Dan yang menyaksikan surat ini adalah Abu Sufyan bin Harb, Ghajalan bin Amr, Malik bin Auf dari Bani Nashar, Aqra bin Habis al-Hanzhali, Mughirah bin Syu’bah dan dituis langsung oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib KW. Rujuk situs ini, http://www.mentaritimur.com/mentari/mar07/muhammad.htm atau ini http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/23/m62sdk-syekh-yusuf-qaradhawi-islam-sangat-toleran
Suatu hari, Sayidina Ali berjalan bersama seorang Yahudi menuju Kufah. Saat akan tiba di Kufah, Yahudi itu menempuh jalan lain, namun beliau tetap menyertainya. Yahudi itu bertanya pada Ali KW, “Bukankah tujuan Anda ke Kufah?” “Ya, benar” jawab Ali. Kembali Yahudi itu bertanya, “Lantas mengapa Anda mengikuti saya?” Sayidina Ali berkata, “Engkau adalah teman seperjalanan saya, dan saya bermaksud mengantar Anda beberapa langkah.”
Dalam Pilkadal, memilih seseorang yang tidak adil atau belum dipastikan bersikap adil sebagai pemimpin berarti bertindak tidak adil kepada dirinya mapupun orang lain. Dan memberikan hak suara bukan sekedar ‘main coblos’. Ia adalah sebuah aksi yang akan berdampak secara massal dan sosial, baik maupun buruk. Memilih atau tidak memilih sama sekali tidak bisa dipandang sebagai sebuah peristiwa aksidental dan personal. Jadi pikirkan nilai “keadilan” seseorang sebelum mencoblos.
Dan yang jelas nilai keadilan seseorang tidak dipengaruhi dengan peci dan baju koko, karena itu hanya trend musiman saat menjelang pilkada dan pemilu. Wong para terdakwa kasus korupsi uang negara saja pakai muslihat eksploitasi simbol agama sambil berharap mampu mempengaruhi sisi sentimen keagamaan hakim dan menyelamatkan sisa muka yang hancur di tengah opini publik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H