Mohon tunggu...
Fazri DwiSantoso
Fazri DwiSantoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Universitas Jenderal Achmadyani Cimahi

Memiliki hobi nyanyi, membaca buku, menulis puisi dan membuat lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesuatu yang Dicari

25 Maret 2023   00:17 Diperbarui: 25 Maret 2023   00:39 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejauh mata memandang, hanya hamparan safana yang dapat aku lihat. Aku tidak mengerti, bagaimana bisa aku sampai ke tempat ini. Aku hanya ingat, terakhir kali yang aku lakukan adalah mengejar seorang wanita cantik. Ia menjatuhkan barangnya. Ketika itu ia berjalan terburu-buru, hingga menabrak aku yang tengah berjalan menuju rumah. Wanita itu menjatuhkan barang bawaannya: dua buah buku dan sekantong coklat. Ketika kejadian itu berlangsung, buku yang ia ambil kembali hanya satu. Sebab itu lah aku mengejarnya untuk mengembalikan buku kepunyaannya. 

Mungkin kalian akan berpikir, secepat itukah wanita itu berjalan hingga aku tertinggal mengejarnya. Bukankah bisa aku panggil dia ketika melihat bukunya tertinggal?. Bukan begitu. Aku tidak menyadari buku wanita itu tertinggal, karena aku terlalu sibuk dengan gawaiku. Ketika aku akan melanjutkan perjalanan, aku baru melihat ada sebuah buku di samping aku berdiri. Lantas aku berpikir, tidak ada seorang pun yang lewat di hadapanku. Terakhir kali adalah wanita cantik itu.

Disitu lah aku berinisiatif untuk mencari si wanita cantik untuk mengembalikan bukunya. Karena aku pikir itu adalah buku penting. Dilihat dari covernya, itu adalah buku catatan. Cover bukunya berwarna hitam, sedikit tebal halamannya dan di cover itu tertulis " diary: segalanya". Kata "segalanya" ditulis dengan rapih menggunakan ballpoint dengan tinta berwarna hitam. Ditulis diatas sepotong kertas putih yang ditempel dengan solasiban transparan.

Aku mulai berjalan, menanyai setiap orang yang aku temui. Aku mencarinya tidak seperti orang bingung atau bodoh. Untungnya sekilas aku melihat wajah si wanita itu dan pakaian yang ia kenakan. Sehingga ciri-ciri itu bisa aku tanyai pada orang-orang. Ia memiliki kulit bersih, berwarna kuning Langsat. Rambutnya sebahu, berwarna hitam sedikit pirang. Pipinya sedikit berisi, orang akan mengatakan mungkin "gemoy". Ia mengenakan celana bahan berwarna coklat, dengan kaos hitam. Di tangannya menggenggam buku dan sekantong coklat.

Beberapa orang yang aku tanyai mengatakan bahwa melihatnya pergi ke arah safana ini. Tempat dimana sekarang aku berdiri seperti orang tolol. Maka dari itu sekarang aku berada di safana ini. Disini sepi sekali. Maksudnya tidak ada orang lain selain aku. Hanya ada kupu-kupu, burung, capung dan serangga lainnya. Meski sepi, bukan berarti sunyi. Terdengar deru Angin dan kicau burung. Aku tidak tahu itu burung apa. Yang jelas, untuk tempat sesepi ini aku merasakan ketenangan dan kesejukan. 

Mungkin wanita itu tidak aku jumpai. Akan tetapi, suasana ini membuat aku tidak seperti orang tolol lagi. Mungkin sebaiknya aku nikmati saja sore hari ini dengan bersantai disini hingga senja terbenam. Lagi pula, aku sudah cukup lelah menjalani hari. Sudah seharusnya aku memberikan keluangan untuk diriku sendiri. Jauh dari hiruk pikuk kota yang menghanyutkan. Untung saja aku membawa sebotol kopi (meski sudah tidak hangat) dan sebungkus rokok yang baru aku beli ketika diperjalanan, sehingga aku bisa menikmati sore dengan tenang.

Sambil menikmati langit sore, aku membaca buku si wanita cantik itu. Mungkin kalian akan berpikir itu hal yang lancang. Tapi rasa penasaran tak bisa aku lawan. Sebenarnya awalnya aku ragu untuk mulai membaca. Tapi mau bagaimana lagi, menikmati sore hanya dengan melihat ke arah langit adalah hal yang membosankan. Aku mulai membuka halaman pertama. Di sana terdapat nama pemilik buku: Cintya Aulia. Nama yang cantik. Di bawah nama terdapat tempat dan tanggal lahir. 

Seperti biografi saja. Aku melanjutkan pada halaman berikutnya. Pada halaman itu, terdapat kalimat pembuka " disini tertuang segala resah. Keluh kesah setiap harinya aku ubah menjadi goresan kisah yang bisa dikenang kapanpun. Tertanda, Cintya Aulia". Menarik sekali. Padanan kata yang disusun menjadi kalimat yang indah untuk dibaca. Membacanya membuat aku semakin menggebu untuk lanjut pada halaman berikutnya. Namun, belum sempat aku balik halaman selanjutnya, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku. 

" Permisi, apakah itu buku milikku?". Suaranya  lembut sekali. Dengan sopan ia menegurku. Dalam tegurannya itu terdapat senyum yang ranum. Sejenak aku terbuai. Kemudian aku baru menyadari bahwa ia adalah wanita yang aku cari. Sambil balik tersenyum aku berkata " iya, ini punyamu". Lalu ia berkata kembali " apakah kamu sudah membaca semua isi buku ini?" Dengan sedikit gugup aku menjawab " belum sempat. Aku hanya baru membaca halaman pertama. Maaf". 

Wanita cantik itu menjawab dengan tenang sembari tersenyum " terima kasih. Aku ambil kembali buku ini". Belum sempat aku memperkenalkan diri, ia sudah berlalu pergi meninggalkan aku yang masih terpesona dan kebingungan. Tapi apa boleh buat? Aku kembali menikmati sore dengan kesepian. Menunggu senja tenggelam, sembari menghisap sebatang rokok dan sebotol kopi seperti orang tolol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun