Mohon tunggu...
Faza Dhora Nailufar
Faza Dhora Nailufar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/Mahasiswa S3

Mahasiswa Ilmu Politik yg masih dan selalu ingin belajar menjadi politisi dan warga negara yg baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Gender dalam Pembangunan

3 Desember 2024   07:17 Diperbarui: 3 Desember 2024   07:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam "The Gender Politics of Development" Shirin Rai memberikan penilaian komprehensif tentang bagaimana politik gender muncul dan berkembang di negara-negara pascakolonial. Wacana seputar politik gender dalam pembangunan telah berevolusi secara signifikan selama dua dekade terakhir, dan memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara kemajuan dalam pemberdayaan politik perempuan dan marginalisasi sosial dan ekonomi yang terus-menerus terjadi. 

Sementara perempuan telah memperoleh hak-hak seperti hak pilih dan perwakilan dalam pemerintahan, indikator ekonomi menunjukkan bahwa ketidaksetaraan terkait gender masih mengakar. Meskipun perempuan merupakan bagian penting dari tenaga kerja global, mereka terus menghadapi kesenjangan upah, kepemilikan tanah yang terbatas, dan tingkat buta huruf yang tinggi. 

Di India, Rai menunjukkan betapa kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi, baik berupa tekanan fisik, sosial hingga pelecehan seksual. Konstruk social yang merendahkan perempuan, seperti mahar dan preferensi anak laki-laki semakin memperburuk posisi perempuan dalam interaksi social. 

Hal inilah yang menurut Rai harus ditekankan untuk memahami hubungan antara representasi deskriptif perempuan dalam lembaga politik dan representasi substantif kepentingan mereka, mempertanyakan mengapa kemajuan di bidang ini lambat. Ia juga menyoroti risiko kooptasi yang dihadapi oleh gerakan perempuan ketika terlibat dengan mekanisme negara, yang dapat melemahkan pengaruh mereka terhadap kebijakan. 

Melalui delapan bab dalam buku ini, Rai  menganalisis bagaimana isu-isu gender, terutama perempuan sangat mempengaruhi politik pembangunan di negara-negara pascakolonial. Ia juga membahas bagaimana nasionalisme telah membentuk wacana pembangunan dan implikasinya terhadap mobilisasi politik perempuan.

Perjuangan pedagang kaki lima perempuan di New Delhi menggambarkan kompleksitas negosiasi dengan struktur negara yang terfragmentasi. Pembahasan tersebut mengkritik efektivitas mesin nasional untuk kemajuan perempuan dan tantangan pengarusutamaan gender dalam lembaga-lembaga negara. 

Rai berpendapat bahwa proses demokratisasi harus dipahami sebagai sesuatu yang non-linier dan dipengaruhi oleh globalisasi, dengan wawasan feminis yang sangat penting dan berpengaruh untuk pemahaman ini. Imajinasi politik para elit yang berbasis gender memainkan peran penting dalam menentukan agenda pembangunan di negara-negara pascakolonial

Dalam bab-bab yang membahas isu-isu utama nasionalisme dan pembangunan bangsa, gelombang ketiga demokratisasi, globalisasi, dan pemerintahan, Rai berargumentasi bahwa cara pembentukan negara yang bersifat nasionalis menciptakan kesenjangan dan tekanan yang mendalam terhadap pembangunan. 

Ia selanjutnya menunjukkan bagaimana perempuan terlibat dalam lembaga-lembaga pemerintahan di negara-negara berkembang, khususnya dengan memperhatikan partisipasi politik, demokrasi deliberatif, representasi, kepemimpinan dan feminisme negara. 

Melalui keterlibatan ini, Rai mengklaim, ruang politik baru yang penting telah tercipta. Meskipun Rai berfokus secara mendalam pada bagaimana perdebatan ini terjadi di India, argumen dalam buku ini sangat relevan dengan politik di negara-negara berkembang. Ini merupakan sintesis yang unik dan menarik antara politik gender dengan gagasan tentang pembangunan dari seorang tokoh yang memiliki otoritas di bidangnya.

Dalam buku ini, Rai membahas tentang kontribusi perempuan dalam perjuangan demokratisasi, sifat partisipasi politik perempuan, dan partisipasi perempuan dalam politik kelembagaan. Pada bagian akhir, iamerefleksikan konteks sosial-ekonomi yang lebih luas di mana laki-laki dan perempuan terlibat dalam perjuangan demokratisasi. Ia berpendapat bahwa demokratisasi dan hak-hak kewarganegaraan harus berjalan seiring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun