Mohon tunggu...
Fazhar Sumantri
Fazhar Sumantri Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UBSI

Dosen UBSI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tapera, Stop Gap Policy?

11 Juni 2024   14:30 Diperbarui: 11 Juni 2024   16:52 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu terkait TAPERA menjadi bahan perbincangan yang semakin marak serta menjadi bahan atau ajang popularitas dengan memberikan kritik atas kebijakan tersebut. Namun, situasi makro ekonomi semacam apa sebenarnya yang menyebabkan timbulnya kebijakan TAPERA yang penuh dengan dilema dan terkesan terburu-buru. 

Analisa paling sederhana terkait timbulnya kebijakan terkait properti pada dasarnya merupakan reaksi atas perubahan harga properti yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan Grafik "Indeks Harga Properti Komersial vs Residensial" yang penulis lansir dari Datanesia dan bersumber dari data Bank Indonesia, dapat terlihat ilustrasi bahwa terdapat peningkatan drastis pada harga properti residensial dibandingkan dengan komersial bahkan pada kisaran tahun 2020 menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga properti komersial.

Peningkatan tersebut terikat erat dengan semakin mudahnya WNA untuk memiliki property di Indonesia, dimana kemudahan tersebut didukung oleh beberapa undang-undang dan peraturan antara lain:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Undang-undang ini merupakan dasar hukum bagi regulasi agraria di Indonesia. Sejumlah amendemen telah dilakukan untuk memperbarui ketentuan dalam UUPA.

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Apartemen): Undang-undang ini mengatur tentang kepemilikan apartemen, termasuk ketentuan mengenai kepemilikan oleh WNA.

3. Presiden Republik Indonesia Peraturan Nomor 103 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Himpunan Perumahan dan Permukiman: Aturan ini menetapkan beberapa persyaratan bagi WNA yang ingin memiliki rumah atau properti di Indonesia, seperti memperoleh izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 103 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Himpunan Perumahan dan Permukiman: PP ini mengatur mengenai kepemilikan rumah oleh WNA, termasuk pembelian atau sewa rumah dan syarat-syaratnya.

5. Peraturan Pemerintah (PP) No. 103 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Izin, Pemanfaatan dan Alih Fungsi Tanah Untuk Perumahan dan Permukiman serta Pemberian Hak Atas Rumah Susun: PP ini memberikan aturan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin bagi WNA untuk memiliki rumah atau properti di Indonesia.

6. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 Tahun 2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian Untuk Orang Asing pada September 2022 serta Second Home Visa pada akhir Desember 2022.

Perubahan-perubahan atas Undang-undang dan peraturan-peraturan diatas merupakan variabel kuat yang menyebabkan harga properti secara bertahap dan pasti menjadi harga properti yang sesuai untuk WNA namun tidak sesuai untuk WNI (terutama yang memiliki nafkah UMR). 

Apabila memang demikian, dapat ditarik kesimpulan sekilas bahwa terdapat kemungkian bahwa TAPERA merupakan Stop Gap Policy yang terpaksa dibuat supaya pemerintah dapat memanfaatkan perumahan murah yang saat ini terbengkalai atau membuat perumahan yang tidak terletak pada kota-kota besar karena berdasarkan trend harga properti saat ini, tidak mungkin WNI yang memiliki pendapatan rata2 UMR untuk memiliki properti di kota besar.

Tentunya penulis menyadari keterbatasan atas data analisa yang sudah dibuat, karena artikel ini hanya berupaya menunjukkan analisa atas dasar kemungkinan timbulnya TAPERA, hanya saja terbersit pada benak penulis mengenai betapa banyaknya politisi, tokoh publik dan influencer sosmed yang berkomentar pedas mengenai TAPERA namun tidak menyertakan analisa dasar maupun solusi alternatif atas kondisi harga properti saat ini. 

Terlebih lagi, pihak-pihak yang saat ini banyak mengeluarkan komentar tidak melakukan tindakan apapun terhadap undang-undang atau peraturan-peraturan di atas yang pada awalnya pada tahun 1960an ketat menjadi sangat longgar.

Semoga artikel sederhana ini dapat memberikan gambaran bahwa permasalahannya bukan terdapat pada TAPERA namun pada undang-undang dan peraturan yang sangat memberi kemudahan WNA untuk memiliki asset di negara ini, serta lemahnya sistem pengawasan akuntansi dan keuangan dalam penyaluran subsidi dan dana operasional pemerintah, bukankah permasalahan sebenarnya demikian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun