Dunia kesehatan digemparkan dengan kasus dugaan malpraktik medis pada tahun 2023 silam. Seorang pasien anak berinisial A mengalami kematian batang otak setelah menjalani operasi amandel di salah satu rumah sakit swasta di Bekasi. Kasus ini berhasil meraih atensi publik dan menimbulkan berbagai respon. Publik menunjukkan simpati yang mendalam atas kasus tragis ini. Dalam memanfaatkan momentum, banyak media membuat berita dengan sumber yang tidak kredibel hingga memunculkan berbagai asumsi di publik. Dengan banyaknya berita yang beredar, masyarakat mulai mempertanyakan mengenai integritas dari tenaga medis. Di sisi lain, tenaga medis ,tenaga kesehatan, dan rumah sakit terkait menanggung akibat dari berita yang telah tersebar. Lalu, bagaimanakah sebenarnya kronologi dan penyelesaian dari kasus ini? Apakah kasus ini termasuk dalam kasus malpraktik? Simak artikel berikut untuk tahu lebih lanjut!
Sebelum itu, apa sih professional integrity dan malpraktik itu?
Professional integrity atau integritas profesional adalah kualitas moral yang mencerminkan konsistensi antara nilai-nilai, prinsip, dan tindakan seseorang dalam konteks pekerjaan. Ini mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan komitmen untuk melakukan tugas dengan cara yang etis dan sesuai dengan standar profesi. Seseorang yang memiliki integritas profesional akan bertindak sesuai dengan kode etik yang berlaku, menjaga kepercayaan yang diberikan oleh klien atau masyarakat, serta menghindari praktik-praktik tidak etis seperti penipuan atau manipulasi. Integritas profesional sangat penting dalam membangun reputasi dan kredibilitas di lingkungan kerja, serta berkontribusi pada keberhasilan jangka panjang dalam karir seseorang. Professional integrity merupakan salah satu nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap tenaga medis dalam menjalankan praktiknya. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab besar yang diemban oleh tenaga medis terhadap keselamatan pasien dan etika. Dalam konteks dunia kedokteran, integritas profesional sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan medis yang diambil adalah untuk kepentingan pasien, dilandasi oleh pengetahuan yang benar, serta dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Salah satu contoh kasus yang menyoroti pentingnya integritas profesional adalah malpraktik medis yang sering kali terjadi karena kelalaian atau ketidaktepatan dalam mengambil keputusan medis.Â
Definisi dari malpraktik sendiri adalah tindakan buruk atau kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional dalam menjalankan tugasnya, yang menyebabkan kerugian atau dampak negatif bagi orang lain. Dalam konteks medis, malpraktik merupakan suatu perilaku atas kesalahan atau kelalaian seorang dokter dalam diagnosis, pengobatan, atau prosedur medis yang tidak sesuai dengan standar profesi serta tidak menjalankan profesinya dengan baik sebagai dokter untuk mengobati pasiennya. Tindakan malpraktik ini dapat menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kehidupan pasien tersebut. Secara umum, malpraktik dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak sesuai prosedur atau standar profesi, kelalaian dalam memberikan pelayanan yang seharusnya dilakukan, dan tindakan ilegal untuk keuntungan pribadi saat menjalankan profesi.Â
Terdapat salah satu contoh kasus yang dapat menjadi pembelajaran dalam pembahasan ini adalah kematian batang otak pada seorang pasien anak 7 tahun pasca operasi amandel di Bekasi, Jawa Barat. Meskipun prosedur operasi amandel merupakan tindakan medis yang sering dijumpai dan merupakan operasi ringan, namun komplikasi serius seperti kematian batang otak dapat terjadi apabila terdapat kelalaian dalam tindakan medis atau kurangnya kewaspadaan dari tenaga medis yang bersangkutan. Kasus ini menunjukkan pentingnya integritas profesional dalam setiap aspek praktik medis, termasuk dalam proses pengambilan keputusan hingga pemantauan pasca-operasi. Kasus kematian pasien anak 7 tahun pasca operasi amandel ini menjadi sorotan karena melibatkan aspek keselamatan pasien yang harus dijaga dengan ketat oleh tenaga kesehatan. Integritas dalam profesionalisme tenaga kesehatan di sini tidak hanya menyangkut kepatuhan terhadap prosedur yang ada. Namun, juga keterbukaan dan tanggung jawab dalam menghadapi setiap akibat yang timbul dari tindakan medis. Oleh karena itu, analisis mengenai keterkaitan antara integritas profesional dan potensi terjadinya malpraktik menjadi sangat relevan, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang serta memberikan pembelajaran berharga bagi dunia medis.
Bagaimana sih kasus lengkap dari kematian batang otak pada pasien anak 7 tahun pasca operasi amandel di Bekasi, Jawa Barat?
Seorang pasien anak dengan inisial A, 7 tahun, dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami mati otak setelah menjalani operasi amandel. Berdasarkan penjelasan dokter, pasien anak A datang ke rumah sakit bersama keluarga dan saudara laki-laki A yang juga akan menjalani operasi amandel. Pasien anak A dijadwalkan untuk menjalani operasi pengangkatan amandel terlebih dahulu pada pukul 12.00, sedangkan saudaranya akan menjalani operasi pada pukul 15.00 setelah dokter menangani pasien anak A. Dokter menjelaskan bahwa kondisi pasien anak A sebelum operasi sangat stabil dan operasi berjalan dengan baik, melihat kondisi pasien anak A yang stabil setelah operasi, dokter segera memindahkan pasien anak A tersebut ke ruang perawatan. Namun setelah beberapa waktu pasien berada di ruang perawatan, tiba-tiba pasien mengalami kejang sehingga dokter memutuskan untuk memindahkan pasien ke ruang ICU.
Setelah melihat keadaan pasien anak A yang mengalami kejang, dokter kembali bertanya kepada keluarga pasien, "Apakah sang kakak tetap akan melanjutkan operasi mengingat kondisi adiknya yang sudah masuk ICU?" Orang tua pasien tetap memberikan izin dengan mengatakan "iya dok, tidak apa-apa," kata Dokter, setelah sang kakak melakukan operasi, kondisinya jauh lebih stabil dibandingkan adiknya yang masih berada di ruang ICU. Setelah beberapa hari pasien anak A tersebut berada di ruang ICU, dokter menyatakan bahwa pasien anak A mengalami mati batang otak. Untuk mengetahui penyebab pastinya, pihak rumah sakit mencoba merujuk pasien anak A ke rumah sakit yang memiliki lebih banyak fasilitas yang memadai. Dokter mengungkapkan telah mencari lebih dari 80 rumah sakit untuk merujuk pasien anak A, tetapi karena keadaan pasien sangat kritis tidak ada rumah sakit yang mau menerima rujukan tersebut, sampai pasien anak A dinyatakan meninggal di Kartika Husada, RSUD Bekasi. Berdasarkan informasi yang penulis tinjau, pihak rumah sakit memang menyatakan bahwa catatan medis pasien anak A tidak bisa diberikan sepenuhnya karena bersifat rahasia, tetapi dokter menjelaskan bahwa dokter telah memberikan penjelasan secara rinci tentang keadaan pasien anak A dan menyertakan beberapa salinan dokumen medis pasien anak A.
Kemudian berdasarkan pernyataan ayah pasien anak A yang mengatakan bahwa saat anggota keluarga ingin bertanya tentang catatan medis pasien anak A, rumah sakit tidak mengizinkannya, karena catatan medis bersifat rahasia yang membuat keluarga pasien A merasa aneh, sehingga memperkuat tuduhan keluarga pasien anak A kepada Kartika Husada, Dokter RSUD Bekasi yang menyebabkan anaknya meninggal dunia, akibat kesalahan dalam praktek medis.Â
Berdasarkan hasil sidang, penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, masalah henti napas dan henti jantung yang dialami oleh pasien Anak A bukan disebabkan oleh efek samping dari operasi, tetapi disebabkan oleh komplikasi di dalam tubuh Pasien Anak A.
Setelah membaca kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak yang terlibat dan rumah sakit tidak melakukan malpraktik maupun kelalaian. Hal tersebut didukung oleh hasil penyelidikan oleh Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa masalah henti napas dan henti jantung yang dialami pasien anak A disebabkan oleh komplikasi di dalam tubuh pasien anak A. Tindakan pihak rumah sakit untuk tidak memberikan rekam medis juga sudah sesuai dengan peraturan dari pemerintah, yakin UU Pasal 70 Ayat 4 Nomor 36 Tahun 2014 dan Pasal 32 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24.
Kasus ini menyoroti pentingnya professional integrity dalam praktik medis. Tindakan medis harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan sesuai dengan standar profesi untuk memastikan keselamatan pasien. Meskipun terjadi komplikasi serius yang mengakibatkan kematian batang otak pada pasien, hasil penyelidikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa tidak ada malpraktik atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis. Komplikasi yang dialami pasien A disebabkan oleh kondisi dalam tubuhnya, bukan akibat dari prosedur operasi. Pihak rumah sakit juga bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku mengenai kerahasiaan catatan medis. Kasus ini memberikan pelajaran penting tentang perlunya transparansi dan komunikasi yang baik antara tenaga medis dan keluarga pasien, serta menegaskan pentingnya integritas dalam menjaga kepercayaan publik terhadap profesi medis.
DAFTAR PUSTAKA
DM, M. Y., Akmal, A. R., Yasmin, N. A., Sari, R., & Saragih, G. M. (2022). Hubungan Kelalaian Medis Dengan Malpraktik Yang Dilakukan Oleh Tenaga Medis. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(6), 7045-7052.
Putri, A. N., Sigalingging, B. P., & Yusnita, U. (2023). Law Enforcement in Medical Malpractice Cases in The Protection of Doctors' Rights: Case Study Tonsil Surgery Causing Brainstem Death in a Child Patient. Justice Voice, 2(2), 79-87.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H