Mohon tunggu...
Fazdad Masykur Annabil
Fazdad Masykur Annabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Saya merupakan seorang mahasisiwa S1 prodil Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekebalan Diplomatik dan Negara, Menakar Batas Imunitas di Era Globalisasi

2 Desember 2024   08:38 Diperbarui: 2 Desember 2024   08:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia diplomasi internasional, kekebalan diplomatik adalah fondasi penting yang memungkinkan hubungan antarnegara berlangsung dengan lancar. Diplomasi memungkinkan negara-negara bekerja sama, meskipun sering kali terdapat perbedaan ideologi, budaya, atau kepentingan politik. 

Kekebalan ini memberikan perlindungan hukum kepada para diplomat, memastikan mereka dapat menjalankan tugas tanpa takut akan tuntutan hukum dari negara tuan rumah. Namun, di era globalisasi, ketika batas antarnegara semakin kabur, muncul pertanyaan: apakah kekebalan diplomatik masih relevan, atau perlu diperbarui?

Kekebalan diplomatik diatur oleh Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961, yang menjadi landasan hukum internasional. Dalam konvensi ini, diplomat diberikan kekebalan hukum dari yurisdiksi negara tuan rumah. Ini berarti mereka tidak dapat dituntut secara hukum di pengadilan lokal selama menjalankan tugas diplomatiknya. 

Tujuan utamanya adalah untuk melindungi para diplomat dari gangguan politik atau penuntutan sewenang-wenang, serta memastikan komunikasi yang lancar antara negara-negara.

Dalam sejarahnya, kekebalan diplomatik telah memainkan peran penting. Contohnya, ketika seorang diplomat melakukan pelanggaran atau tindakan kontroversial, negara tuan rumah biasanya hanya dapat mengusir diplomat tersebut dengan status persona non grata, tanpa bisa menuntutnya di pengadilan. Namun, ada batasan tradisional: kekebalan tidak berlaku dalam kasus kejahatan berat, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan.

Globalisasi telah membawa dunia ke dalam era keterhubungan yang semakin kompleks. Negara-negara tidak hanya berinteraksi melalui diplomasi tradisional tetapi juga melalui perdagangan, teknologi, dan hak asasi manusia. Dalam konteks ini, kekebalan diplomatik menghadapi tantangan baru. 

Kasus-kasus kontroversial, seperti tuduhan pelanggaran hak asasi manusia atau korupsi oleh pejabat negara, sering kali menimbulkan dilema: bagaimana memastikan keadilan tanpa melanggar prinsip kekebalan?

Sebagai contoh, beberapa kasus di pengadilan internasional menunjukkan bahwa negara-negara mulai menghadapi tuntutan yang lebih serius. Hal ini menyoroti ketegangan antara perlunya perlindungan diplomatik dan tuntutan akuntabilitas global. Globalisasi juga memunculkan isu-isu baru seperti kejahatan dunia maya, perdagangan manusia, atau korupsi lintas negara yang menuntut penyesuaian terhadap aturan kekebalan diplomatik.

Di era modern, banyak pihak yang mulai mempertanyakan sejauh mana kekebalan diplomatik harus berlaku. Apakah diplomat harus tetap kebal hukum bahkan ketika terlibat dalam kejahatan serius? 

Ada usulan untuk mereformasi aturan ini dengan menyeimbangkan perlindungan diplomat dan akuntabilitas hukum. Sebuah kerangka hukum internasional yang fleksibel, namun tetap menghormati kedaulatan negara, perlu dirumuskan untuk menghadapi tantangan ini.

Peran organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sangat penting dalam mengatur batasan baru kekebalan diplomatik. Reformasi ini bertujuan memastikan diplomat tetap dapat melaksanakan tugasnya tanpa khawatir gangguan politik, tetapi juga tidak kebal terhadap kejahatan serius yang melanggar hukum internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun