Sebagai contoh, Safira Malik dengan konten Jumat Berbagi dan Kadam Sidik dengan konten teori dakwah menunjukkan bagaimana mereka menggunakan media sosial untuk mentransformasi ilmu. Perbedaan utama antara kedua influencer ini adalah pendekatan mereka dalam menggunakan platform digital untuk membentuk kembali konsep agama dan otoritas yang sudah lama ada.
Dr. Fatma menjelaskan bahwa platform digital, yang kini menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, memungkinkan individu dan komunitas untuk mengevaluasi kembali pemahaman mereka tentang agama dan otoritas. Influencer di media sosial berperan sebagai pemimpin implisit yang inovatif, menciptakan konten Islam yang lebih mudah diakses dan menarik bagi generasi muda Muslim. Pendekatan ini berbeda dengan pemimpin agama tradisional yang cenderung lebih konservatif.
Influencer Muslim memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan pesan yang relevan dengan kehidupan modern, menjembatani kesenjangan antara ajaran agama dan realitas sehari-hari generasi muda. Dr. Fatma menekankan bahwa media sosial adalah alat yang efektif untuk menyebarkan dakwah dan pendidikan Islam. Namun, ia juga mengingatkan bahwa media sosial bisa menjadi pedang bermata dua. Informasi yang tidak akurat atau berita palsu dapat cepat menyebar, menyebabkan kebingungan dan konflik di kalangan umat Muslim.
Oleh sebab itu, generasi muda dianjurkan untuk menyerap informasi dari media sosial dengan bijak dan selalu memverifikasi kebenarannya dengan para ahli di bidang terkait.
Acara ditutup dengan pemberian bingkisan dan kenang-kenangan kepada narasumber dan acara selesai pada pukul 11.40 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H