Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kegiatan intrakurikuler yang berupa pengamalan Tri Dharma Perguruan tinggi di bidang pengabdian masyarakat dengan memberi pengalaman belajar dan bekerja terhadap mahasiswa. Pelaksanaan KKN diarahkan dengan menjamin keterkaitan antara materi dan teori yang dipelajari oleh mahasiswa dengan praktik yang direalisasikan dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Dengan adanya kegiatan KKN juga diharapkan dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menerapkan dan pengembangkan ilmu serta teknologi di luar kegiatan wajib kampus dalam waktu, tempat, dan persyaratan yang berbeda (Syardiansah, 2017). Sasaran dari kegiatan KKN ini umumnya adalah desa. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan desa yang banyak menghambat program-program pemerintah yang telah direncanakan, sehingga akan menghambat kelancaran pembangunan di Indonesia. Kejadian ini yang mendorong adanya stigma bahwa perguruan tinggi dipandang perlu ikut serta berperan dalam pembangunan melalui kegiatan KKN.
Potensi Desa
Desa Ngijo memiliki TPST3R (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reuse, Reduce, Recycle) yang dikelola oleh kelompok kerja Annadhofah. Pada TPST3R tersebut mengolah sampah dengan melakukan pemilahan antara sampah organik dengan sampah anorganik. Untuk sampah organik dapat diolah dengan melakukan buudidaya maggot, yang mana maggot tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Kendala
Dari beberapa potensi yang ada di Desa Ngijo tersebut, masih perlu adanya perbaikan. Di Desa Ngijo sendiri terdapat TPS (Tempat Penampungan Sementara) yang digunakan untuk menampung sampah organik dan anorganik. Namun, dalam pengelolaan sampah tersebut belum dilakukan secara maksimal. Kegiatan untuk pengolahan sampah pernah dilakukan, namun sudah terhenti karena kurangnya pengetahuan dan minat masyarakat dalam mengelola sampah tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat menghidupkan kembali kegiatan tersebut maka dapat dilakukannya kembali kegiatan pengolahan sampah organik dengan menggunakan maggot atau larva BSF (Black Soldier Fly). Dalam budidaya maggot tersebut tentunya dihasilkan maggot dalam jumlah yang besar, oleh karena itu perlu dilakukan pemanfaatan guna meningkatkan nilai ekonomi dari maggot tersebut.
Program Kerja Peningkatan Nilai Ekonomi Maggot BSF Melalui Metode PenyangraianÂ
Program kerja peningkatan nilai ekonomi maggot BSF merupakan program kerja yang dilakukan dengan melakukan penyangraian pada maggot sehingga menjadi produk maggot kering. Maggot yang digunakan diperoleh dari proses budidaya dengan memanfaatkan sampah organik di TPST3R untuk pakan maggot atau larva BSF (Black Soldier Fly) yang nantinya digunakan sebagai pakan ternak. Salah satu tujuan dari program kerja ini adalah untuk mengurangi sampah organik yang menumpuk di TPS dan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari maggot.
Parameter Keberhasilan
- Budidaya maggot dapat berjalan dengan baik dari fase telur hingga lalat.
- Makanan maggot berasal dari hasil fermentasi sampah organik. Dengan adanya metode fermentasi, makanan maggot akan lebih tahan lama dan tidak perlu setiap hari melakukan pencacahan sampah organik.
- Pengaplikasian pupuk organik dari sisa makanan dan kotoran maggot untuk tanaman. Dengan adanya pupuk organik tersebut dapat mengurangi biaya produksi masyarakat/petani untuk pembelian pupuk organik.
- Penerapan metode penyangraian dalam pengolahan maggot. Melalui metode tersebut dapat menjadi sebuah inovasi pihak TPS sehingga dapat meningkatkan nilai guna dan ekonomi maggot. Dengan dilakukan proses pengeringan pada maggot yang dihasilkan dapat menambah nilai ekonomi dari maggot. Maggot kering yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan maggot yang tidak diolah terlebih dahulu, selain itu maggot kering ini juga memiliki keunggulan berupa dapat disimpan lebih lama sehingga dapat diperjualbelikan secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H