Mohon tunggu...
Fahmi Aziz
Fahmi Aziz Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Beda dengan Moh Hatta: Asalkan dengan Tri, Aku Bebas!

15 Juli 2020   23:41 Diperbarui: 15 Juli 2020   23:43 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Massa sudah berdesakan di luar pintu CBD Mal Ciledug, Tangerang. Kebetulan, Lebaran tinggal menghitung hari. Lama menunggu, akhirnya pintu mal  pun terbuka. Sejumlah kaum hawa langsung heboh dan berlarian memasuki koridor. 

"Sudah buka (mal-nya), guys!" Begitu komentar warganet yang mendokumentasikan euforia ini di akun media sosialnya, Minggu (7/5). Video ini pun langsung viral di jagat maya. 

Bagaimana tidak, kejadian ini tepat di tengah-tengah masa karantina pandemi (social distancing). Meski mendekati momen Lebaran yang serba identik dengan pakaian baru, pemerintah tetap mengimbau untuk tinggal di rumah. 

Tidak hanya di Indonesia saja, kebijakan ini juga  diberlakukan hampir di seluruh negara, sebagai upaya memutus rantai penyebaran wabah Covid-19.  

Banyak pihak yang menyesalkan kejadian ini.  Ternyata masih ada sekelompok orang yang egois berlaku seenaknya. Padahal tenaga medis tengah berjibaku di garis depan, merawat pasien Covid-19. Tak sedikit dari mereka yang sudah meregang nyawa lantaran ikut tertular. 

Kejadian di atas mengingatkan saya dengan pendekatan yang disampaikan oleh Jacqueline Gollan. Dia adalah seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern Feinberg School of Medicine, yang meneliti gejala psikologi yang terjadi di masyarakat selama pandemi. 

Ia menjelaskan, di awal pandemi, manusia umumnya berlaku waspada supaya jangan sampai ikut terinfeksi. Ini persis yang terjadi di masyarakat kita pada pertengahan Maret lalu. Mereka takut keluar dari rumah. Hampir setiap waktu, media pun ramai-ramai memberitakan perkembangan penyebaran pandemi. 

Dimulai korbannya yang berjatuhan satu demi satu, kondisi pasien yang tak boleh ditemani sanak keluarga, hingga studi yang menyebutkan Covid-19 mirp dengan HIV. Sebab keduanya sama-sama menyerang sistem imun tubuh. Aktivitas manusia di luar rumah seakan mandek. Sampai-sampai jalanan ibukota sepi lalu-lalang. 

Sayangnya kondisi ini hanya bertahan sebulan saja. Sebagian warga mulai bosan dan 'colong-colong' keluar rumah. Ke mal, Puncak (Bogor) dan destinasi lainnya. Seolah lupa bagaimana ganasnya virus ini  yang telah menelan ratusan ribu korban jiwa di Amerika Serikat pada periode itu. 

Hobi Adalah Kunci

Ilustrasi menulis sebagai salah satu hobi yang bisa digeluti saat pandemi. Sumber: pixabay.com
Ilustrasi menulis sebagai salah satu hobi yang bisa digeluti saat pandemi. Sumber: pixabay.com
Sebenarnya, bosan di rumah berkepanjangan itu wajar. Berbulan-bulan kita tidak lagi bisa nongkrong dengan teman, keluar nge-gym, bahkan sekolah hingga kantor pun turut dirumahkan. Masalahnya adalah bagaimana kita mengalihkan perhatian kita selama karantina. Salah satunya, dengan menggeluti hobi yang kita miliki. 

"(Dengan hobi dapat) memusatkan perhatian Anda pada apa yang Anda lakukan untuk jangka waktu tertentu. Mengabaikan sejenak masa lalu dan masa depan. Serta benar-benar fokus dengan apa yang Anda lakukan untuk menghasilkan kualitas pengalaman yang lebih baik," jelas Sue Jackson, psikolog domisili Brisbane, Australia.

Kita bisa memulai hobi atau rutinitas baru. Seperti yang dilakukan oleh selibritis David Beckham. Ia memiliki kegemaran baru yaitu berternak lebah. Terlihat dalam postingan instagram-nya, mantan pemain sepak bola ini asyik membuat sarang lebah. "Akan sangat menyenangkan bila kita punya madu sendiri," ujarnya kepada sang istri, Victoria Beckham.

Atau kita bisa menyelesaikan atau melakukan aktivitas yang telah lama kita tidak lakukan. Seperti saya pribadi kembali menulis di blog. Masa karantina menjadi kesempatan yang sempurna bagi para penulis. Jauh dari hectic-nya suasana kantor, kicauan kolega di meja sebelah dan lainnya. 

"Writing is one of the loneliest professions in the world!" (Menulis adalah pekerjaan paling kesepian di dunia!). Itu salah satu quote yang diamini oleh kebanyakan penulis, termasuk JK Rowling, penulis novel fenomenal Harry Potter. 

Masing-masing penulis pun memiliki tipsnya masing-masing. Bagi saya pribadi proses menulis tidak bisa dipisahkan dari membaca. Untuk bisa menghasilkan tulisan (output) yang bagus, dibutuhkan bacaan (input) yang berkualitas pula. 

Yah, setidak-tidaknya dalam menulis perlu yang namanya 'riset dan observasi'. Di situlah, kita bisa membaca berbagai referensi sebagai bahan yang kita olah untuk tulisan kita. Semakin banyak, semakin bagus. Bahkan sekelas Harry Potter, JK Rowling menghabiskan waktu lima tahun dalam riset dan perencanaan tiap detailnya. 

Sejalan dengan prinsip saya selama menulis, "Data is King!". Dengan semakin banyak bahan yang kita miliki, semakin luwes dan unik premis (angle) yang kita bisa sajikan. Di sinilah, bagian menariknya. Karena sejalan kita mengumpulkan data, proses imajinatif pun berjalan.  Berbagai inpirasi muncul satu demi satu. 

Secara fisik saya memang berada di rumah. Tapi pikiran saya #KalahkanJarak berkeliaran di seluruh dunia. Mengamati berbagai hal yang terjadi belakangan yang relevan untuk saya jadikan bahan tulisan. 

Rela Dikarantina, Asal....

Jaringan 3 Indonesia  4.5GPro . Sumber: tri.co.id
Jaringan 3 Indonesia  4.5GPro . Sumber: tri.co.id
Masa karantina ini mengingatkan saya dengan salah satu sosok Bapak Proklamator Indonesia, Moh Hatta. Beliau dikenal sebagai sosok cendikia yang sangat mencintai buku. Ini digambarkan dalam novel yang berdasarkan kisah nyata berjudul "Hatta, Aku Datang Karena Sejarah". 

Saya sampai geleng-geleng. Saking cintanya dengan buku, Hatta menjadikan buku yang ditulisnya sebagai mahar perkawinan. Bahkan di dalam penjara pengasingan, ia juga membawa koper berisi buku-buku. Dan dirinya berkata, "Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”  

Sedikit intermeso, kondisi kita (yang dikarantina) saat ini terbilang agak terbilang mirip dengan beliau. Bedanya kita di rumah, Hatta di penjara. Selain itu, tidak lagi dengan buku, melainkan melalui internet. Tentunya, dalam hal ini dibutuhkan paketan internet.

Beruntung sedari kuliah, saya selalu menggunakan Tri. Maklum isi dompet anak kos, pas-pasan. Hahaha. Selalu maunya yang bagus tapi murah. Sampai sekarang pun meski sudah bergaji, ya tetap tidak berubah. 

Sinyal 4.5GPro3 telah menjangkau hingga kampung halaman, Nganjuk. Sumber: tri.co.id
Sinyal 4.5GPro3 telah menjangkau hingga kampung halaman, Nganjuk. Sumber: tri.co.id
Apalagi jaringan 3 Indonesia sekarang makin bagus. Paling terasa kalau lagi pulang ke kampung halaman saya di Nganjuk, Jawa Timur. Dulu, sudah barang tentu kalau mati listrik, pasti sinyalnya ikut hilang. Kalau listrik sudah nyala pun, sinyal baru normal nanti dua jam kemudian. 

Tapi sekarang tidak begitu. Selain sinyalnya yang awalnya H+ sudah menjadi 4.5 GPro, sinyal tetap on meski mati lampu. Ditambah ada Perdana AlwaysOn, jadi gak perlu panik kalau lupa isi ulang data, soalnya sisa kuota paketan sebelumnya akan terakumulasi pada paketan baru. Gak rugi sama sekali. Adapun untuk informasi selengkapnya kamu bisa lihat di website resminya, www.tri.co.id .

Jadi selama karantina #dirumahaja beberapa bulan ini, saya selalu betah-betah saja. Banyak hal yang saya tulis. Dari tema yang sepele, perkara horoskop (astrologi) sampai paling berat terkait keuangan. 

Sampai saking asyiknya saya ketemu ternyata antara horoskop yang identiknya klenik dengan keuangan itu masih ada secuil hubungan. Buktinya ada yang namanya 'financial astrology'. Hayo, gila kan?!

Maka dari itu, saya rela, saya ikhlas dikarantina asal ada Tri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun