Setelah berbicara tentang kaitan perempuan dan demokratisasi, Rai juga membahas tentang kuota perempuan. Kuota merupakan bagian dari strategi negara kontemporer untuk mengatasi serangkaian isu kompleks yang berkaitan dengan kekuatan gerakan perempuan, dan upaya negara untuk 'mengelola' tuntutan kesetaraan yang terus menantang hirarki sosial di dalam suatu negara.Â
Di negara-negara Asia Selatan, seperti India, kuota dapat dilihat sebagai sebuah respons inkremental dan juga 'jalur cepat' (Dahlerup 2006) terhadap tuntutan kesetaraan dalam konteks historis yang kompleks.Â
Walaupun kuota penting untuk menunjukkan eksistensi perempuan pada ranah publik, namun kuota hanya merupakan salah satu bagian dari strategi multiaspek untuk memberdayakan perempuan. Strategi ini harus dilakukan bersama dengan peningkatan partisipasi politik, juga melibatkan pembagian ulang sumber daya sosio-ekonomi di dalam masyarakat.
Ketika negara pascakolonial semakin terjerat dalam jaringan global kekuasaan ekonomi dan politik, para sarjana dan aktivis feminis harus berurusan dengan kekuatan konseptual dan politis globalisasi. Bab 6 hingga 8 lebih berfokus pada politik pembangunan global, khususnya tata kelola rezim produksi, konsumsi, dan pertukaran yang telah mengubah lanskap politik dalam tiga dekade terakhir.Â
Dari cara-cara di mana proses produksi barang untuk pasar global yang berbasis gender memengaruhi kehidupan perempuan dan laki-laki hingga cara-cara di mana perempuan dan laki-laki bertukar informasi dan menjalin hubungan lintas ruang dan waktu, refleksivitas kita dan juga diri kita yang bersifat korporat telah mengglobal.Â
Tak lupa, Rai juga membahas beberapa masalah definisi yang penting bagi perdebatan mengenai tata kelola global. Ia menilai mengapa definisi-definisi yang muncul sejauh ini mengabaikan sifat gender dari rezim-rezim global, bahkan ketika beberapa pihak mulai mengakui konsekuensi dari rezim-rezim tersebut terhadap perempuan pada khususnya dan kadang terhadap laki-laki.
Buku ini juga membahas bagaimana agenda penelitian mengeksplorasi hubungan antara gender, pengetahuan, inovasi, dan hak milik dengan latar belakang proses liberalisasi pasar dan transformasi hubungan antara negara dan ekonomi global. Ia berargumen bahwa kontribusi perempuan dalam menciptakan pengetahuan dan penemuan berbasis pengetahuan ditolak atas dasar gender dan juga hubungan kapitalis-properti.Â
Peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan khususnya rezim The Trade Related Intellectual Property (TRIPS) telah menunjukkan bagaimana rezim tata kelola kapitalis yang bias gender mempengaruhi produksi pengetahuan serta pertukarannya di pasar yang semakin mengglobal.Â
Mereka juga mengatur apa yang dianggap sebagai pengetahuan dan apa yang terpinggirkan sebagai konvensi, tradisi atau adat istiadat. Di banyak negara, rezim properti ini menantang perempuan untuk terlibat dalam perjuangan atas makna pengetahuan, penemuan, dan properti.
Terakhir, Rai berfokus pada pendekatan kritis terhadap organisasi dan jaringan perempuan dengan mengkaji pembentukan South Asia Research Network (SARN) on Gender, Law and Governance. Dalam organisasi ini, Rai dan beberapa aktivis lainnya aktif memperjuangkan kesetaraan gender terutama di negara-negara dunia ketiga.Â
Dengan membuat analisis kritis terhadap perspektif epistemologi subaltern, saya menguraikan cara-cara di mana perspektif ini menantang cara-cara berpikir dominan tentang pembuatan pengetahuan dan aktivisme.Â