Selanjutnya pada ayat (5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Menurut Nataherwin et al. (2023), perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Menurut UU PPh objek pajak adalah penghasilan. Semua penghasilan yang bersumber dari dalam negeri merupakan objek pajak dalam negeri kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh. Sedangkan objek pajak luar negeri jika kita menggunakan hukum pajak internasional dapat disamakan dengan penghasilan yang berada di luar negeri atau di luar wilayah Indonesia, yang merupakan milik subjek pajak dalam negeri.
Subjek pajak dan objek pajak adalah istilah yang digunakan dalam peraturan perpajakan ataupun undang-undang yang terkait dengan perpajakan. Peraturan dan undang-undang perpajakan adalah kepastian hukum pajak yang digunakan dalam melaksanakan perpajakan. Menurut Mustaqiem (2014), bidang perpajakan akan berhadapan dua subjek hukum, ialah Negara dengan masyarakat sebagai wajib pajak. Karena keduanya berstatus sebagai subjek hukum, maka secara yuridis memiliki hak dan kewajiban yang harus diadopsi dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut falsafah hukum pemungutan pajak harus berdasar kepada Keadilan dan Keadilan ini bertindak sebagai asas pemungutan pajak (Harjo, 2019). Lebih lanjut Menurut Supriatiningsih & Darwis (2020), agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
- Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
- Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
- Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Asas yang digunakan Indonesia menurut Supriatiningsih & Darwis (2020), dengan merujuk pada Undang-undang PPh khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Istilah subjek pajak luar negeri menganut asas sumber, dalam hal ini hukum pajak di Indonesia menjadikan penghasilan dari negara Indonesia yang diterima oleh subjek pajak luar negeri sebagai objek pajak dalam negeri, disini asas kebangsaan dan asas domisili tidak diterapkan. Pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan (Indonesia). Yang menjadi landasan asas sumber adalah status objeknya.
Sementara dengan asas domisili dan asas kebangsaan diterapkan pada penghasilan dari luar negara Indonesia yang diterima subjek pajak dalam negeri yang menjadikan penghasilan tersebut sebagai objek pajak luar negeri. Selain itu pada asas domisili dan asas kebangsaan pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income). Yang menjadi landasan asas domisili dan asas kebangsaan adalah status subjeknya.
Jadi mengapa ada istilah subjek objek pajak dalam negeri dan luar negeri ?. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa istilah tersebut merupakan produk hukum dari sebuah peraturan dan undang-undang. Peraturan dan undang-undang perpajakan khususnya di Indonesia menganut tiga asas yaitu asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan. Selain itu tujuan adanya istilah subjek objek pajak dalam negeri dan luar negeri untuk mempermudah dalam mengelompokan pajak menurut sifatnya. Tujuan pengelompokan tersebut agar hukum pemungutan pajak berdasar kepada Keadilan. Dan keadilan hukum perpajakan dapat dibuat atas dasar asas domisili, sumber dan kewarganegaraan.
Bagaimana fenomena hubungan subjek objek pajak dalam negeri dan luar negeri ?
Setiap negara mempunyai kedaulatan dalam memajaki baik atas penduduk maupun bukan penduduk yang ada di negaranya. Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut di masing-masing negara dapat memunculkan pajak berganda internasional (international double taxation) (Nataherwin et al., 2023). Jika kita membahas subjek objek pajak luar negeri tentu erat kaitannya dengan hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional erat kaitannya dengan hukum dalam bentuk perjanjian yang dibuat antara satu negara dengan negara lain seperti Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty).