Mohon tunggu...
FAYAKUNARTO
FAYAKUNARTO Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522120033 - Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebatinan Magkunegara IV, Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri - Prof. Apollo

7 Juli 2024   23:30 Diperbarui: 7 Juli 2024   23:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : https://www.nu.or.id/balitbang-kemenag/pendidikan-pranikah-menurut-naskah-keagamaan-mangkunegara-iv-5zSay

Kategori kepemimpinan Mangkunegaran IV memberikan kerangka yang jelas untuk menilai dan meningkatkan kualitas kepemimpinan. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, auditor dan pemimpin dalam bidang audit pajak dapat memastikan bahwa mereka tidak hanya memenuhi tanggung jawab mereka tetapi juga terus berusaha untuk mencapai yang terbaik, menjaga integritas dan etika profesional, serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Kepemimpinan Asta Brata

Ajaran Asta Brata dari Serat Ramajarwa oleh R.Ng. Yasadipura juga menjadi pedoman penting bagi Mangkunegaran IV:

  1. Ambeging Lintang/Bintang: Menjadi teladan yang baik. Seorang pemimpin yang baik adalah yang bisa menjadi teladan bagi orang lain.
  2. Ambeging Surya: Menerapkan keadilan dan kekuatan. Keadilan dan kekuatan harus berjalan beriringan dalam setiap tindakan pemimpin.
  3. Ambeging Rembulan: Memberikan penerangan dan solusi dalam kegelapan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan solusi di saat yang paling gelap sekalipun.
  4. Ambeging Angin: Menyediakan solusi dan kesejukan. "Memberikan solusi yang menenangkan adalah ciri dari kepemimpinan yang bijaksana.
  5. Ambeging Mendhung: Menampilkan kewibawaan dan memberikan anugerah. Kewibawaan seorang pemimpin terlihat dari cara dia memberikan anugerah dan hukuman dengan adil.
  6. Ambeging Geni: Menegakkan hukum. Hukum harus ditegakkan dengan tegas untuk menjaga ketertiban.
  7. Ambeging Banyu: Mampu menampung berbagai hal. "Seorang pemimpin harus mampu menampung berbagai aspirasi dan pandangan" (Yuliani, 2018).
  8. Ambeging Bumi: Memberikan kesejahteraan dan kekuatan. "Kesejahteraan dan kekuatan harus menjadi tujuan utama dari setiap kebijakan" (Rahman, 2019).

Audit Pajak dalam Perspektif Kebatinan

Audit pajak adalah proses pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memastikan bahwa wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Prinsip-prinsip kebatinan Mangkunegaran IV dapat memberikan landasan moral dan etis dalam menjalankan audit pajak.

  1. Keadilan dan Objektivitas: Prinsip Bener Tur Pener menekankan pentingnya kejujuran dan objektivitas. Auditor harus mengedepankan keadilan dalam menilai kepatuhan wajib pajak tanpa memihak. Seorang auditor harus bekerja dengan kejujuran dan objektivitas, menjaga integritas profesional dalam setiap penilaiannya. Kejujuran dan objektivitas adalah dasar dari setiap audit yang berhasil. Tanpa kedua nilai ini, hasil audit akan kehilangan kredibilitas.
  1. Empati dan Pemahaman: Bisa Rumangsa mengingatkan auditor untuk memiliki empati terhadap situasi wajib pajak. Memahami kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh wajib pajak dapat membantu auditor menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan manusiawi. Memahami kondisi wajib pajak adalah langkah awal untuk menciptakan audit yang adil dan harmonis. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki empati dan kesadaran diri, memahami perasaan dan kebutuhan orang lain sebelum bertindak.
  1. Keberanian Menghadapi Kesalahan: Angrasa Wani dan Angrasa Kleru mengajarkan keberanian untuk menghadapi dan mengakui kesalahan. Dalam audit pajak, auditor harus berani mengidentifikasi ketidakpatuhan tetapi juga harus siap untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan jika terjadi. Keberanian untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan adalah kunci untuk menjaga integritas dalam audit pajak. Mengakui kesalahan adalah tanda dari kepemimpinan yang sejati, di mana kesalahan dilihat sebagai peluang untuk belajar dan berkembang (Wijaya, 2018).
  1. Kerendahan Hati dan Kesederhanaan: Aja Dumeh dan Prasaja mengingatkan auditor untuk tetap rendah hati dan sederhana dalam pendekatannya. Kesederhanaan dan kerendahan hati dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan wajib pajak. Kerendahan hati dan kesederhanaan adalah nilai penting yang harus dijaga oleh auditor dalam menjalankan tugasnya. Kesederhanaan adalah kunci untuk menjalani hidup yang bermakna dan penuh tujuan.

Menghindari Sifat Angkara dan Perbuatan Nista

Prinsip Awya Mematuh Nalutuh dalam Serat Wedhatama mengajarkan untuk menghindari sifat angkara murka dan perbuatan nista. Dalam audit pajak, auditor harus menjauhi perilaku korup, tidak adil, dan menyalahgunakan kekuasaan.

  1. Menjauhi Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang: Auditor harus menjaga integritas dan profesionalisme, menghindari segala bentuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Mereka harus selalu mematuhi kode etik dan standar profesional yang berlaku. Menghindari sifat angkara murka dan perbuatan nista adalah dasar dari profesionalisme dalam audit pajak. Korupsi adalah musuh utama dari keadilan dan profesionalisme dalam setiap bidang pekerjaan.

Kepemimpinan yang Berkelanjutan

Mangkunegaran IV mengajarkan bahwa kepemimpinan yang berkelanjutan tidak hanya bergantung pada kemampuan administratif atau keahlian teknis, tetapi juga pada spiritualitas dan moralitas. Dalam Serat Wedhatama, beliau menekankan prinsip traping angganira, yang berarti kemampuan untuk menempatkan diri dengan baik dan mematuhi tatanan yang ada. Prinsip ini sangat relevan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks audit pajak, di mana integritas dan etika profesional menjadi kunci utama.

Pentingnya Spiritualitas dalam Kepemimpinan

Mangkunegaran IV percaya bahwa spiritualitas adalah fondasi dari kepemimpinan yang kuat dan berkelanjutan. Spiritualitas dalam konteks ini bukan hanya tentang agama, tetapi lebih kepada kesadaran akan nilai-nilai moral dan etika yang mendalam. Pemimpin yang memiliki spiritualitas yang kuat akan memiliki kompas moral yang jelas, yang membimbing setiap keputusan dan tindakan mereka.

Dalam audit pajak, spiritualitas dapat diartikan sebagai komitmen yang kuat terhadap integritas dan kebenaran. Auditor yang memiliki kesadaran spiritual akan bekerja tidak hanya untuk memenuhi kewajiban formal, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka bertindak adil dan tidak merugikan pihak manapun. Mereka akan mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap semua pihak yang terlibat. Spiritualitas dalam kepemimpinan membantu menciptakan lingkungan kerja yang etis dan bermartabat, di mana setiap tindakan didasarkan pada nilai-nilai moral yang kuat (Mulyadi, 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun