi. Hyang Suksma Kawekas berbeda dengan dewa-dewa lain yang diwujudkan dengan wayang. Dalam cerita-cerita perwayangan, dewa yang diwujudkan dengan wayang digambarkan sebagai manusia biasa yang memiliki watak tabiat, membutuhkan bantuan manusia lainnya juga untuk hal-hal tertentu. Disini terlihat bahwa kebenaran yang bersifat mutlak hanya dimiliki Dewa Tertinggi Hyang Suksma Kawekas yang memiliki makna yang tak jauh beda dari  sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa

Asas Kedua, Kemanusiaan. Pada dasarnya, semua ajaran mengagungkan norma kebenaran. Kebenaran yang sejati berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun. Tokoh dala dunia pewayangan yang memiliki sifat ini banyak jumlahnya. Seperti tokoh Putera Alengka bernama Raden Wibisono yang memcerminkan sifat kemanusiaan dalam serat Ramayana. Dalam kisahnya, Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama dinilai berada diluar batas kemanusiaan. Oleh karena itu Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang dianggap berada difihak yang salah.

Asas Ketiga, Persatuan. Dalam dunia pewayangan, asas ini terlihat pada tokoh Kumbakarna, adik Raja Dasamuka yang digambarkan dalam bentuk raksasa yang berjiwa ksatria. Ia menentang tindakan prabu Dasamuka yang merampas Dewi Sinta dari Rama. Sikap yang ia miliki sama seperti Raden Wibisono. Namun, ia tetap berpihak kepada Alengka demi negaranya. Bukan memerangi membela kakaknya melainkan membela Alengka walaupun harus mengorbankan jiwa raga. Oleh karena itu, Kumbakarna disimbolkan sebagai nasionalis sejati.

Asas Keempat, Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat. Dalam pewayngan dikenla tokoh punakawan yang bernama Semar. Semar adalah punakawan dari para ksatria yang berjiwa pamong, sehingga Semar dihormati oleh para ksatria. Walaupun hanya seorang abdi, pada saat-saat tertentu Semar sering berperan sebagai seorang penasehat dan penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama manusia maupun akibat ulah para Dewa. Mereka percaya apabila Para ksatria utama menuruti segala nasehat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap memiliki kedaulatan yang hadir ditengah-tengah para ksatria sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbol rakyat yang merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun