Mohon tunggu...
Muhammad Afrizal Agung Laksono
Muhammad Afrizal Agung Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Hobi Memasak dan Merenung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tari Glipang, Kesenian Akulturatif Jawa, Madura, dan Islam

29 Oktober 2023   22:00 Diperbarui: 29 Oktober 2023   23:14 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gemilang Bhinangkit Ibrafatah

Kostum dan Atribut Penari

Kostum yang dikenakan oleh penari Glipang bernuansa Madura, dengan rincian: odheng, baju berlengan panjang, rompi hitam, celana panjen ¾ lancor (kain panjang), stagen, ikat pinggang, sampur, dan gongseng (Dinar, 2019). Uniknya, penari menggunakan keris sebagai pelengkap atribut yang diletakkan dibagian belakang, sebagaimana orang Jawa menggunakannya. Keris adalah senjata khas Jawa. Namun, pada tarian Kiprah Glipang yang pakaiannya dominan Madura justru menggunakan keris, bukan clurit sebagai senjata khas Madura.

Tata Rias Penari

Rias yang ditonjolkan dari wajah penari ialah aura sangar seorang kesatria (pria). Kendati Glipang dimainkan oleh perempuan, rias wajah tetap menggunakan aturan rias dalam Glipang, yaitu memunculkan aura kegagahan seorang prajurit. Dengan mempertebal garis-garis wajah, melukis kumis dan jawes. Meskipun kemaskulinan yang ditampakkan dalam rias Glipang, tapi nilai yang terkandung di dalamnya lah yang perlu dirasakan. Prajurit. Pemberani. Jiwa kesatria. Entah Jawa, Madura, Pria, Wanita, Islam ataupun selainnya, wajib memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Dari awal berdiri, Tari Glipang mampu mempertahankan eksistensinya dalam gejolak zaman yang fluktuatif. Mulai dari masa kolonialisme, populernya budaya modern, westernisasi, hingga arus perpolitikan di Indonesia tidak menjadikan Kiprah Glipang punah. Justru terus mengalami perkembangan. Bahkan, saat ini Tari Glipang telah dimodifikasi oleh para pegiat seni. Hal itu dapat dibuktikan dengan munculnya jenis-jenis Tari Glipang baik dalam wilayah regional maupun daerah sekitar Probolinggo, seperti Tari Glipang Lumajang dan Glipang Rodhat. Namun, semua pemekaran dari Tari Glipang tersebut, tetap mengandung nilai substansial dari Tari Glipang aslinya. Di sinilah kesuksesan Sari Truno dalam mengemas Gholiban. Perpaduan karakteristik jiwa Madura, Jawa, dan Islam pada tarian ini, mejadikan kesenian Kiprah Glipang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kesenian lainnya. Sari Truno mampu meletakkan unsur-unsur tersebut sehingga masyarakat Pendil khususnya, dapat menerima satu kesenian ini, yang kemudian Glipang terus mengalami perkembangan dan kemajuan sejak awal hingga saat ini. Bahkan, sukses menjadikannya sebagai icon Kabupaten Probolinggo.

            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun