Semua sebutan itu berawal dari hembusan mulut perempuan indah itu. Diulang-ulang oleh si perempuan indah itu setiap ada kesempatan dan melekat di pikiran penduduk hingga mempengaruhi perlakuan orang-orang kepada lelaki itu. Â Akhirnya, tak ada yang percaya dengan kata-kata Si Pembaca dan Pengingat.Â
Maka, rangkaian peristiwa tentang kehilangan-kehilangan diri dan hak-hak warga Negeri Cilukba terus berulang terjadi.Â
Sudah diketahui masalah, sudah diingatkan kenali tanda kejahatannya, tetapi mereka mengabaikan. Mereka teralihkan dan termakan kata-kata lembutnya yang menyenangkan dan mengisi hati, lalu pasrah saat kejahatan itu terjadi dalam kurungan ketakutan, kebodohan, gagal atau tertipu melihat masalah sebenarnya, jatuh dalam ketakberdayaan tanpa bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa berkata-kata. Itu pun kata-kata se-pola dengan sifat dan perbuatan nenek sihir: menyalahkan dan menjelekkan orang lain agar diri sendiri tampak lebih baik; merasa aman dan tenang yang palsu.Â
"Halaahhh. Si Musafir Kere itu paling karena gak dapat 'kue' dari si perempuan indah itu. Marah, lalu bikin cerita yang enggak-enggak."
"Si Muka Serius itu lagi cari perhatiannya aja biar keliatan sok pinter dan sok pahlawan. Ujung-ujungnya demi nyari tempat di kerajaan Negeri Cilukba."
"Palingan Si Jablay itu gak suka perempuan. Masak setiap perempuan bagus-bagus disuruh curigai sebagai nenek sihir. Bhuahaha.... "
"Si Kurang Waras itu didenger. Kalo bener omongannya, tentu si Kurang Waras itu harusnya pertama kali dihilangkan sama kabut Nenek Sihir. Soalnya keberadaan si Kurang Waras itu kan sudah mengancam dan merugikan keberadaan Nenek Sihir. Harusnya si Kurang Waras dilenyapkan. Kan gitu?"
Si Pembaca dan Pengingat tidak bisa berbuat banyak menyelamatkan penduduk. Bukan kuasanya menangkap dan menghukum perempuan itu. Ia hanya Pembaca tanda dan Pengingat yang luput dari pandangan manusia. Ia hanya singgah beberapa lama lalu mengembara lagi dalam sunyi ke seluruh pelosok Negeri Cilukba, mengingatkan akan kejahatan yang tersembunyi. Hanya mereka yang berakal sehat dan suka yang benar dan baik mampu melihat kebenaran akan kata-katanya sekalipun dalam kabut pikiran. Itu pula senjata penangkalnya dari kejahatan Nenek Sihir yang terus mencoba menghilangkan kediriannya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H