Mohon tunggu...
Faza Hafizha Nazzala
Faza Hafizha Nazzala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bahaya Difteri bagi Masyarakat

2 Januari 2024   18:36 Diperbarui: 2 Januari 2024   18:46 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Difteri merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae yang menghasilkan toksik atau racun dapat menyerang saluran nafas, kulit, mata, dan organ lain. Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seorang dokter Belanda Bernama J.F. Daemel melaporkan kasus difteri pertama kali di Indonesia pada tahun 1913. Sejak itu, difteri telah menjadi salah satu masalah medis di beberapa wilayah di Indonesia. Menurut WHO pada tahun 2011 di Asia Tenggara Indonesia menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus difteri. Pada tahun 2018, kasus difteri mengalami peningkatan di berbagai wilayah Indonesia. Pada Desember 2018, dilaporkan bahwa terdapat puluhan kasus dan beberapa kematian akibat difteri.

Gejala penyakit difteri dapat bervariasi, tergantung pada seberapa parah infeksinya. Beberapa orang mungkin mengalami gejala ringan, sedangkan yang lain bisa mengalami gejala yang lebih parah. Gejala utama difteri melibatkan saluran pernapasan dan sering kali muncul 2-5 hari setelah terinfeksi. Beberapa gejala umum difteri meliputi: demam dan kelelahan, batuk dan pilek, pembentukan lapisan pada tenggorokan, kesulitan bernapas, suara serak, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, pembengkakan wajah, mual dan muntah, dan perubahan kulit.

Demam dan rasa tidak enak badan merupakan gejala umum infeksi dan dapat terjadi bersamaan dengan difteri. Bakteri Corynebacterium diphtheriae menghasilkan toksin yang menyebabkan pembentukan lapisan putih, abu-abu, atau keabu-abuan pada amandel, tenggorokan, dan area lain di saluran pernapasan atas. Lapisan ini disebut pseudomembran. Pseudomembran yang terbentuk dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan menyumbat saluran pernapasan. Suara serak atau perubahan suara dapat terjadi akibat pembentukan pseudomembran. Kelenjar getah bening di leher dapat membengkak dan menjadi nyeri. Pembengkakan wajah, terutama di sekitar area leher, dapat terjadi. Beberapa orang dengan penyakit difteri juga mengalami mual dan muntah. Pada kasus yang jarang, difteri dapat menyebabkan lesi atau borok. Dalam kasus-kasus yang parah, toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan komplikasi serius, seperti kerusakan pada jantung, ginjal, saraf, miokarditis, paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke paru-paru menyebabkan pneumonia.

Difteri dapat membuat masyarakat resah karena dapat berdampak serius pada Kesehatan dan kehidupan seseorang. Beberapa alasan mengapa difteri dapat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran masyarakat meliputi:Kematian dan komplikasi serius, penularan cepat, ketidakpastian dan kekhawatiran kesehatan masyarakat, beban pada sistem kesehatan, dan perasaan tidak aman.

Jika tidak diobati dengan cepat, difteri dapat menyebabkan kematian. Bakteri difteri menghasilkan toksin yang merusak jaringan dan dapat menyebabkan lapisan tebal di tenggorokan yang menghambat saluran pernapasan. Difteri juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti kelumpuhan dan kerusakan pada organ lain.

Difteri dapat dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lain melalui udara, terutama di tempat ramai. Ini dapat menyebabkan peningkatan cepat dalam kasus dan berpotensi menyebabkan wabah.

Penyakit menular seperti difteri dapat menimbulkan keraguan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh pengetahuan yang terbatas tentang penyakit, bagaimana penyakit tersebut menyebar, dan bagaimana penyakit tersebut berdampak pada orang dan masyarakat.

Jika terjadi peningkatan kasus difteri, hal ini dapat memberikan beban tambahan pada sistem kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan harus menangani peningkatan jumlah pasien, memberikan perawatan intensif, dan melaksanakan tindakan pencegahan untuk mengendalikan penyebaran penyakit.

Kehadiran penyakit menular seringkali menciptakan perasaan tidak aman di masyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari, kegiatan social, dan mobilitas, karena orang mungkin khawatir mereka akan tertular atau menyebarkan penyakit.

Berbagai tindakan diambil untuk mencegah difteri. Yang paling penting adalah vaksinasi dan praktik kebersihan yang baik. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjangkitnya difteri pada masyarakat: Langkah pertama untuk mencegah difteri adalah vaksinasi. Ini biasanya diberikan sebagai bagian dari vaksinasi kombinasi, seperti vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis) atau DTaP (Difteri, Tetanus, Pertusis aseluler), dan harus diberikan sesuai dengan jadwal yang disarankan. Masyarakat sebaiknya mematuhi program imunisasi rutin dan menjadwalkan vaksinasi sesuai dengan rekomendasi kesehatan. Praktik kebersihan penting untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit, termasuk difteri, adalah cuci tangan secara teratur dengan sabun dan air.Hindari bersentuhan dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi dan tetap bersih saat merawat orang yang sakit. Hindari kerumunan orang, terutama di tempat-tempat dengan potensi penularan tinggi, untuk mengurangi risiko paparan bakteri difteri. Orang yang dicurigai atau terkonfirmasi terinfeksi difteri sebaiknya diisolasi untuk mencegah penularan ke orang lain. Edukasi masyarakat mengenai gejala difteri, pentingnya vaksinasi, dan praktik kebersihan adalah langkah penting dalam pencegahan. Program penyuluhan kesehatan di masyarakat, termasuk kepada tenaga kesehatan dan keluarga, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang difteri.[HBQ1]

Meskipun pencegahan difteri telah dilakukan melalui program vaksinasi dan praktik kebersihan, ada beberapa tantangan yang dapat muncul saat menerapkan metode pencegahan, seperti kurangnya cakupan vaksinasi, akses terbatas ke pelayanan kesehatan, ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin, kondisi sosioekonomi, kondisi lingkungan yang tidak sehat, ketidakstabilan politik dan konflik, kurangnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat. Mengatasi hambatan dalam pencegahan difteri memerlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu pelayanan kesehatan dan edukasi online. Upaya pelayanan kesehatan dan edukasi ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan system informasi, seperti melalui website, media social, atau aplikasi. Lalu, kita juga dapat melibatkan masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program pencegahan dapat membantu menciptakan dukungan yang kuat dan meningkatkan keberlanjutan upaya pencegahan. Dengan melibatkan tokoh masyarakat, ahli kesehatan, dan figur otoritatif lainnya untuk memberikan informasi yang akurat tentang vaksin dan merespons ketidakpercayaan dapat membantu mengatasi hambatan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun