Masalah sampah pelik jika kita tarik ke level global. United Nations Environment Programme (UNEP), badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk lingkungan hidup, dalam laporan "Global Waste Management Outlook 2014" mengungkapkan bahwa setiap tahun volume sampah dunia telah mencapai 1,3 miliar ton.Â
Volume ini diperkirakan mencapai 2,2 miliar ton pada 2025. Ini akan menimbulkan ancaman kesehatan serta krisis lingkungan. Dunia akan mengalami kiamat sampah jika tidak mengambil langkah mengatasi krisis sampah ini.
Sampah dan Karakter Bangsa
Mengelola sampah adalah karakter bangsa. Tak mudah membangun mental ini. Sampah bukan hanya soal ekonomi dan lingkungan hidup. Lebih dari itu, sampah menyangkut filosofi, sosiologi, dan antropologi sebuah bangsa. Dalam bahasa yang sederhana: sampah mencerminkan karakter jati diri bangsa.
Persepsi kita tentang sampah sangat tergantung pada mentalitas yang kita miliki. Bagi mereka yang memiliki mentalitas terbelakang (uncivilized), sampah dipersepsikan sebagai "sesuatu yang tidak memiliki nilai guna, karena itu selayaknya disingkirkan". Beda dengan mereka yang melihat sampah dengan mentalitas beradab (civilized).Â
Mereka melihat sampah sebagai emas. Bukan hanya emas sebagai simbol, tapi juga riil. Mari kita lihat datanya. Menurut data UNEP, jika dikelola dengan baik, sampah bukan hanya bisa menyelamatkan lingkungan, tapi malah bisa menjadi sumber energi dan bisnis yang menjanjikan.Â
Laporan UNEP menunjukkan pada tahun 2009 menyebutkan, kandungan emas dalam satu ton ponsel bekas, 65 kali lebih banyak dari kandungan emas dalam satu ton bijih besi (ore) yang hanya mengandung 5 gram emas. Bukankah ini membuktikan bahwa sampah itu emas dalam pengertian yang sebenarnya?
Tidak sebatas itu. Menurut data, kini nilai industri pengelolaan sampah dunia telah mencapai US$ 410 miliar. Sementara nilai materiil dari limbah elektronik yang bisa dipulihkan pada tahun 2016 sebesar 55 miliar dolar AS (Rp. 745 triliun).Â
Jumlah tersebut lebih besar dari Produk Domestik Bruto beberapa negara di dunia pada tahun yang sama. Ini membuktikan dahsyatnya potensi bisnis daur ulang dan pengelolaan sampah
Sekali lagi, ini soal mentalitas. Mindset kita tentang sampah akan menentukan perlakuan kita terhadap sampah: dibuang atau dikelola. Mentalitas ini yang kemudian membentuk budaya kita dalam memperlakukan sampah.Â
Sampah tidak boleh dilihat sebagai sebuah sesuatu yang terpisah dari diri kita, melainkan integral dengan diri kita. Karena bagaimana sampah diperlakukan, akan menentukan masa depan kita. Sistem pendidikan menentukan mentalitas masyarakat dalam mempersepsikan sampah.Â