Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bah yang Akan Datang ke Kota Kami

31 Maret 2017   13:41 Diperbarui: 6 Desember 2020   11:08 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini tepian sungai, sudah memakan jalan kampung. Jalan itu dinaikkan tanahnya, dibuat tanggul. Kelak, tanggul-tanggul itu pun dikikis arus sungai.

Peristiwa banjir sudah 20-an tahun berulang terjadi. Beragam dan berulang program pemerintah mengatasi banjir. Kini dibuat bendungan.

Mertuaku menunjukkan di mana bendungan itu. Tampak di google map. Letaknya bukan antara aliran sungai dari perkebunan dan kota kami. Tapi letak bendungan ke arah cabang sungai selatan kanan, sekitar 35 Km jaraknya. Bendungan ini diharapkan menjadi penangkal limpahan debit air sungai cabang sungai ini, tapi cabang sungai ke hulu tempat PT X berada, tidak ada penanggulangannya.

"Lahan terus dibuka, Nak. Begitu mencemaskan, Abu. Tambah lagi, program pemerintah kini, reforma agraria, hutan dibuka lagi. Diberi cuma-cuma kepada rakyat miskin. Abu dukung program ini biar rakyat miskin punya tanah dan mendapat rezeki. Sayang, lahan yang diberi, Nak, masih berdekatan dengan PT X ini dan hulu sungai kita. Kamu bayangkan 2 ha per orang, katakanlah ada 1000 orang dapat lahan, maka 2000 ha nantinya pohon-pohon penyerap air hujan di hulu akan tumbang lagi.

"Jika ada tambahan data lebih luas lagi dan bisa dikaitkan dengan pemanasan global, perubahan iklim, terperkirakan cuaca dan hujan lebat di hulu sungai kita. Maka saat itu, Nak, bah datang menerjang. Astaghfirullah. Ampuni kami, ya, Allah."

Mertuaku terisak hebat di ujung bicaranya. Aku antara percaya tak percaya menjadi terpengaruh percaya apa yang diprediksikannya.

Aku juga terisak, hanyut dalam bayangan air bah yang datang menerjang menghantam kotaku. Aku, anak-anakku,istriku, keluargaku, tergambar di benakku panik luar biasa, kacau tak menentu, terseret terbawa air bah.

Tersadarkan aku ketika mertuaku menepuk pundakku. "Mie rebus sudah datang. Jangan nangis di depan istrimu," bisik mertuaku.

***

Lalu saat hujan lebat dan lama di hulu, aku selalu waspada bah yang akan datang ke kota kami. Saat hujan, dan truk atau tronton lewat, kukira gemuruh air bah yang datang. Sebelumnya, setiap getaran truk dan tronton lewat, kuartikan gempa. Aku biasanya panik dan buru-buru siap mengungsi. Membangunkan istri, anak-anak dan mertuaku.

Aku diingatkan mertuaku. "Ancaman bencana selalu ada. Tidak hanya dari air bah. Bisa juga gempa, dll. Jika kamu sudah duluan cemas sebelum kejadian datang, maka dua beban telah kamu tanggung. Beban cemas panik sebelum kejadian, dan beban saat kejadian. Cukuplah beban itu dipikul saat benar kejadian. Jangan seperti ini. Lagi pula, Tuhan tak akan membebani di luar kemampuan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun