Mohon tunggu...
Zero Dark
Zero Dark Mohon Tunggu... -

Anti celana ngatung dan celana kombor ala Taliban!

Selanjutnya

Tutup

Money

SBY, Presiden Pesinden

1 Agustus 2012   20:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lupakan sejenak tangis darah anak-anak bangsa karena krisis pangan yang terjadi di negeri ini, karena faktanya orang sebangsa kini hidup dalam krisis pangan utamanya kedelai. Faktanya kas pemerintah kita cekak hingga krisis itu tidak mampu diatasi. Faktanya pula di pasaran kedelai lokal harganya menyundul langit hampir sama dengan impor. Faktanya kita dapat temukan harga sangat tinggi Rp 8.000/kg yang sebenarnya saat normal harga cuma Rp. 5.000 /kg. Faktanya Kementerian Perdagangan menyatakan kebutuhan domestik terhadap kedelai cukup tinggi antara 2,5 juta-3 juta ton per tahun. Sedangkan pasokan yang dapat disediakan dalam negeri yang dihasilkan hanya mencapai 700-800 ribu ton.

Faktanya dan ironisnya, bumi dan tanah Indonesia adalah surga yang tak pernah kekurangan lahan pertanian untuk sekedar menanam kedelai sekwalitas produk asing.

Tapi ini yang paling ironis. Di Jakarta hari-hari ini anak-anak bangsa kembali ketiban sial (an).  Sebab, jika berita di Detiknews.com, benar dan bisa dipercaya bahwa SBY sekarang lebih memilih menjadi pembina penyanyi dan pencipta lagu, ketimbang memilih mengatasi kekurangan pangan. Tentu sikap ini bertolak belakang dengan keinginan rakyat sebangsa untuk menjadikan SBY seorang presiden yang bisa mengatasi permainan tegkulak perdangangan yang melambungkan harga-harga pakan.

Per Kamis, 02/08/2012, di Jakarta, Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha bilang, "Permohonan tersebut direspon positif dengan kesediaan Bapak Presiden SBY menjadi Ketua Dewan Pembina PAPPRI 2012-2017,". http://news.detik.com/read/2012/08/02/000614/1980915/10/sby-jadi-pembina-penyanyi-dan-pencipta-lagu.

Nampaknya SBY cukup berfikir pragmatis, kalau obat mujarab pengetasan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan jutaan orang di Indonesia adalah "belas kasih" dan "hibah pembangunan" dari Asing, dan karena itu beliau lebih memilih menjadi Ketua Dewan Pembina PAPPRI, ketimbang menuntaskan harga-harga pangan.

Pernah, bapak dan nenek saya bilang bila nama "Republik Indonesia" di dengar negara-negara adikuasa, nyali mereka kecut terusik ancaman karena melihat kekuatan baru yang bangkit— new emerging forces.

Nenek saya juga bilang, bahwa pejuang kita dulu kepada generasi nenek pernah mengatakan, "Kubekali kalian dengan alam pikiran Indonesia, buah pencarian nalar para pendahulu kalian yang mestinya kalian hargai. Bukan hanya karena mereka pendahulu kalian, tapi karena buah pikiran itu murni dan cerdas: Teori ekonomi kerakyatannya Hatta; pembangunan karakter bangsanya Soekarno; doktrin tentara rakyat-nya Soedirman".

Dulu, kata bapak saya, saat para pendahulu bangsa mengucapkan "Republik Indonesia", dunia mengangkat kepala.

Kini, saat kita menyebut nama "Republik Indonesia", dunia mencibir. Semunya berubah dan hilang, sebab Presiden kita selain gagal merespon permintaan sederhana rakyatnya supaya harga pangan tidak melambung, Presiden kita lebih jatuh cinta dan jatuh hati untuk menjadi Presidennya Pesinden.

Tabrik Pak SBY!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun