Sesuatu yang tidak akan pernah hilang dari kehidupan kita adalah komunikasi. Sejak dalam pangkuan ibu kita tidak lepas dari komunkasi meski menggunakan naluri. Bahasa tubuh adalah bahasa yang sering digunakan ketika kita masih bayi. Beranjak tambahnya umur bergantilah medianya dengan lisan. Sangat di sayangkan dewasa ini, tidak sedikit yang kurang memperhatikan bagaimana berkomunikasi dengan nyaman dan asyik. Tanpa memperhatikan komunikasi dampaknya akan memiliki hambatan dalam komunikasi, semisal gagal pahamnya pesan yang kita sampaikan.Â
Perlu kita pahami bahwa sebuah seni menyampaikan pesan itu perlu kita praktekan untuk tercapainya tujuan kita berkomunikasi. Berbicara tentang seni, adakah seni yang tidak indah? Karena seni lahir dari orang-orang yang berbakat, bahkan orang yang berbakat pun tidak menyadarinya. Terlepas dari bakat, ketika kita mempelajari sesuatu hal, dengan kata lain berusaha, maka akan ada pergeseran mampu atau tidaknya dalam hal tersebut.Â
Ada seni khusus dalam berkomunikasi yang sepatutnya kita pahami agar pesan yang kita berikan mampu diterima dengan baik dan sesuai esensinya. Jikalau sekedar berkomunikasi, hewan pun berkomunikasi, namun kita sebagai manusia yang terus berfikir harus mampu menyampaikan dengan cara yang tepat. Tentunya pernah mengalami lawan bicara kita gagal paham atas apa yang kita sampaikan bukan? Jika adanya gagal paham, maka ada kesalahan penyampaian yang kita lakukan.
Dari beberapa permasalahan di atas ada sedikit tawaran yang penulis berikan dan pernah di buktikan menggunakan sedikit seni perspektifnya, salah satunya adalah dengan bertanya yang mampu membuat berfikir dan membuka hati untuk merasakan, contoh kecil ketika kita akan menyampaikan pesan moral terhadap seseorang. Kita libatkan kepada orang terdekat lawan bicara kita, semisal ada seseorang yang melakukan kekerasan terhadap orang yang tidak dekat dengannya, coba tanya "apakah tega ketika melakukan hal tersebut kepada saudara terdekatmu?".
Pertanyaan yang membuka hati mampu memahami apa pesan moral yang terkandung di dalamnya. Lawan bicara kita akan mampu merasakan sesuatu yang dianggap tidak baik itu harus dibuang jauh jauh. Retrorika seperti ini tidak semena mena dipakai oleh semua orang, kita harus mampu menganalisa rasa dan sifat lawan bicara kita untuk menghasilkan kesadaran sehingga mampu menilai mana perbuatan baik dan tidak.
Tawaran kedua adalah dengan peraturan. Peraturan bisa sebagai media pesan terhadap apa-apa yang dianggap tidak pantas di lakukan. Contoh kecilnya ketika ada seseorang yang berkendara ugal-ugalan, dengan cara apa ketika kita memberikan pesan agar perbuatan tersebut dihindari karena merugikan dirinya dan orang lain? Semisal dengan membuat peraturan yang mampu membuatnya berfikir dan merasakan ketika melakukan hal tersebut. Ketika berkendara ugal-ugalan ada sanksi sosial yang mampu membuat dirinya tidak melakukan lagi bahkan merasakan apa dampak orang lain ketika melakukan hal tersebut.
Kedua tawaran tersebut lagi-lagi perlu adanya analisa rasa yang mampu kita berikan untuk diterima. Ketika pesan moral adalah perbuatan hati, maka berikanlah dengan rasa hati. Ketika memyampaikan pesan moral, kita tidak hanya menggunakan tubuh terutama lisan, melainkan tujuan kita adalah dengan membuka hatinya agar sadar perbuatan yang lawan bicara kita lakukan adalah kurang tepat. Karena bahasa hati adalah puncak dari bahasa apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H