Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah di Seberang Sungai

16 Maret 2017   18:32 Diperbarui: 17 Maret 2017   04:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak bisa menyalahkan lagi siapa-siapa. Termasuk ketika ayahku mati saat diseberangkan. Ayah diseberangkan dengan tali direntangkan di antara tepian sungai. Sampai di hadapanku telah menjadi mayat.

Aku pasrah. Hidup pun berubah. Ibu jualan sayur di pasar kota. Dua adikku lebih banyak diasuh lingkungan; televisi yang tak ramah, permainan gadget, dan bau asap ganja. Aku dimasukkan pesantren terpadu. Pesantren gratis buat anak yatim. Kami hidup dalam keyatiman. Menjadi anak shaleh tanpa bisa berbuat apa-apa untuk keshalehan sosial.

Pulang ke kampung aku menemukan masih ada pembalakan liar. Aku tak bisa menjalani diri sebagai penebang kayu. Teringat ayah di seberang sungai.

Aku pergi ke kota. Hidup di kota benar-benar terasingkan. Tak ada kerja. Yatim sungguh yatim diri. Ini negeri meyatimkanku dari apa yang harusnya kumiliki.

Hidup memisahkan aku dari kasih sayang, dari kenyamananan, dan kemudahan hidup. Seperti sungai deras ini yang memisahkan aku dari ayah. Sungai kepentingan dan keserakahan manusia yang terus berarus deras, menyekat dan memutus kekerabatan dan kekeluargaan. Yatim manusia.

Ayah masih selalu kulihat di seberang setiap sungai berarus deras, keruh, dan berpusar-pusar di kepalaku. Ayah semoga kau tenang di sana. Menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya. Mengampuni segala dosamu, dosa kita. Tak ada benar-benar salahmu atas apa yang terlanjur dan terpaksa kamu lakukan demi nafkahi keluarga hingga kau harus mati dilibas secabang pohon yang sedang ditumbangkan.

Kau, kita adalah korban ketidakberdayaan melawan tuntutan hidup yang diatur manusia berkuasa dan serakah. Aku pun bersiap diri menerima menjadi korban. Hidup yatim tanpa kasih, tanpa pekerjaan layak untuk memenuhi tuntutan jiwa raga yang menghimpit.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun