Mohon tunggu...
Fahmi Aziz
Fahmi Aziz Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merunut Mataram Kuno di Mandiri Jogja Marathon

20 Mei 2019   01:23 Diperbarui: 20 Mei 2019   01:33 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Gunung Merapi dari kejauhan. Sumber: regional.kompas.com

Janji terlanjur disepakati. Bila Bandung Bondowoso berhasil membangun 1.000 candi dalam semalam, Roro Jonggrang akan rela dinikahi. Tak sesuai dugaan, ternyata lelaki itu sakti mandraguna. Ia mengerahkan pasukan jin dan syarat yang diberikan hampir terlaksana seluruhnya. Panik, sang putri pun menyuruh para dayangnya membakar gabah dan mulai menumbuk padi. Bandung Bondowoso pun gagal dan hanya menyelesaikan 999 candi. Sadar dicurangi, pangeran itu pun mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung (arca).

Legenda ini dianggap melatarbelakangi keberadaan Arca Loro Jonggrang. Namun sebagian sejarawan memiliki penafsiran lain. Kisah ini sebenarnya menceritakan perebutan kekuasaan antara dua keturunan penguasa Kerajaan Mataram Kuno, Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya. Namun detailnya hingga saat ini masih diperdebatkan.

Sejujurnya, pengetahuan di atas baru saya ketahui lengkap di internet. Ketika sekolah, saya hanya diceritakan garis besarnya saja. Penjelasan tentang Mataram Kuno tak sampai dua halaman di buku diktat pelajaran. Bagian yang paling saya ingat, Mataram Kuno memiliki peninggalan sejumlah candi. Terbesar adalah Candi Prambanan dan Borobudur.

Mungkin lantaran itulah yang membuat generasi muda - termasuk saya - seakan mengabaikan peninggalan sejarah nenek moyang. Penjelasan monoton dan tidak menarik ketika sekolah akhirnya lambat laun menanamkan stereotip bahwa sejarah adalah barang usang dan kuno. Lantas bagaimana merubah pemikiran tersebut?

Di antaranya dengan menghadirkan kemasan yang lebih menarik dan membuat khalayak berebut ingin tahu. Salah satu caranya dengan menyajikannya dalam konsep wisata olahraga, atau dikenal sebagai 'sport tourism'. Sejatinya, konsep ini dibuat untuk menarik wisatawan untuk datang ke sebuah daerah, dengan megadakan sebuah event olahraga. Tapi menurut saja tidak hanya itu, tapi juga mengenalkan kekayaan dan potensi wisata daerah yang menjadi tuan rumah, khususnya bagi genererasi penerusnya.

Seperti yang dilakukan, Mandiri Jogja Marathon (MJM). Kompetisi maraton ini dihelat di daerah sekitar kawasan Candi Prambanan, Yogyakarta pada 28 April lalu. Berbeda dari ajang maraton lainnya, para pelari tidak hanya disuguhi suasana pedesaan dan pemandangan indah, tapi juga sarat dengan warisan sejarah.

Di sejumlah titik dan desa yang dilalui ternyata menyimpan wawasan dan  peninggalan bersejarah pada masa Kerajaan Mataram Kuno (Medang). Sehingga menurut saya sayang sekali bila helatan seperti ini dilewatkan begitu saja. Para peserta seolah diajak berlari melintasi zaman dan meraba kebesaran kerajaan Mataram Kuno.  Untuk itu, mari kita simak perlahan, apa saja nilai sejarah yang ditemui dari ajang MJM ini.  

1. Lokasi start dan finis di sekitar Candi Prambanan

Para peserta dilepas dari garis start sekitar Candi Prambanan. Sumber: Indopos.co.id
Para peserta dilepas dari garis start sekitar Candi Prambanan. Sumber: Indopos.co.id
Seperti tahun sebelumnya, MJM terpusat di Komplek Candi Prambanan. Untuk start dan finis pun tepat berada di sekitar candi. Dengan begitu, tidak hanya sengaja menunjukkan kemegahan bangunan yang digadang-gadang menjadi salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Tapi ternyata race village ini memiliki sisi historisnya tersendiri.

Konon pelataran luar candi ini dulunya merupakan venue berlangsungnya berbagai upacara  penting kerajaan. Argumen tersebut didasari dari perkiraan sejarawan, Candi Prambanan dulunya berfungsi sebagai candi agung kerajaan. Sehingga wajar sekali, berbagai acara keraton pun diadakan di sekitar candi. Selain itu, di pelataran ini pula, dulunya ratusan pendeta brahmana bersama para murid-muridnya berkumpul dan mempelajari kitab Weda and melaksanakan ritual dan upacara Hindu. 

2. Kali Opak dan Pertemuan Dua  Sungai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun