Ustman bin Affan dengan kepribadian yang lemah lembut merupakan khalifah khulafaur rasyidin dengan masa pemerintahan terpanjang yaitu 12 tahun (24–36 H/ 644–656 M). di enam tahun pertama pemerintahan, khalifah Ustman mengalami kemajuan yang baik namun menginjak di 6 tahun kedua beliau mengalami kemunduran karena banyaknya tuakkan konflik antar kaum dan golongan.
      Oleh karena adanya berbagai macam perbedaan aksen dalam pengucapan, ditemukan pelafalan Al-Qur’an yang tidak sesuai. Untuk menghindari kesalahan baca yang dapat mengubah makna bacaan maka dibuatlah ketetapan tanda baca pada Al-Qur’an. Tak ingin menimbulkan perseteruan, Ustman bersama para sahabat memutuskan untuk mengganti seluruh Al-Qur’an yang tersebar dikalangan masyarakat dengan Al-Qur’an cetakan baru yang telah disempurnakan tanda bacanya sekaligus membakar cetakan lama agar tidak lagi ada fitnah. Cetakan Al-Qur’an tersebut lalu diberi nama Al-Qur’an ustmani karena diterbitkan pada masa khalifah Ustman. Bahkan Ustman juga berinisiatif membakar mushaf yang disimpan Hafsah, istri Rasulullah. Kiat-kiat tersebut adalah upaya khalifah untuk menjaga kemurnian dan kesempurnaan Al-Qur’an. Al-Qur’an Ustmani inilah yang hingga saat ini masih kita gunakan dan manfaatkan.
      Pada 6 tahun kedua masa pemerintahan Ustman bin Affan terjadi konflik penentangan nepotisme. Isu ini merebak luas hingga membuat perpecahan antar umat. Terbentuklah 2 golongan dari konflik ini yaitu pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung bani umayyah. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan perubahan penyusunan pejabat Negara yang notabene diisi oleh kalangan kerabat dekat Ustman bin Affan membuat meledaknya oposisi dan penentang. Khalifah Ustman dengan segenap kelembutan hatinya tentu telah memikirkan solusi terbaik untuk mengatasi problem ini tanpa menyakiti pihak manapun. Ustman melakukan musyawarah pada aparatur Negara dan menindak investigasi.
Klarifikasi dan permohonan maaf telah dikhutbahkan didepan seluruh umat tapi sayangnya hal itu belum meredam fitnah-fitnah dan cacian yang dilontarkan pada beliau. Konflik diplomasi ini terus memanas hingga berujung maut pada tahun ke 36 H. khalifah Ustman ditikam oleh penentangnya, Abdullah bin Saba’.
      Keberlangsungan konflik ini tak redam dan hilang begitu saja setelah kematian Ustman bin Affan. Masalah ini masih terus berlanjut dan malah bertambah parah bahkan hinga periode khalifah selanjutnya. Ali bin Abi Thalib mendapat mandat untuk menjadi penerus tahta kekhalifahan. Ali mendapat banyak dukungan dari para sahabat, kaum muhajirin dan kaum anshar. Sahabat pertama yang membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah kemudian diikuti oleh Zubbair bin Awwam.
      Khalifah Ali memegang masa pemerintah selama 6 tahun (35-40 H/ 655–660 M). Diawal pemerintahannya khalifah Ali mendapati masa-masa yang sulit akibat pergolakan bawaan dari masa sebelumnya. Beliau berusaha mengatasi dengan mencabut pejabat-pejabat yang dulunya diangkat oleh Ustman. Untuk mengobati perpecahan umat, Ali mengambil alih tanah yang pernah dihadiahkan Ustman kepada penduduk untuk dijadikan asset Negara. selain itu khalifah Ali juga mengembalikan sistem administrasi perpajakan dan tata Negara agar terus berjalan sebagaimana mestinya.
     Ditengah recovery pertahanan kehidupan bernegara, khalifah Ali dihadapkan perang Jamal yang dipelopori oleh kerabatnya sendiri, Aisyah istri Rasulullah SAW bersama Thalhah dan Zubair. Bukan tanpa alasan Aisyah memerangi khalifah Ali, melainkan beliau ingin menuntut darah Ustman yang sampai saat itu belum juga mendapat titik terang dan keadilan atas terbunuhnya Ustman.  Perang Jamal dimenangkan oleh Ali dan menewaskan Thalhah dan Zubair. Tanpa mengurangi rasa hormat, Ali mengantarkan Aisyah menunggangi unta pulang ke madinah.
     Tak cukup dengan perang jamal. Muawwiyah menentang Ali dan melancarkan pertempuran yang dinamakan perang shiffin. Perang sengit antar pasukan yang sama-sama kuat dan tangguh tidak dapat diselesaikan. Dan berakhir dengan arbitrase atau penyelesaian masalah dengan dihadirkan pihak ketiga yang bersifat netral. Namun ternyata aribitrase ini bukan menjadi solusi tepat malah menjadi pembentuk golongan baru. Dari pecahnya perang shiffin, munculah 3 golongan: muawwiyah (orang yang mendukung muawwiyah), syi’ah (pengikut Abdullah bin saba’ yang menyusup barisan tentara Ali), dan khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali).
      Buah dari peperangan itu membuat pasukan Ali melemah, tatanan politik dan militer menjadi berantakan dan semakin timbul banyak fitnah. Pada tahun ke 40 H Ali dibunuh oleh Abu Muljam, salah satu pengikut khawarij. Terbunuhnya Ali menjadi penutup masa kekhalifahan khulafaur rasyidin dan diteruskan oleh bani ummayah.
      Bersumber dari sejarah, kita mengatahui bahwa meniti manajemen dan menata diplomatik bukanlah hal yang mudah. Para khalifah yang merintis pun mengalami banyak masa sulit. Tapi marilah kita melihat banyak nilai baik setelahnya, sebagaimana peran para khlifah membuka jalan pemerintahan untuk generasi penerus-penerusnya, kita juga sepatutnya bersyukur telah mendapat banyak wawasan solutif untuk mengembangkan sistem manajerial dalam segala aspek.
DAFTAR PUSTAKA