Kau bisa saja berbicara mengalir dengannya,Â
gemericik suara lembut dan kasihnya yang membuai,
tetap saja itu aku yang pernah kau rasa saat mula bersamaku.
.
Kau bisa saja selalu ditanyai kabar,Â
disampaikan salam rindu dan doa-doa indah,
tetap saja itu aku yang biasa menyapamu.
.
Kau bisa saja makan bersamanya,
dibebaskan pilih menu dan sesekali bersuapan,
tetap saja itu aku yang sedang bersamamu.
.
Kau bisa saja diajak jalan bersama teman-temannya,
kau canggung dan banyak diam di antara mereka,
tetap saja itu aku yang pernah berlaku begitu.
.
Kau bisa saja sering dihadiahi,
tak pernah lupa saat ultah,
tetap saja itu aku yang menghadiahimu.
.
Kau bisa saja nonton film bersamanya,
bersandar di pundak dan sesekali berkomentar,
tetap saja itu aku yang di sampingmu.
Kau bisa saja bermain game dengannya,
senang saat menang dan marah saat dikalahkan,
tetap saja itu aku yang main bersamamu.
.
Kau bisa saja disambar kecupnya,
pipimu bersemu dan tersenyum malu,
tetap saja itu aku yang mengecupmu.
.
Kau bisa saja dibelai dipeluknya,
tenang dan nyaman jiwamu,
tetap saja itu aku yang belai dan pelukmu.
Kau bisa saja mendesah-desah
hingga bibirmu dikatup bibirnya,
tetap saja itu aku yang menerbangkanmu.
.
Kau bisa saja cemburu dengannya,
asik dengan dunianya dan mengabaikanmu,
tetap saja itu aku yang kau samakan.
.
Kau bisa saja sakit hati padanya,
akan kata-kata yang mulai merajam hati,
tetap saja itu aku yang kau bandingkan.
.
Kau bisa saja dipinta maaf dengan rayuan,
memaafkan tapi disakiti kembali,
tetap saja itu aku di ingatan pahitmu.Â
.
Kau bisa saja tak bisa memaafkannya lagi,
dan dia pun pergi tak lagi peduli,
tetapi itu bukan aku yang selalu harap maafmu
yang ingin mendekapmu kembali.
***
(Bener Meriah, Aceh, 06 Desember 2018)