Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan sesorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. Semua ulama sepakat mengharamkan risywah, sebab sogokan akan membuat hukum menjadi oleng dan tidak adil.[1] Sedangkan Allah telah memerintahkan umat manusia untuk selalu menetapkan hukum. Yang tertuang dalam firman-Nya dalam surat an-Nisa':58 yang artinya "....dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil".[2]
 Risywah adalah suatu bentuk praktek yang tidak jujur, merampas hak orang. Nabi bersabda: Allah melaknat orang memberi suap, menerima suap dan yang berada diantara keduanya.
Sangat penting bagi para pejabat dan pegawai yang bekerja mengumpulkan sedekah, zakat, jizyah ,dan bentuk-bentuk pajak tahunan lainnya yang ditentukan pemerintah. Agar mereka tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun karena hal demikian ini merupakan bentuk perbuatan yang mengarah kepada suap atau risywah, yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan.
Dan menerapkan nilai-nilai islami dalam menumbuhkan kejujuran kepada para pejabat dan pegawai. Kejujuran adalah perbuatan yang dilakukan oleh sesorang dengan benar. Kejujuran berkaitan dengan kebenaran sebuah nilai. Kesempatan dan peluang mungkin saja terbuka lebar, tetapi orang yang jujur, akan menggunakan suara hati nuraninya untuk bertindak dengan benar. Kejujuran adalah etika yang menjadi komitmen manusia secara global menuju suatu kemanusiaan, suatu peradaban, dan suatu masa depan.[3]
Orang-orang beriman yang taat tidak akan memberi dan tidak akan menerima bantuan apapun selama tugasnya sebagai pegawai. Pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalid bin Walid menetapkan jizyah tahunan terhadap penduduk Hirah di Syria. Penduduk Hirah ini sangat terkesan dengan kearifanoraang-orang islam dan hubungan serta sikap yang baik mereka sehingga mereka memaksa mingirimkan hadiah kepada Abu Bakar. Ketika sangat sulit bagi Khalid memberi tahu mereka agar tidak memberi hadiah yang mereka inginkan itu. Pada akhirnya Khalid menerima hadiah tersebut dan kemudian diperhitungkannya sebagai bagian dari pajak wajib hingga mengurangi pembayaran jizyah yang sebenarnya karena telah dibayarkan sebelumnya. Kemudian Khalid mengirimkannya ke Bayt al-mal. Khalifah Umar bin Khattab juga mengirim pesan-pesan kepada semua gubernurnya sebagai berikut: Waspadalah dengan hadiah, sebab hal ini merupakan bagian dari suap.
Pernyataan Khalifah Umar bin Khattab itu benar bila kita hubungkan dengan pandangan masyarakat sekarang Risywah dewasa ini agaknya telah merajalela dan dijadikan sebagai kedok hadiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz benar-benar menolak pemberian dalam bentuk apapun. Seseorang berkata kepadanya, bahwa Rasulullah biasa menerima hadiah, lalu dia menjawab "Baginya itu adalah hadiah, tetapi bagi kami itu adalah suap karena umat menghendaki dekat dengan beliau berkat kenabian beliau bukan karena kekuasaan beliau, sementara mereka ingin didekat kami karena kekuasaan kami".
Rasulullah SAW pernah menerima hadiah, lalu diberikan kepada orang miskin. Orang-orang yang membawa hadiah kepada beliau itu tidak mempunyai motif keuntungan diri sendiri. Sementara itu, dalam kasus para penguasa akhir-akhir ini, maksud pemberian itu tidak lebih dari tujuan pemberain yang tidak benar dan zalim. Namun demikian, tidak ada larangan untuk saling memberi dan menerima antar teman dan kerabat. Menurut hadist Nabi SAW, hadiah itu akan membantu menghilangkan kebencian dan makin menambah kecintaan dan kasih sayang. Rasulullah SAW juga bersabda: "saling memberi hadiah itu akan menambah rasa cintamu". Pengambilan hadiah oleh pegawai pemerintah karena dalam pembebasan kewajiban mereka adalah tidak dibenarkan menurut Syari'ah. Nabi mengatakan "akan datang suatu masa dimana Risywah dianggap halal oleh masyarakat melalui hadiah.[4]
 Menerima uang dengan meminta secara langsung, dengan memberi isyarat atau semisalnya maka perbuatan tersebut termasuk meminta sogokan. Nabi melaknat orang yang menyogok, disogok dan yang menjadi perantara diantara keduanya.[5]