Apa itu  PMK No.184 /PMK.03/2015 ?
PMK No.184/PMK.03/2015 adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.03/2013 tentang tata cara pemeriksaan yang digunakan untuk lebih mengoptimalkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Sebelumnya tata cara pemeriksaan pajak telah diatur dalam PMK No.199/PMK.03/2007 yang telah di ubah terakhir dengan PMK No.82/PMK.03/2011. Kemudian peraturan tersebut di cabut setelah ditetapkannya PMK No.17/PMK.03/2013 yang selanjutnya di ubah dengan PMK No. 184 /PMK.03/2015.
Penetapan, pencabutan, dan perubahan dalam peraturan pajak di Indonesia sering kali terjadi. Hal tersebut membuat wajib pajak harus berusaha lebih dalam upaya memahami peraturan-peraturan tersebut. Perubahan PMK tentang tata cara pemeriksaan juga perlu dipahami oleh Wajib Pajak agar pemeriksa tidak menyalahi aturan yang berlaku, dan Wajib Pajak mengetahui hak-haknya dalam proses pemeriksaan. Namun saya melihat keberadaan peraturan yang cabut ubah ini seringkali membuat binggung wajib pajak dan memaksa wajib pajak untuk memahami dan mempelajari aturan tersebut lebih dalam. Dan ada masanya karena peraturan yang saling tumpang tindih membuat otoritas pajak dan wajib pajak berselisih terkait sudut pandang masing-masing. Oleh sebab itu hadirlah konsultan pajak yang diharapkan dapat membantu wajib pajak dalam menyelesaikan perselisihan pandangan dari suatu aturan yang berakhir pada pemeriksaan. Hal ini juga membuat wajib pajak secara tidak langsung dipaksa untuk mengeluarkan biaya ekstra untuk mendapatkan jasa konsultan pajak dalam menyelesaikan sengketa pajak atau menerapkan peraturan perpajakan dengan tepat.
Kenapa ada PMK No.184 /PMK.03/2015 ?
PMK No.184/PMK.03/2015 digunakan untuk mengatur tata cara pemeriksaan yang telah merubah beberapa pasal pada PMK No.17/PMK.03/2013. PMK tersebut diperlukan untuk mengoptimalkan Direktur Jenderal Pajak dalam melakukan kewenangan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pada PMK No.184/PMK.03/2015 Ketentuan Pasal 4 PMK No.17/PMK.03/2013 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 4 (1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7B Undang:-Undang KUP;
b. terdapat keterangan lain berupa data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a Undang-Undang KUP; konkret ayat (1)
c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
e. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
f. Wajib Pajak melakukan penggabungan, pdeburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
g. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
h. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
i. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko.
Salah satu tujuan ditetapkannya PMK No.184/PMK.03/2015 adalah untuk mengatur terkait kriteria untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dengan mengatur kriteria tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan Direktur Jenderal Pajak dalam melakukan kewenangan Pemeriksaan.
Dengan perubahan kriteria untuk menguji kepatuhan pajak yang diharapan dapat mengoptimalkan kewenangan pemeriksaan yang tentunya akan berakhir dengan pencapaian penerimaan pajak. Hal tersebut baik untuk pemerintah, namun perlu teknologi guna mendukung aktivitas pemeriksaan sehingga data dan informasi dapat diperoleh secara akurat dan terhidar dari manipulasi. Walaupun kewenangan pemeriksaan dapat dioptimalkan, tapi efektifitas dalam pelaksanaan juga perlu di perhitungkan.
Bagaimana mekanisme pemeriksaan dalam PMK No. 184 /PMK.03/2015 ?
Pajak adalah Sikap "Memahami" Artinya Setuju/Persetujuan (Hans-Georg Gadamer)
PMK No.184/PMK.03/2015 telah mengatur mekanisme pemeriksaan seperti pada pasal 11 Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan. dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Jenis Pemeriksaan Kantor;
b. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan;
c. memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
  1) alasan dan tujuan Pemeriksaan;
  2) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
  3) hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pernbahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a; dan
  4) kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak;
e. menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak;
f. menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
g. memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalarn rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
h. menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
i. melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis;
j. mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
k.merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
PMK No.184/PMK.03/2015 juga menjelaskan hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan yang tertuang pada pasal 13. Selain itu PMK No.184/PMK.03/2015 pada pasal 15 dan pasal 17 menjelaskan tentang jangka waktu pemeriksaan yang dirinci dalam tabel sebagai berikut :
Proses pemeriksaan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini perlu dikritik terkait efisiensi waktu yang digunakan dalam proses pemeriksaan. Pemerintah perlu mengupayakan proses pemeriksaan dengan efisien dan tepat. Otomatisasi pelaporan sangat penting untuk diterapkan dalam sistem perpajakan self assasment. Selain itu perlu dukungan teknologi yang tepat guna agar proses pengujian kepatuhan Wajib Pajak atau proses pemeriksaan dapat berjalan dengan waktu yang efisien. Integrasi otomatisasi pelaporan oleh wajib pajak dengan sistem pemeriksaan oleh otoritas pajak perlu diterapkan guna efisiensi waktu dalam proses pemeriksaan dan keakuratan data. Jika hal tersebut dilakukan dapat meminimalisasi sengketa pajak yang mungkin terjadi.
Selain hal tersebut diatas, fakta dilapangan masih menunjukan jika dialog antara otoritas pemeriksa dengan wajib pajak terkadang tidak maksimal. Hal tersebut perlu upaya sosialisasi yang massif dari otoritas pajak kepada wajib pajak. Karena kebanyakan wajib pajak cenderung khawatir jika berurusan dengan otoritas pajak. Perlu ada upaya pemerintah untuk menekan ke khawatiran wajib pajak dengan sosialisasi perpajakan yang baik agar saling memahami.
Referensi :
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara PemeriksaanÂ
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara PemeriksaanÂ
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
Tata Cara Pemeriksaan Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H