Mohon tunggu...
Fayang Rizaldi
Fayang Rizaldi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kredit Tidak Sama dengan Riba Asal Sesuai dengan Syarat

11 Mei 2017   11:08 Diperbarui: 11 Mei 2017   11:54 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia kredit  adalah cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai (maksudnya adalah pembayaran yang diangsur), dasar dari jual-beli secara kredit bersumber dari Al-Qur’an Al-Karim. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’malah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (QS. Al-Baqarah:282)

Selain dari ayat diatas, juga ada contoh dari perilaku rasulullah yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahuanha: “Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan (kredit), beliau memberikan jaminan sebuah baju besi miliknya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hukum dari jual-beli secara kredit ada yang halal dan ada yang haram, tergantung sejauh mana segala ketentuan dan persyaratan yang dijalankan.  Al Qaradawi dalam buku Al-Halulu wal Haramu fil Islam mengatkan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Sementara ada pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini bisa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba. Tetapi Jumhur (Mayoritas) Ulama membolehkan jual-beli kredit ini, karena pada asalnya boleh dan tidak ada nash yang mengharamkannya, jual-beli kredit tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas. Dan inilah kiranya yang lebih tepat:


[1] Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (7) : Muamalat (Jakarta:DU Publishing, T.Th), hlm. 58-60

[2] Ibid., hlm. 61

[3] Ibid., hlm. 60

[4] Riwayat Al-Bukhari, hadist ke 6465

[5] Riwayat Muslim, hadist ke 131

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun