Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meski Kini Kuterkurung di Lembah Hampa, Seiring Waktu Kuyakin Kau Akan Hilang dari Hatiku

1 Juli 2016   02:15 Diperbarui: 1 Juli 2016   04:05 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: oklisten.com

"Tolong, jangan ganggu aku lagi. Aku muak. Kita udahan," tulismu pada sepenggal SMS.

Sepenggal smsmu datang setelah berulang kali kusms, kuchat, dan kutelepon dirimu tapi tak kau balas, tak kau angkat. Aku membujukmu, merayumu, mengiba, mengemis, menangis, memohon maaf untuk kembali padaku. Hari-hari sungguh terasa melemparku ke lembah sepi. Menyayat-nyayat jiwa. Aku tak tahan. Karena itu, kuturunkan ego, bahkan tanpa tahu malu dan bersalah, aku beruntun menghubungimu.

Tapi hatimu tetap menutup, tak ada maaf, tak menerimaku lagi. Kau malah terganggu. Maka, melayanglah sms itu padaku. Menusuk tepat ke hatiku.

Aku termangu lama. Lama sekali. Gerakku enggan. Diamku kacau. Jiwaku riuh seperti angin ribut. Kau, kau, kau saja bermain di hati dan pikiranku.

Bagaimana aku bisa segera lupa akan senyummu. Bagaimana aku bisa segera lupa tatapan malu-malumu. Bagaimana bisa aku lupa saat kau menangis di dadaku. Bagaimana bisa aku lupa pintamu memelukku, menguatkan jiwamu yang kala itu sedang sedih dan resah tak menentu. Aku memelukmu sayang, membelaimu. Aku pun mendadak menjadi kuat saat memelukmu. Maka pantas bukan jika aku lemah saat kau pergi karena kau ada andil memberi kekuatan dalam jiwaku.

Aku sudah menangkap tanda-tanda hubungan kita akan berakhir. Kita sering marah. Masalah egois dan tuntutan. Kau egois dan menuntut seperti maumu. Aku tak bisa selalu menurutimu. Aku butuh waktu-waktu untuk sendiri. Tak bisa selalu bersamamu setiap hari, setiap saat. Kuminta kau untuk menyibukkan diri dengan kegiatan lain, jangan terus lengket denganku. Tetapi malah kau tuduh aku sudah bosan padamu, tak menyukaimu, tak menyayangimu lagi. Lalu yang paling membuatku marah adalah kau cemburu dan menuduhku selingkuh.

Seringkali masalah itu muncul berulang dalam hubungan kita. Aku berulang kali menenangkan pikiran dan hatimu. Aku tidak selingkuh, aku tidak seperti pikiran buruk yang kau tuduhkan. Tak ada orang ketiga. Aku hanya minta kau memahamiku; memberi ruang dan waktu untuk bisa sendiri. Itu saja.

Hubungan kita membaik lagi. Kita berjalan lagi. Kau bahagia, kau cerah. Tapi aku masih bermuram durja karena kau lagi-lagi mengikatku untuk selalu bersamamu. Masalah yang sama pun muncul kembali. Aku tak tahan. Maka kulampiaskan kesalku padamu.

Kau diam saja. Menatap kosong. Matamu berair tapi tak menangis. Saat-saat begitu aku jatuh iba padamu. Jiwamu begitu rentan, rapuh. Biasanya kupeluk dan kubelai dirimu. Tapi yang terakhir kali itu, aku membiarkanmu. "Aku tak bisa selalu menenangkan dan menghiburmu. Kau harus belajar sendiri untuk menghibur dan menenangkan dirimu. Aku sendiri kacau, resah dengan keadaan ini. Banyak hal tak bisa kulakukan dan kukerjakan jika terus bersamamu. Hubungan kita merusak produktivitasku."

Kau lalu pergi. Lama tak berkabar. Aku pun membiarkan. Saat itu aku merasa tenang. Jika putus hubungan kita, putuslah. Aku tak lagi peduli.

Nyatanya, waktu menghembuskan rinduku akanmu. Aku memancingmu, menghubungimu lewat chat, sms, dan telpon. Kau membalas datar dan pendek. "Maaf, lagi sibuk."

Aku merasakan kau masih marah. Aku hubungi lagi. Menggodamu, merayu. Kau diam. Aku pun membalas diam kau perlakukan begitu. Aku tak mau kau nilai mengiba-iba cinta dan maaf darimu. Aku tak sepenuhnya bersalah. Jika aku merajuk dan mengungkapkan rindu mati padamu, kau akan melunjak lagi nantinya. Lalu kau bertingkah lagi sesuka hati dan maumu.

Akan tetapi, egoku jebol. Pertahanan diriku runtuh. Tubuhku berdesir rindu, merayap sekujur tubuh. Aku bergetar. Aku menangis, mengiba, memohon kau kembali padaku. Maafkan segala salahku.

"Tolong, jangan ganggu aku lagi. Aku muak. Kita udahan," sepenggal SMSmu menikam.

Aku tertunduk. Lama terdiam. Lama sekali. Mengiang-ngiang di jiwaku. Lama sekali. Dunia sekelilingku hilang raib. Hanya ada diriku di lembah kesendirian. Hampa. Kosong.

Sampai terdengar suara dari dalam jiwa berbisik lirih menenangkan, "Sudahlah. Lupakan. Kau bisa. Hubungan ini tak baik, tak langgeng, tak mencerahkan ke depan."

Aku ditenangkan oleh bisikan itu. "Tidakkah kau ingat chatnya sebelumnya? Ia ingin melupakanmu. Ia ingin move on. Jadi sepenggal sms terakhir berarti ia tak sungguh-sungguh membencimu, tak sungguh-sungguh muak padamu. Dia hanya mencoba membencimu, hanya mencoba muak padamu agar bisa melupakanmu. Itu tentu juga sangat menyakitkan baginya.

Smsnya "tolong" terdengar merintih dan pedih, menyadari bahwa hubungan ini tak akan berjalan baik ke depan. Ia harus mengakhiri biar tak dalam dan besar tumbuh luka ke depannya. Hubungan ini ada jurang kosong yang tak bisa disambungkan atau dilalui. Jurang yang mengangga dan akan selalu membuat kalian jatuh pada jurang masalah yang sama."

Suara itu memberiku kekuatan dan siap melepaskanmu. Tanpa benci melainkan dengan sayang. Ya aku masih sayang padamu. Meski sakit kini, tapi aku yakin, sakit ini bisa kulalui.

Sekiranya nanti kita bisa dipertemukan lagi, kuharapkan kita bisa tersenyum jujur tanpa terkenang masa kini yang menyakitkan. Kita tetap menyala bahagia, melangkah pasti dan terus menjalani lika-liku hidup kita masing-masing tanpa luka-luka masa lalu.

***
FA-Padang 280616
#melepaskanmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun