Mohon tunggu...
Faza NurF
Faza NurF Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Semangatt menulis..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teks Kritik Novel "Api Tauhid": Menyalakan Api Tauhid di Dada Setiap Generasi

7 Maret 2021   14:40 Diperbarui: 9 Maret 2021   20:04 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya sastra merupakan ungkapan perasaan pribadi manusia baik itu berupa pengalaman, pemikiran, ide, keyakinan yang dibuat dalam suatu bentuk kehidupan dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Salah satu fungsi karya sastra dapat dijadikan sumber inspirasi dan menberikan kesadaran bagi para pembaca. Dalam karya sastra pun memang seharusnya terdapat ajaran moral sekaligus ajaran sosial yang dapat diserap oleh orang yang membaca karya tersebut. 

Begitu pun dalam novel karangan seorang Novelis No.1 di Indonesia Habiburrahman El Shirazy yang berjudul . Sebuah Novel Sejarah Pembangun Jiwa yang meraih penghargaan Internasional dari Instanbul langsung terkait karya nya yang luar biasa berhasil menginspirasi banyak orang. 

Novel yang mengajak pembacanya masuk ke lorong lorong waktu berada di jaman sejarah Turki Utsmani. Mengenal bagaimana tokoh Turki pada era pergolakan Badiuzzaman Said Nursi. Novel sejarah yang luar biasa dibalut dengan kisah cinta yang dramatis dan romantisme yang pekat disusun apik oleh sang penulis. 

Novel ini mengisahkan perjalanan cinta tokoh Fahmi seorang santri sejati dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Dimulai dengan diminta seorang lurah kaya untuk menikahi putrinya, yang membutuhkan waktu untuk istikharah. 

Belum tuntas beristikharah, datanglah Kyai Arselan seorang kyai besar di daerahnya dengan rombongan untuk menjodohkan dengan putrinya Nuzula. 

Tentu Fahmi tidak bisa menolak bahkan istikharah pun tidak perlu lagi karena sudah sangat jelas mereka dari keluarga yang baik. Namun, ternyata Nuzula adalah seorang gadis modern yang terkontaminasi dengan budaya di kota metropolitan. 

Ia nyaris putus asa dan nyaris gagal menata hatinya, ia menenggelamkan diri dalam pancaran cahaya ilahi dan memantapkan diri untuk mengkhatamkan Al Qur'an empat puluh kalo di Masjid Nabawi meskipun akhirnya ia jatuh sakit. 

Dalam beragama, tentu tidaklah boleh secara berlebih lebihan. Harus ada keseimbangan, karena manusia adalah manusia yang tetap harus menghormati dan membahagiakan jiwa sekaligus raga nya. Dari sinilah pembaca dibawa oleh penulis melalui para tokoh menjelajahi Negeri Turki. 

Pengembaraan sejarah sekaligus pertemuan lintas budaya dan zaman dimulai dari sini. Cerita yang ditambah dengan tokoh aysel seorang wanita cantik yang terpengaruh dengan budaya bebas, begitu juga dengan tokoh Emel seorang gadis Turki yang shalihah. Penulis juga memulai cerita yang sebenarnya yaitu menghadirkan tokoh luar biasa fenomenal yaitu Badiuzzaman Said Nursi. 

Sejarah hidup Badiuzzaman Said Nursi sejak zaman Kekhalifahan Turki Utsmani hingga Turki Modern terasa sangat membuat penasaran karena diselingi kemana langkah kaki Fahmi mengarah. Apakah akhirnya bertemu dengan Aysel, Emel ataukah Nuzula? 

Nilai sejarah dan budaya islam begitu kental di setiap bagian nya. Bahkan setiap bab dan paragraf nya terdapat nilai dan amanah yang dapat kita ambil. Gaya bahasa yang digunakan terkesan sederhana dan bisa di pahami, begitu juga tidak bersifat menggurui dan membuat novel ini tidak bosan untuk dibaca. 

Latar yang dilukiskan secara sempurna oleh sang penulis. Hal yang membuat Novel Karya Habiburrahman selalu unggul, karena ia mampu melukiskan Letak, tempat dan suasana yang begitu jelas, membuat para pembaca mampu membayangkan dan seakan dibawa menjelajahi Negeri Turki melalui tulisan nya. 

Bukan hal yang aneh memang, karena dalam penulisan nya Penulis melakukan perjalanan keliling Turki melihat jejak-jejak sejarah Islam sekaligus jejak-jejak Badiuzzaman Said Nursi, ditawari oleh seorang Thulabbun Nur asli Turki yang tinggal di Indonesia karena beliau telah membaca salah satu Karya nya yaitu Ayat-ayat Cinta dan sangat mengapresiasi nama Badiuzzaman Said Nursi dalam novel nya itu. 

Alur cerita juga dirangkai dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan alur yang sangat baik dan tidak monoton. Alur maju mundur yang dipakai berkaitan dengan kehidupan Fahmi, diselingi cerita yang menceritakan sejarah Turki Utsmani dan perjuangan hidup tokoh Badiuzzaman Said Nursi. Saya sendiri, sangat setuju peristiwa wafatnya Badiuzzaman Said Nursi tidak dinarasikan sebab hakikatnya memang Wali-wali Allah itu tidak meninggal melainkan mereka masih hidup di sisi Allah dicurahui anugerah.

Karakter tokoh yang terlalu sempurna. 

Hal ini memang sedikit terlihat janggal karena tokoh yang digambarkan dalam novel begitu memiliki karakter yang diidamkan. Kemungkinan maksud penulis disini, ingin menggambarkan tokoh yang benar-benar mencitrakan islam dan begitu taat sehingga dapat menginspirasi para pembaca. 

Kemampuan untuk menghidupkan kembali peristiwa di balik tokoh berpengaruh dan penuh "keajaiban" Badiuzzaman Said Nursi merupakan daya tarik tersendiri dari novel ini. Melalui Risalahnya, Said Nursi masih hidup, perjuangan nya belum selesai. Namun pengikutnya bertambah banyak terus membaca dan menghayati Risalah Nur demi terus menyalakan Api Tauhid di dada setiap generasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun