Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenapa Dongeng Digemari Lintas Generasi?

30 April 2018   22:27 Diperbarui: 1 Mei 2018   12:39 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (thinkstockphotos)

Salah satu dongeng populer dan mendunia, Beauty and the Beast difilmkan kembali oleh Walt Disney Picture. Disyney mengangkatnya ke layar lebar dalam bentuk live action dengan judul sama Beauty and the Beast (2017). Sebelumnya dongeng ini sudah pernah difilmkan, baik dalam wujud animasi atau live action. Meski sudah akrab dengan jalan ceritanya, dongeng ini masih saja digemari masyarakat.

Sekalipun daya tarik film ini disebutkan karena kebaruan pemain, kostum, dan visualnya memikat, tak dapat dipungkiri bahwa penarik utama difilmkan karena unsur cerita dalam dongeng itu sendiri. Ada sesuatu dalam dongeng yang menyebabkan diterima dan disukai masyarakat dengan beragam latar sosial dan budaya.

Dongeng sebenarnya khazanah tradisi lisan yang diceritakan turun-temurun. Dongeng-dongeng yang mendapat tempat dalam bentuk tulisan atau visual itu  hanyalah sebagai sarana atau media menyebarkan dan mempopulerkan. Dongeng telah hidup dari masa lampau yang jauh dan menjadi milik masyarakat. Kepemilikannya bukan lagi individual, anonim. Termasuk dongeng Beauty and the Beast.

Dongeng ini sebagaimana awam ketahui berasal dari Amerika karena Amerika yang mempopulerkannya ke dunia. Dari bukti tertulis, dongeng ini disebut berasal dari daratan Eropa, tepatnya Prancis. Dongeng ini ditulis oleh Gabrielle-Suzanne de Villeneuve dengan judul La Belle et la Bete (1740). Lalu Disney menyadurnya menjadi Beauty and the Beast (www.wikipedia.org)

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa dongeng populer dan mendunia seperti Beauty and the Beast sebenarnya sudah hidup sejak empat ribuan tahun lampau bahkan mengarah berasal dari zaman pra-sejarah (www.bbc.com, 20 Januari 2016). Dengan demikian, peran Suzzane atau Disney hanya sebagai tukang cerita modern yang mempopulerkan kembali dongeng, bukan sebagai pencipta dongeng.

***

Cover Film
Cover Film
Menjadi menarik dan mengusik ingin tahu, kenapa dongeng yang merupakan karya imajinatif, kejadiannya tidak nyata, tetapi bisa diterima dan disukai masyarakat dari beragam latar sosial dan budaya.  Dongeng terus dituturkan dari generasi ke generasi baik media lisan, tulisan, atau visual.

Secara sepintas persepsi kita terhadap dongeng adalah karya imajinatif, khayalan, tidak nyata. Lalu apakah karena imajinatif ini sebagai penyebab utama dongeng diterima dan disukai lalu dituturkan kembali. Dengan kata lain, apakah manusia punya kecenderungan menyukai yang tak nyata dan mewariskannya dari generasi ke generasi? Begitukah?

Memang fakta bahwa dongeng bukan kisah nyata. Fakta bahwa semua dongeng menyuguhkan kejadian melampaui kejadian sehari-sehari alias khayalan. Namun, jika didalami lagi, bukan khayalan ini yang menjadikan dongeng menjadi menarik, disukai dan diteruskan dari generasi ke generasi.

Berikut beberapa catatan kenapa dongeng diterima, disukai, dan terus dituturkan kembali turun-temurun.

1. Nilai ideal

Dalam dongeng tidak semata kejadian bombastis, melampaui nalar saja disuguhkan. Namun kejadian dalam dongeng, di dalamnya ada nilai-nilai ideal yang diterima umat manusia. Seperti kebaikan, kebenaran, keindahan, kebahagiaan. Nilai ideal ini ditunjukkan jelas dan tegas.

Nilai-nilai ideal ini bisa dilihat misalnya dari dongeng Beauty and the Beast. Seorang lelaki berstatus pangeran rupawan tak mau menolong seorang perempuan tua. Karena tak mau menolong, lelaki ini dikutuk menjadi buruk rupa.

Bisa disimak, memang kejadian di dalam dongeng dibangun sedemikian imajinatif, melampaui nalar, tetapi tidak kosong tanpa membawa nilai. Kejadian-kejadian khayal itu hanya sebagai metode dongeng untuk menyampaikan nilai ideal; kebaikan, keindahan, kebenaran.

Kejadian yang dikawinkan dengan nilai ideal inilah yang mengakibatkan manusia tak mudah melupakan, melekat di benak terhadap dongeng. Ini catatan pertama  kenapa dongeng menarik dan disukai serta terus bertahan.

2. Alur cerita

Awal kehadirannya, dongeng disampaikan dengan media lisan. Penyampaian dengan media lisan, tentu dibutuhkan metode agar mudah ditangkap, diingat, dan diceritakan kembali. Mudah diceritakan kembali dongeng, menyebabkan dongeng tak putus antargenerasi. Kemudahan ini berkait dengan alur cerita (kejadian antar-kejadian). Ini catatan kedua kenapa dongeng digemari.

Dalam mengalurkan kejadian, dongeng konsisten mengolah nilai ideal yang diadu dengan kebalikannya. Misalnya nilai baik-buruk, benar-salah, susah-senang, pintar-bodoh. Pengaluran kejadian ini memakai hukum sebab akibat dan urutan waktu (kronologis). Dengan alur sebab akibat dan urutan waktu, pembaca mudah mengikuti antar-kejadian.

Misalnya dalam dongeng Beauty and the Beast. Karena buruk rupa, lelaki ini hidup sendiri tak bahagia di istana. Harta dan pelayannya tak lagi membuatnya bahagia. Orang-orang takut dan tak menyukainya.

Kejadian-kejadian berurutan dialurkan sampai kelak ia bertemu putri. Pertemuan dengan putri ini menjadikan ia kembali ke rupa tampan.

3. Gaya bertutur

Gaya bertutur dongeng disampaikan dengan sederhana, jelas, tapi tegas. Dalam penuturan bagian cerita, dongeng tidak berbuih-buih, merumitkan penyampaian, atau bermetafora. Gaya bertuturnya langsung menjelaskan suatu  ide, perasaan, pikiran, benda-benda, dan hubungan-hubungan semua itu.

Ketegasan ini muncul karena ada nilai yang jelas dipertentangkan, baik-jahat, salah-benar, indah-buruk, susah-senang. Lalu ketegasan ini tertunjukkan dari kejadian yang menimpa atau dilakukan tokoh-tokoh.

Ketegasan dan kejelasan gaya bertutur terlihat dari menyampaikan perilaku jahat dan baik tokoh-tokoh dongeng. Jelas dan tegas gaya bertutur ini juga tertunjukkan saat menyampaikan isi pikiran dan perasaan tokoh tanpa uraian panjang-panjang.

Misalnya menyampaikan perasaan sedih tokoh putri dalam dongeng ini, gaya bertuturnya tidak menguraikan bagaimana ia sedih. Cukup ia disebut sedih beserta kejadiannya apa yang menyebabkan putri sedih. Misalnya kejadiannya, 'ayahnya tak pulang ke rumah dan ditahan, putri pun menjadi sedih'. Jadi gaya bertutur tidak mengorek-ngorek, berpanjang lebar dengan alam pikiran dan perasaan sedih tokoh cerita.

Beda dengan karya fiksi modern, yang mendetailkan perasaan dan pikiran tokoh, dongeng tak menjelajahi alam pikiran dan perasaan tokoh. Dongeng lebih bertutur pada tataran fisik kejadian dan gerak tokoh. Perasaan dan pikiran tokoh tergambar secara singkat dari kejadian yang sedang atau menimpanya.

Gaya bertutur dongeng ini karena situasi tempo dulu, saat dongeng lahir,   mengutamakan lisan dalam berkomunikasi antar-individu atau kelompok, bukan bermedia tulisan atau visual. Karena situasi ini, pencerita bertutur dengan bahasa yang mudah dipahami, jelas, tak berbelit-belit, kalimatnya pendek-pendek. Tujuannya biar audiens/lawan bicara, bisa mudah dan segera menangkap isi dan jalan cerita. Ini catatan ketiga, kenapa dongeng diterima, menarik, dan turun-temurun antargenerasi.

***

Dongeng memang mengajak manusia berpetualang dalam dunia khayal. Akan tetapi sehabis pulang dari petualang itu, pembaca membawa sesuatu untuk jiwanya. Mencerahkan. Memuaskan batin. Itulah nilai ideal yang diterima seluruh manusia. Spirit dari dongeng yang membawa nilai-nilai ideal ini, menjadi alasan utama dongeng melampaui waktu dan tempat,  bukan semata kejadian diluar nalar.

Tiga catatan tentang kenapa dongeng menarik, disukai, dan melampaui waktu dan tempat, menguak tentang spirit leluhur kita. Adalah spirit itu  menyebarkan nilai-nilai hidup manusia agar tetap harmoni dan bahagia.

Nilai ideal ini disampaikan dengan kecerdasan, kearifan, dan kekreatifan tanpa langsung menggurui. Dibangun kejadian-kejadian diluarkebiasaan agar mudah diingat manusia. Namun dalam setiap kejadian itu bukan khayal kosong, tapi ada nilai pesan disampaikan untuk memurnikan jiwa-jiwa manusia kini dan nanti yang perlu dicontoh dan diaplikasikan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun