“tepat di jantungnya”
“ia tertusuk dan paru-parunya robek”
“tidak!!! kalian salah…. Ia tertembak di tulang rusukknya”
…………………….
semua orang berebut dalam kebenaran pendapat
Aku sendiri yang terbaring disini
Lega karena sudah tak ada lagi yang harus kulakukan
- strange double bind :
an infi nite claim to speak, a duty to speak infi nitely, imposing itself
with irrepressible force, and at the same time, an almost physical
impossibility to speak, a choking feeling. -
benar yang dikatakan Sarah Kofmandalam Smothered Words
apalagi tubuhku sudah bisu seperti ini…
obat bius yang tidak kurasa dilidah
menjadi pahit untuk dirasa tubuh ini
dan kepahitan ini menjadi luka didalam parahnya bekas percobaan pembuhan padaku…
aku tak peduli pada siapa yang telah mengumbar darahku seperti air seni..
yang aku tangisi adalah ketika tak ada lagi hasrat untuk balas dendam
apakah aku begitu suci “BODOH” ?
selain untuk sekedar membanting piring didepan sang pembunuh “SEBAGAI LUAPAN AMARAH”
dia….
tulang rusuk yang telah aku ikat dengan cincin tunangan “TERSANGKA ADALAH KEKASIHKU”
buruk sekali untuk membahas hal seperti ini
she left me without a word wrote on a paper
pergi untuk merencakan ini terjadi didepan banyak orang yang tak melihat
kesalahanku tapi sebuah takdir yang menuntunku kesini
“DIA SEORANG PSIKOPAT, SCHIZOPHRENIC”
aku sendiri berdiri sebagai seorang yang “idiot”
dalam mengerti pemikiranku sendiri
aku selalu berjajar dengan mereka-mereka
orang yang bekerja di institusi “SEKOLAH LUAR BIASA”
bagaimana bisa aku berkata seperti ini untuk seorang yang dibawah normal
aku sangat sering menulis dengan tanpa kesadaran
dan alam bawah sadarkulah yang menenun tiap kata yang kutuai
ini hanyalah kasus biasa jika yang tersangkut paut adalah mereka
maksudku aku dan dia sebagai orang yang tidak menginginkan perhatian lebih didalam permainan
entah aku mungkin telah mengirup aroma opium-nya sehingga memutuskan untuk jatuh cinta kepadanya
ataukah kadar kafein yang berlebih sehingga aku terlalu terbelalak saat melihatnya
dan awalnya adalah karena rasa, sehingga kasus ini terjadi
sebagai motif…
ia berpandangan bahwa aku adalah psikopat yang menulis banyak puisi itu
ia mengira bahwa yang aku tulis adalah hal yang abstrak “PUISI CINTA UNTUK SESEORANG”
hanya karena kesalahpahaman yang begitu penting dipermainan kami
ia menusuk pas dibagian hati, ia menembakku tepat bahuku
ia menuangkan air dingin dengan campuran garam
ia …. Tidak baik untuk membicarakan hal ini
banyak etika untuk memburamkan itu semua..
tinggal menunggu waktu “DARAH YANG TAK SANGGUP MENGALIR LAGI”
dan aku lupa bahwa aku tak bisa menggambarkan ini semua
dengan hal yang dianggap aneh “BUNGA & KUPU-KUPU ”
semacam inilah yang aku paparkan diatas kertas untuk dia
untuk orang sepeerti kami “BERPIKIR LOGIS ADALAH HAL YANG TIDAK PERLU”
kebebasan dalam permainan yang kami ciptakan
kami berdua hnya memainkannya sendiri
namun, kami selalu mencantumkan, dan menjadikan salah seorang dari kami adalah
orang yang menjadi kekasih kami
beginilah cara kami berdua
tak pernah bergandeng tangan sekalipun berpelukan atau sekedar berbaring diatas dataran kering
kami hanya membayangkannya untuk menikmati keromantisan itu sendiri
Oleh : Fazl Ahmad Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H