Mohon tunggu...
faizah nurul
faizah nurul Mohon Tunggu... -

nurul faizah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia

2 Maret 2014   06:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kau mengenalnya?”, Tanya Alis padaku, aku hanya menggedikkan bahu, bahkan aku tak bisa mendengar suara orang yang Alis maksud, sudah tiga hari ini si bisu itu (julukanku untuknya) menghampiri kami, bukan apa-apa, ia selalu saja hanya diam kemudian memberikan seikat bunga padaku, bagaimana aku bisa mengenalnya?. Kata Alis, dia adalah siswa SMA seberang jalan rumahku, bukan tak mungkin kan? jika dia tiba-tiba mengetuk pintu rumah dan melakukan hal yang sama? karena letak rumahku yang disebrang jalan sekolahnya itu, namun dugaan-dugaan itu hanya terlalu sering terlontar, bukan terealisasikan.

“Kau benar tak mengenalnya Diz? Sepertinya dia sangat familiar” Tanya Alis lagi sesampainya dirumahku,

“Lalu aku harus bilang berapa kali sampai kau percaya bahwa aku tak mengenalnya? Melihatnya saja tidak, kau bilang dia anak SMA, jadi mana mungkin aku mengenalnya,apalagi kau?, kecuali kau suka dengan brondong, haha” sengaja kutinggikan nada suaraku dan sedikit kualihkan pembicaraan kami, aku sedang tak ingin berdebat mengenai hal janggal itu, aku tahu sekarang Alis sedang terperanjat, kurasa dia memang selalu seperti itu.

“ Enak saja!! Tentu saja dia bukan seleraku. Tapi tunggu, bukankah dia mirip dengan laki-laki yang sering kau ceritakan padaku? Si Irul?” tiba-tiba dia bersemangat.

“ Jangan bercanda! Dia tidak bisu! Dia juga seumuran dengan kita,bahkan senior kita” kali ini aku benar-benar tersinggung, bagaimana tidak, Irul adalah sahabat kecil terbaikku yang paling tak bisa kulupakan, ah, aku malas mengingatnya setelah ia benar-benar meninggalkanku ke luar negeri dua tahun yang lalu tanpa sepengetahuanku, dan bodohnya aku menunggunya kembali hingga sekarang. Masalah pemuda itu mirip dengannya aku tak peduli lagi, toh aku juga tak akan pernah tahu jika dia sangat mirip dengan Irul. Tapi ada yang janggal, apa mungkin sesuatu terjadi dengannya sehingga ia bisu? Atau dia hanya tak mau bicara, atau dia bukan Irul. Ya, pasti bukan, jika itu memang dia,akan lebih nekat daripada hanya memberikan seikat bunga.

“ Hey!! Jangan terlalu dipikirkan!!”, teriak Alis menyadarkan lamunanku “ Aku kan hanya mengira-ngira, tak ada sesuatu yang tak mungkin kan? Lagipula mana kita tahu dia bisu atau tidak, dia hanya senyum-senyum sambil menyodorkan bunga, itu saja yang dia lakukan. Bagaimana kalau kita temui dia sekali lagi, setahuku dia selalu menunggumu di jalan setapak dekat sekolah kita dulu, mungkin saja ada beberapa hal yang tak kau sadari ketika kau melihatnya di pertemuan-pertemuan sebelumnya,”, lanjutnya panjang lebar namun aku tahu kini dia membungkam mulutnya rapat-rapat, lagi-lagi salah bicara. Disamping itu, tanpa basa-basi segera ku-iyakan tawaran Alis,selain agar dia segera diam, jujur saja aku juga penasaran dengan pemuda itu, bisa jadi dia benar-benar Irul.

Sore itu juga, kami berdua sengaja melewati jalan setapak itu, yang kata Alis ia sering muncul disana, dan benar saja, kali ini dia sengaja menungguku dengan membawa seikat bunga mawar putih, itu informasi yang kudapat dari Alis, sebenarnya percuma aku menemuinya, aku takkan bisa melihatnya, ya, aku buta, aku terlahir demikian,dan suatu kejutan yang sangat menggembirakan ketika aku dinyatakan bisa bersekolah di sekolah yang sama dengan teman-temanku yang normal lainnya, dan bisa dengan mudah menjadi yang pertama diantara mereka, meski sekolah harus susah payah memberikan buku berhuruf khusus untuk orang buta alias buku berhuruf braile, tapi mereka bilang tak merasa keberatan, entahlah.

Ditengah lamunku, tiba-tiba seseorang menarik tanganku, sakit!, siapa ini?, lalu kudengar beberapa ocehan orang-orang sekitarku, membentak-bentak, lalu kemana Alis?, biasanya dia akan membelaku, beberapa menit kemudian, seseorang mendekatkan wajahnya, kemudian berteriak,

“Kau mau mati?? Berdiri ditengah jalan tanpa bergerak sedikitpun!!, bahkan kau tak tahu kemana perginya sahabatmu, Hah?!!............”, suara ini tak asing bagiku namun aku sudah malas mendengarnya, dia masih saja mengomel, tapi tak kuhiraukan, menyadari itu diguncangkannya tubuhku, sambil meneriakiku lebih kencang.

“ Kau tak mendengarkanku?? Apa kau juga TULI??” seketika kutampar pipinya, kali ini aku benar-benar tersinggung, bagaimana bisa dia meneriakiku seperti itu ditempat umum?, segera kuambil tongkatku dan pergi darinya, entah kemana arahku sekarang, aku tak peduli, laki-laki itu masih memanggil namaku, aku terpaksa berhenti,dan dia sepertinya menyusulku, benar saja dia kini didepanku kurasa, sebentar kemudian dia sudah bersiap untuk kembali bicara, namun kutahan.

“Mau mengataiku lagi? Tak puaskah? Sudah meninggalkanku, mengataiku tuli, padahal kau tahu aku buta bukan tuli” kutahan air mataku agar tak terlihat bodoh didepannya. Aku menyadari kalau dia Irul, ya, laki-laki yang sedari tadi meneriakiku Irul, dan laki-laki yang selalu menungguku untuk memberikan seikat bunga juga dia, seseorang yang sedang ada didepanku saat ini,

“ Kau mengenaliku?” tanyanya penasaran,

“ Tentu saja, tak ada orang lain yang berani menegurku dengan cara seperti itu, sekarang kau sudah puas? Membentakku terus-menerus setelah lama tak bertemu?”

“ Haha, sama sekali tidak, karena aku tak behasil mengelabuhimu,”

“ Lalu kenapa tak kau lanjutkan?, kau tahu seberapa sakitnya aku?, kau tahu aku buta, tapi kenapa kau masih tetap memberiku bunga yang entah apa artinya, kau mau mengejekku karena aku tak tahu bagaimana ekspresimu saat memberikannya?,bisa saja kau tertawa terbahak-bahak setelah itu, karena aku hanya bisa mencium baunya. Atau…..” aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku, sambil menyeka air mataku yang mulai jatuh aku terdiam.

“ Untuk apa aku melakukan itu? membuatmu semakin sengsara? Kemudian aku pergi dengan perasaan senang? Tidak Diza….” Aku masih terus menangis, tak sanggup aku menjawabnya,

“ Aku tidak sekeji itu Diza… aku juga tak meninggalkanmu, tidak sama sekali, aku tak ke luar negeri, seperti yang Alis katakan padamu, kau tahu? setiap hari selama setahun ini, aku tak kemana-mana, aku selalu menunggumu di jalan setapak ini, aku selalu disini, tapi kau menemukan Alis sebagai sahabat bqarumu, yang tanpa sepengetahuanmu selalu menertawakanmu dengan teman-temannya, tak tahukah kau?, kau selalu kuperhatikan sedetail itu? Alis mengelabuhimu, kau tak tahu? Dia yang mengarang cerita aku pergi, padahal aku masih disini” jelasnya panjang lebar.

“ Tapi kenapa? Kau perhatikan aku sedetail itu? Dan kau tutupi kebohongan Alis sedemikian rupa? Kau membenciku karena aku dekat dengannya?, dan tak mempedulikanmu? Kau membenciku?” dia hanya diam.

“ Katakan padaku Rul ! kenapa kau begitu?? Kenapa kau diam Rul?” teriakku hingga tubuhku terguncang menahan tangis.

“ Karena kau lebih” Dia bergeming, “Lebih indah dari semua wanita yang pernah kutemui, karena kau punya hati yang indah, begitu sempurna hingga tak ada yang dapat memungkirinya, mungkin orang melihatmu buta mata, tapi telinga dan rasamu sangat peka, membuatku tak ingin melepasnya untuk orang lain. Kau tahu? saat aku masih kecil, aku berdoa agar aku juga buta, agar hatiku terbuka sepertimu. Kemudian, saat aku mulai menyukaimu, doaku adalah memilikimu, memasuki hatimu yang selalu terbuka untuk orang lain, dan menutupnya agar hanya ada aku seorang disana”. Aku tertegun, namun aku tak percaya dengan kata-katanya,

“ Apa doaku bisa terkabul?” tanyanya lagi, seolah menghendakiku menjawabnya, aku hanya tersenyum.

End

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun