Menghadapi itu, setiap negara memiliki caranya masing-masing. Tapi saya menyoroti langkah yang dilakukan oleh sejumlah negara di Afrika. .Yakni dengan merubah citra pertanian (rebranding) yang lama. Dimulai dengan menghadirkan liputan pers yang positif. Seperti format pertanian modern yang mnggabungkan pertanian dengan teknologi yang bukan hanya keren, tapi juga menyerap bakat dan kemampuan generasi muda ini yang belum berkesempatan di kota.
Di antaranya, dalam sektor pengujian tanah, pupuk dan produksi dan distribusi pupuk alternatif; penyimpanan makanan; pengolahan makanan; pemasaran makanan; pemantauan tren, penyakit, dan permintaan pertanian; biotek; dan banyak peluang lainnya.
Dilanjutkan melalui media sosial. Â Menurut petani muda asal Kenya, Rodgers Kirwa (27), medsos menjadi alat yang ampuh dalam merubah stigma negatif dunia pertanian bagi kalangan milenial. Dari sana, Kirwa bersama teman-temannya banyak melakukan advokasi pertanian menggunakan tagar 'Agribiztalk254.'Â
"Setiap hari Kamis, kami memiliki tamu yang akan membahas isu-isu topikal tentang pertanian," katanya. Ternyata, dari sana dia mulai dikenal dan menginspirasi kalangan petani milenial lainnya. Dengan begitu, para kalangan milenial tidak lagi melihat pertanian sebagai lahan yang tidak menguntungkan.
2. Pertanian Presisi dengan Teknologi  Otomasi
Sejak tsunami yang melanda pada 2011, Jepang melakukan transformasi di bidang pertaniannya. Mereka menerapkan konsep pertanian pintar (smart farming) atau juga yang dikenal sebagai pertanian presisi. Dalam prosesnya, ada pekerjaan-pekerjaan yang tidak lagi menggunakan tenaga manual manusia, dan digantikan dengan mesin dan teknologi otomatis yang tersambung dengan internet.
Sehingga, para petani hanya mengontrolnya dari kejauhan saja. Konsep ini nantinya lebih banyak mengoptimalkan pengaplikasian teknologi seperti internet of things (IoT), big data, cloud computing, sensor dan drone dan alat analisis. Di Indonesia sendiri, Kementerian Pertanian RI (Kementan) mulai menerapkannya dalam alat mesin pertanian (alsintan). Seperti, traktor tanpa awak, alat penanam tebu, smart irrigation dan masih banyak lainnya.
Banyak keuntungan yang didapat dari efisiensi waktu, tenaga dan pengeluaran lainnya. Sehingga untuk penentuan harga di pasar sendiri, bisa lebih bersaing. Dengan begini, pertanian tidak lagi dilihat tidak hanya sebagai upaya penyediaan pangan saja, tapi juga dari sisi komersil dalam rangkaian agribisnis.
 3. Riset dan Penelitian untuk Pertanian Berkelanjutan
Keberadaan teknologi pertanian perlu diiringi riset dan penelitian secara kontinyu untuk pertanian berkelanjutan. Ada banyak aspek yang perlu diteliti, dari pelaku pertaniannya hingga bagaimana menghadirkan teknologi yang tepat guna dengan lahan pertanian.
Seperti menghadirkan robot alat bantu pertanian yang berukuran kecil, traktor yang relatif lebih ringan sehingga tidak membebani lahan pertanian. Kemudian sprayer pestisida dengan sensor yang lebih akurat, sehingga dapat meminimalisir penggunakan bahan kimia dan langsung fokus ke bidang tanah yang memang terjangkit hama. Dengan begitu, lingkungan lebih terjaga dan memastikan pertanian yang berkelanjutan.