Lihatlah Ibu kini. Tubuh aus sudah. Tinggal mata berembun rindu. Padamu padamu mata itu merindu. Padamu padamu hati tertuju.
Peluk Ibumu yang rindu. Di dadanya akan kau temukan kembali surga. Akan basah tandusnya hati. Akan berbunga taman dengan semerbak. Akan kau lihat dedaunan berkilau dikecup mentari yang selalu belia. Akan kau dengar alun gemericik air.
Akan hanyut luka itu. Akan kau rasakan sebagian dirimu luruh. Kembali dirimu yang damai dan kuat.
Pulanglah, Nak, pulanglah ke pantai Ibu. Istirahatlah sejenak. Akan membeku waktu di mana angin belum mengenal badai, musim belum mengenal kemarau, laut belum mengenal gelombang, sungai belum mengenal keruh, dan aroma tanah belum mengenal busuk.
Menepilah walaupun sejenak . Sebelum kau tak lagi mengenal pulang, sebelum Ibumu tak lagi mengenal nafas. ***
(Aceh, 1 Februari 2023)
-----
Tambahan:
Kisah ini merupakan kepingan dari kisah-kisah lain yang saling terkait. Acak dan kepingannya bisa dibaca dari manasuka. Bila tertarik, kepingan lain bisa dibaca di tautan berikut ini: